Pepen berbalik ke Kusnadi.
"Kan Kus juga." ujarnya agak keras. "Seperti sangat keasyikan. Keasyikan ngurus koran. Keasyikan mengantar minat. Sampai waktu Kang Zul ngasih tahu bahwa koran akan berhenti. Kita cuma bisa terperangah. Terkejut karena nggak nyangka. Beda sama mereka. Mereka mah sudah siap-siap untuk maju ke garapan baru. Si Oom akan lebih mapan berkembang di lahan yang lebih luas. Kang Zul akan lebih nyaman ngurus piaraan. Kalau aku? Kalau Kus?"
Kusnadi mengangguk beberapa kali, meskipun dia tidak tahu harus bicara bagaimana.
"Kita teh jadi hilang kepercayaan Kus." kata Pepen. "Bisa jadi karena tadinya terlalu percaya ke orang lain, sekarang yang kita percaya malah nggak adil.
Tadi pagi Mira ke sini. Katanya dititipin pesan sama Kang Zul kita harus ke sana. Aku bilang ke Mira, sekarang-sekarang lagi nggak mau ketemu sama Kang Zul. Dibilang begitu, Mira agak kaget. Boro-boro Mira, aku sendiri hampir nggak percaya, apa sebabnya aku sampai bicara begitu."
"Ada perlu apa Kang Zulnya?"
"Nggak tahu."
"Kata Mira?"
"Sesudah aku biasa lagi dia malah bercanda. Kenapa marah-marah, ...nggak kebagian sapi?"
(Bersambung)
(Judul Asli : Mikung, Novelette berbahasa Sunda karya Abdullah Mustappa. Diterbitkan oleh Daya Seni Tradisi Sunda (Dasentra) Bandung, Indonesia. Cetakan Pertama Januari 1983. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Wahyu Barata).