Mohon tunggu...
Kiki Olivia Panjaitan
Kiki Olivia Panjaitan Mohon Tunggu... Lainnya - Happy wife 🌷 Blessed mom of three

IRT yang sedang mencoba menepi dari hiruk pikuk dunia, dan (sok) ingin jadi penulis, tapi males nulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pizza untuk Udin

29 Juni 2024   12:06 Diperbarui: 29 Juni 2024   12:26 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Duit dari mana pak?" Rumi bertanya dengan suara yang hanya bisa didengar olehnya dan Jaka saja, tak ketinggalan ia mencubit sedikit pinggang Jaka.

Jaka hanya mengangkat bahunya.

***

Jaka senyum kecut mengingat permintaan Udin semalam. Dikembalikannya uang sepuluh ribunya ke dalam saku celana. Dalam benaknya semoga nanti sore ia sudah bisa membeli pizza untuk Udin.

Jaka kembali melangkah menyusuri jalan menuju Pasar Pagi untuk memulung barang-barang bekas di sana. Biasanya menjelang siang seperti ini sudah banyak botol plastik bekas yang berserakan.

Setelah mengumpulkan beberapa botol plastik, Jaka duduk sebentar di bangku kayu yang ada di pasar. Pikirannya kembali kalut.
 
Membeli pizza mungkin bukanlah hal istimewa bagi kebanyakan orang. Banyak orang yang bisa membelinya dengan gampang, tapi tidak dengan Jaka dan Rumi. Hasil memulung setiap hari harus dipotong lagi dengan membayar utang mereka di rentenir.

Waktu itu Udin demam tinggi sampai kejang-kejang. Jaka dan Rumi panik dan langsung membawanya ke Rumah Sakit. Jaka terpaksa meminjam uang kepada Mak Ros, rentenir yang terkenal dengan bunga pinjaman mencekik. Pantas memang ia disebut lintah darat, menghisap darah korbannya sampai kenyang.  

Utang Jaka lima juta, ia harus membayar tiga puluh ribu setiap hari sebagai bunga. Itu pun utang pokoknya yang lima juta tidak dihitung berkurang. Sementara hasil memulung setiap hari paling banyak lima puluh ribu. Kadang-kadang hanya tiga puluh ribu.

Kalau Jaka tidak membayar bunga pinjamannya, bisa-bisa bunga itu berbunga dan berbunga lagi menjadi semakin banyak. Mak Ros punya anak buah preman yang kapan saja bisa mengancam dan mengintimidasinya.

Jaka bisa apa? Ia terlalu takut untuk melawan. Bukankah orang kecil tak punya kuasa untuk melawan orang besar?

"Woi, melamun aja. Nanti kesambet." Herman menepuk pundak Jaka, lalu duduk di sampingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun