Sudah lima kali Jaka berjalan mondar-mandir di depan restoran Pizza yang terkenal itu.
Ditangannya ada selembar uang pecahan sepuluh ribu. Ia tahu uangnya pasti tidak cukup untuk membeli sekotak hidangan khas Italia yang dijual di sana, tapi permintaan Udin, anak semata wayangnya semalam membuatnya gusar.
***
"Mak, kapan Udin bisa makan pizza? Si Togap udah, Joni juga udah. Cuma Udin yang belum pernah makan piza, Mak," sungut Udin.
"Kalau Togap sama Joni udah makan pizza, memangnya kau harus makan juga?" tanya Rumi---istri Jaka dengan logat Medannya.
"Iyalah, Mak. Biar keren. Udin ini ketua geng, masak kalah sama anak buah sendiri." Udin menepuk dadanya seolah bangga dengan sebutan ketua geng yang diucapkannya.
"Din, kau tahu nggak, makan pizza itu bisa cacingan," Â sahut Jaka cepat, biar Udin nggak banyak permintaan lagi. Â Tapi justru ocehan bocah berparas tampan namun dekil itu semakin menjadi-jadi.
"Nggakpapa cacingan, Pak. Daripada bisulan. Kata si Togap kalau tiap hari makan telur bisa bisulan," jawab Udin sambil  memasukkan telur dadar ke dalam mulutnya.
Malam itu mereka makan dengan lauk sebutir telur didadar lalu dibagi tiga.
"Lagian kan besok Udin ulang tahun, Pak. Belikanlah Udin pizza. Sekaliiiii ini aja. Biar Udin bahagia." Udin mengerjapkan matanya, melayangkan senyum penuh harap pada Jaka dan Rumi.
"Ya udah besok bapak beli ya." Jaka mengacak-acak rambut Udin.