Mohon tunggu...
Kianna Putri Haiqa
Kianna Putri Haiqa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya mahasiswi Ilmu Komunikasi di Universitas Komputer Indonesia. Saya suka menonton film dan membaca novel.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dari Gaji Rp42.000, Sulastri Mewujudkan Impian Mendirikan Yayasan

8 Desember 2024   00:54 Diperbarui: 8 Desember 2024   00:54 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sulastri, S.Pd., M.M.

Dalam kehidupan, ada sosok-sosok yang memilih untuk menorehkan jejak mereka bukan melalui kekayaan atau kekuasaan, melainkan melalui dedikasi dan pengabdian. Sulastri, S.Pd., M.M., adalah salah satunya. Ia adalah seorang pendidik yang tidak hanya melihat pendidikan sebagai profesi, tetapi juga sebagai panggilan hidup. Selama lebih dari tiga dekade, ia telah membaktikan dirinya untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berintegritas dan memiliki jiwa kemanusiaan.

Sulastri tumbuh dengan keyakinan bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu masa depan yang lebih baik. Meskipun menghadapi berbagai tantangan dalam perjalanan hidupnya, ia berhasil mengubah keterbatasan menjadi kekuatan. Mulai dari menjadi seorang guru dengan gaji kecil hingga mendirikan yayasan pendidikan, cerita hidupnya adalah inspirasi tentang keteguhan hati, kerja keras, dan semangat pantang menyerah.

Dalam biografi ini,  akan menelusuri perjalanan hidup Sulastri dari masa kecilnya yang sederhana hingga menjadi pendidik yang dihormati, pemimpin yang bijaksana, dan penggerak pendidikan yang inklusif. Mari kita mengenal lebih dekat sosok luar biasa ini dan memahami bagaimana ia memberikan kontribusi nyata bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Biodata

Sulastri, S.Pd., M.M., adalah seorang pendidik yang mengabdikan hidupnya untuk membangun generasi bangsa. Lahir di Jakarta pada 22 Oktober 1964, beliau adalah anak kedua dari enam bersaudara yang tumbuh dalam keluarga sederhana namun penuh nilai-nilai luhur. Meskipun hidup dalam keterbatasan, semangat belajar dan cita-citanya untuk menciptakan masa depan yang lebih baik sudah terlihat sejak kecil. Melalui dedikasi, kerja keras, dan ketulusan hati, Sulastri telah menorehkan perjalanan karier yang inspiratif, mendirikan yayasan pendidikan, dan menjadi panutan dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Sulastri tumbuh mandiri di lingkungan yang memandang pendidikan sebagai jalan untuk mengubah kehidupan. Orang tuanya menanamkan nilai-nilai kerja keras dan pentingnya pendidikan kepada anak-anak mereka. Sebagai anak kedua, Sulastri sering membantu orang tuanya mengurus adik-adiknya, sekaligus menyeimbangkan waktu untuk belajar. Hal ini melatihnya menjadi sosok yang mandiri dan bertanggung jawab sejak dini.

Ketika Sulastri memulai pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru (SPG), ia sudah memiliki tekad kuat untuk menjadi seorang guru. SPG pada masa itu dianggap sebagai salah satu lembaga pendidikan yang cukup bergengsi, khususnya untuk perempuan. Namun, perjalanan pendidikannya tidaklah mudah. Dalam keterbatasan ekonomi, Sulastri tetap berjuang keras untuk menyelesaikan pendidikannya. Dukungan dari keluarganya dan keyakinan bahwa pendidikan adalah kunci kesuksesan menjadi motivasi terbesar baginya.

Lulus dari SPG-MY pada tahun 1984, Sulastri tidak langsung merasakan kemapanan. Sebaliknya, ia harus menghadapi kenyataan pahit bekerja dengan gaji yang sangat kecil sebagai guru di Sukabumi. Namun, pengalaman ini menjadi awal perjalanan karier yang penuh arti.

Peran Ganda Sebagai Ibu dan Pendidik

Di tengah kesibukannya sebagai pendidik, Sulastri juga menjalankan peran penting sebagai seorang istri dan ibu. Pada tahun 2004, ia dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Yohana Sance Sabarina itu menjadi sumber kebahagiaan dan motivasi dalam hidupnya. Sebagai seorang ibu, Sulastri selalu berusaha menanamkan nilai-nilai pendidikan dan moral kepada putrinya. Ia ingin putrinya tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berempati, dan memiliki semangat belajar yang tinggi, seperti yang telah ia teladankan sepanjang hidupnya.

Mengurus keluarga sambil menjalankan tanggung jawab besar sebagai kepala sekolah bukanlah hal yang mudah. Namun, Sulastri berhasil menyeimbangkan keduanya dengan baik. Ia membuktikan bahwa seorang wanita dapat menjalankan berbagai peran dengan penuh tanggung jawab dan tetap memberikan kontribusi besar kepada masyarakat.

Meniti Karier Sebagai Guru

Setelah lulus, Sulastri mulai mengajar di SD Persatuan di Sukabumi, dengan gaji hanya sebesar Rp42.000  per bulan. Meski kecil, ia merasa bangga dapat mengabdikan dirinya di dunia pendidikan. Mengajar di lingkungan yang beragam, terutama dengan murid-murid yang sebagian besar berasal dari keluarga keturunan Tionghoa, membuka wawasan Sulastri tentang pentingnya keberagaman dalam pendidikan. Ia belajar menghargai perbedaan dan melihatnya sebagai kekuatan, bukan hambatan.

Pada tahun 1986, Sulastri memutuskan untuk mencari peluang yang lebih baik di Jakarta. Pindah ke ibu kota bukanlah langkah yang mudah. Ia harus meninggalkan kampung halamannya dan memulai segalanya dari awal. Namun, di Jakarta, peluangnya sebagai guru semakin luas. Ia bekerja di berbagai sekolah di kawasan Kelapa Gading dan Sunter, di mana ia mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar dan pengalaman berharga. Dengan kenaikan gaji menjadi Rp250.000 per bulan, Sulastri merasa semakin termotivasi untuk terus mengembangkan diri.

Di setiap sekolah tempat ia mengajar, Sulastri dikenal sebagai guru yang penuh semangat dan berdedikasi tinggi. Ia tidak hanya memberikan pelajaran akademik, tetapi juga membangun hubungan yang erat dengan murid-muridnya. Bagi Sulastri, menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hidup.

Langkah Besar Menjadi Kepala Sekolah

Karier Sulastri mencapai titik balik pada tahun 2001 ketika ia ditunjuk menjadi kepala sekolah di Lippo Cikarang. Jabatan ini memberinya tanggung jawab yang lebih besar, tetapi juga membuka peluang untuk mengimplementasikan visi pendidikan yang lebih luas. Sebagai kepala sekolah, Sulastri tidak hanya memimpin institusi, tetapi juga membimbing para guru, meningkatkan kurikulum, dan memastikan setiap siswa mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Selama lebih dari dua dekade di Lippo Cikarang, Sulastri berhasil membawa sekolah tersebut menjadi salah satu lembaga pendidikan yang dihormati. Ia memimpin dengan hati, mengutamakan pendekatan humanis, dan selalu mendengarkan kebutuhan murid serta staf pengajar. Pengalaman panjang ini juga memperkenalkannya pada dunia manajemen pendidikan, sebuah bidang yang kemudian ia tekuni dengan penuh semangat.

Mendirikan Yayasan Meriba Mengubah Wujud Dedikasi pada Pendidikan

Pada tahun 2007, Sulastri mengambil langkah besar yang mengubah arah hidupnya dengan mendirikan Yayasan Meriba, yang kini dikenal sebagai SD dan TK Lestari. Bermodalkan dua rumah yang ia beli dari hasil kerja kerasnya, ia merintis yayasan tersebut sebagai upaya untuk memberikan pendidikan berkualitas bagi anak-anak dari berbagai latar belakang sosial. Keputusan ini dilandasi oleh keyakinannya bahwa pendidikan adalah hak setiap anak, tanpa memandang kondisi ekonomi keluarga atau status sosial mereka. Dengan visi yang jelas untuk menciptakan peluang yang setara bagi semua anak, Sulastri mulai merancang sebuah lembaga pendidikan yang tidak hanya mengutamakan akademik, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai moral dan sosial.

Pendirian yayasan ini bukanlah perjalanan yang mudah. Tantangan besar dihadapi Sulastri, mulai dari proses mendapatkan izin operasional hingga meyakinkan masyarakat sekitar akan pentingnya pendidikan. Di tengah keterbatasan dana dan fasilitas yang ada, ia harus bekerja keras untuk memperkenalkan visi dan misinya kepada orang tua dan masyarakat. Beberapa orang bahkan meragukan kemampuannya untuk mengelola sebuah lembaga pendidikan, namun dengan semangat pantang menyerah dan tekad yang kuat, Sulastri terus berusaha meyakinkan mereka bahwa pendidikan yang layak dan berkualitas adalah hak setiap anak, tidak peduli dari latar belakang mana mereka berasal. Selain itu, ia juga menghadapi tantangan dalam mencari tenaga pengajar yang memiliki komitmen dan dedikasi yang sama terhadap dunia pendidikan. Namun, Sulastri tidak menyerah. Ia mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang sevisi dan bersedia berjuang bersama mewujudkan tujuan besar tersebut.

Dengan dukungan keluarga, para pendidik yang berdedikasi, dan masyarakat yang mulai menerima keberadaan sekolah ini, Yayasan Meriba berkembang pesat dalam waktu yang relatif singkat. Sekolah yang awalnya hanya terdiri dari dua rumah sebagai ruang kelas kini telah berkembang menjadi enam rumah yang digunakan untuk menampung jumlah siswa yang semakin banyak. Sekolah ini tidak hanya menjadi tempat belajar bagi anak-anak, tetapi juga menjadi simbol perubahan bagi keluarga-keluarga yang sebelumnya mungkin tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang memadai. Dengan semakin berkembangnya jumlah siswa, yayasan ini tidak hanya memberikan pendidikan kepada anak-anak dari Jakarta, tetapi juga mulai menarik perhatian anak-anak dari daerah-daerah lain di sekitar wilayahnya.

Salah satu prinsip utama yang selalu dipegang teguh oleh Sulastri adalah inklusivitas. Yayasan Meriba membuka pintunya bagi anak-anak dari berbagai suku, agama, dan budaya, menciptakan lingkungan belajar yang mencerminkan keberagaman Indonesia. Bagi Sulastri, pendidikan adalah hak setiap anak tanpa diskriminasi. Ia percaya bahwa melalui pendidikan yang baik, setiap anak memiliki potensi untuk meraih masa depan yang lebih cerah, tidak hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi masyarakat di sekitarnya. Di Yayasan Meriba, Sulastri selalu menekankan pentingnya mengajarkan toleransi dan saling menghargai antar sesama, karena ia percaya bahwa generasi masa depan yang baik adalah mereka yang tidak hanya cerdas dalam pengetahuan, tetapi juga dalam empati dan kepedulian terhadap orang lain.

Tidak hanya fokus pada pengelolaan sekolah, Sulastri juga memperhatikan kesejahteraan para tenaga pendidik yang bekerja di bawah naungan yayasannya. Menyadari bahwa guru adalah pahlawan yang berperan penting dalam membentuk karakter dan masa depan anak-anak, Sulastri berkomitmen untuk memastikan para guru mendapatkan gaji yang layak. Saat ini, ia telah menggaji banyak guru yang berkontribusi dalam memberikan pendidikan berkualitas di Yayasan Meriba. Salah satu kebanggaan terbesar Sulastri adalah kemampuannya untuk menggaji para guru tersebut dengan tepat waktu setiap bulan, meskipun tantangan keuangan tetap ada, terutama di masa-masa awal pendirian sekolah. Baginya, menghargai pekerjaan guru adalah bentuk penghormatan terhadap profesi yang mulia ini, yang sangat berpengaruh pada perkembangan bangsa.

Sulastri percaya bahwa jika guru merasa dihargai dan kesejahteraannya terjamin, mereka akan bekerja lebih baik dan lebih berdedikasi dalam mendidik anak-anak. Inilah yang menjadi salah satu prinsip dalam mengelola yayasan pendidikan yang ia dirikan. Dengan memberi perhatian penuh kepada para guru, Sulastri berharap mereka dapat mengajar dengan sepenuh hati, yang pada akhirnya akan mencetak anak-anak didik yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan siap menghadapi tantangan hidup.

Selain itu, di tengah kesibukannya mengelola yayasan dan sekolah, Sulastri juga tetap menjalankan peran pentingnya sebagai ibu dari seorang anak perempuan yang lahir pada tahun 2004. Meskipun kariernya sebagai pendidik dan pengelola yayasan membutuhkan banyak waktu dan perhatian, ia tidak pernah melupakan tanggung jawabnya sebagai ibu. Ia berusaha sebaik mungkin untuk memberi perhatian dan kasih sayang kepada anaknya, meskipun terkadang harus membagi waktu dengan tuntutan pekerjaan yang tidak pernah ada habisnya. Sebagai ibu, Sulastri ingin menanamkan nilai-nilai penting kepada anaknya, yaitu tentang pentingnya pendidikan, kerja keras, dan pengabdian kepada masyarakat.

Tantangan lainnya yang harus dihadapi Sulastri dalam perjalanan hidupnya adalah kesehatan. Sejak beberapa tahun yang lalu, Sulastri didiagnosis menderita diabetes, yang telah menjadi masalah kesehatan yang cukup berat baginya. Meski demikian, ia tidak membiarkan kondisi fisiknya menghalangi tekad dan semangatnya untuk terus berjuang. Ia tetap menjalani rutinitasnya dengan penuh dedikasi, meskipun harus bergantung pada kursi roda untuk mobilitas sehari-hari. Penyakit diabetes yang dideritanya memerlukan perhatian medis yang serius, namun Sulastri tetap menunjukkan ketangguhan luar biasa dalam menghadapi segala tantangan yang datang. Meskipun tubuhnya mulai lemah, semangat dan tekadnya tidak pernah padam. Bagi Sulastri, dunia pendidikan adalah hidupnya, dan ia berkomitmen untuk terus memberikan yang terbaik bagi anak-anak dan para guru yang ada di yayasannya.

Dengan segala pencapaian ini, Yayasan Meriba tidak hanya menjadi tempat belajar bagi anak-anak, tetapi juga simbol keberanian, ketekunan, dan dedikasi seorang perempuan yang percaya bahwa pendidikan adalah kunci perubahan. Sulastri telah membuktikan bahwa dengan kerja keras, ketulusan hati, dan keberanian untuk menghadapi segala tantangan, sebuah impian dapat diwujudkan menjadi kenyataan yang memberikan manfaat bagi banyak orang. Melalui yayasan yang ia dirikan, Sulastri telah membuka pintu harapan bagi anak-anak yang dulunya mungkin tidak memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan yang lebih baik. Kini, Yayasan Meriba menjadi saksi dari perjalanan hidup Sulastri yang luar biasa dan menjadi contoh inspirasi bagi generasi muda yang ingin memberikan kontribusi positif kepada bangsa ini.

Peran Gandanya dalam Pendidik dan Pemimpin

Selain mengelola Yayasan Meriba, Sulastri juga menjabat sebagai kepala sekolah di SDS Karya Iman dan SDN Cibatu 02. Dengan jadwal yang padat, ia sering mengendarai mobil sendiri untuk mengunjungi ketiga sekolah tersebut setiap hari. Meski sibuk, Sulastri selalu berusaha hadir secara fisik maupun emosional bagi para siswa dan guru.

Sebagai seorang pemimpin, Sulastri tidak hanya berfokus pada hasil akademik. Ia juga menanamkan nilai-nilai moral, kepedulian sosial, dan rasa hormat kepada sesama. Ia percaya bahwa pendidikan yang baik harus mencakup pembentukan karakter. Karena itu, Sulastri sering mengadakan kegiatan yang melibatkan siswa dalam aksi sosial, seperti membantu masyarakat kurang mampu atau menjaga kebersihan lingkungan.

Menghadapi Tantangan dalam Karier

Perjalanan karier Sulastri tidak selalu mulus. Sebagai tulang punggung keluarga, ia harus membagi perhatian antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Sulastri tidak hanya membantu perekonomian rumah tangga, tetapi juga menyekolahkan empat adik-adiknya hingga ke jenjang kuliah. Dengan gaji yang terbatas, ia berhasil mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga kebutuhan keluarga tetap terpenuhi.

Tantangan lainnya adalah bagaimana meyakinkan masyarakat sekitar Yayasan Meriba untuk menerima keberadaan sekolah tersebut. Beberapa tetangga awalnya menolak karena khawatir aktivitas sekolah akan mengganggu lingkungan mereka. Namun, Sulastri menghadapi semua ini dengan sabar dan penuh kasih. Ia terus berdialog dengan masyarakat hingga akhirnya mereka menerima dan bahkan mendukung keberadaan sekolah tersebut.

Menghadapi Tantangan Kesehatan

Seiring bertambahnya usia dan semakin beratnya tanggung jawab yang ia emban, kondisi kesehatan Sulastri terus menurun. Diabetes yang dideritanya selama bertahun-tahun menyebabkan komplikasi serius, hingga akhirnya membuatnya harus menggunakan kursi roda untuk beraktivitas.

Meskipun kondisi ini membatasi mobilitasnya, semangat dan dedikasi Sulastri tetap menyala. Ia tetap memimpin Yayasan Meriba dengan penuh cinta dan tanggung jawab. Bagi Sulastri, keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk terus berkontribusi dalam dunia pendidikan. Dengan bantuan keluarga dan timnya, ia terus berupaya memberikan yang terbaik bagi siswa-siswanya.

Nilai Hidup dan Harapan untuk Generasi Muda

Setelah lebih dari tiga dekade mengabdi, Sulastri akan pensiun sebagai pegawai negeri pada 1 November 2024. Namun, pensiun bukan berarti akhir dari pengabdian. Sulastri berencana tetap aktif dalam dunia pendidikan melalui Yayasan Meriba dan berbagai kegiatan sosial lainnya.

Pesan yang selalu ia sampaikan kepada anak didiknya adalah:

"Selama hidup, kita belajar. Bersosialisasi dengan baik kepada siapa saja, penuh kasih, dan penuh belas kasih. Lihatlah ke bawah untuk belajar bersyukur, dan jangan terlalu sering melihat ke atas agar tetap rendah hati."

Sulastri percaya bahwa kesuksesan sejati bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa memberi manfaat bagi orang lain. Ia berharap generasi muda tidak hanya mengejar prestasi akademik, tetapi juga memiliki empati, integritas, dan semangat untuk berbagi dengan sesama.

Warisan Inspirasi

Dalam kehidupan, ada sosok-sosok yang memilih untuk menorehkan jejak mereka bukan melalui kekayaan atau kekuasaan, melainkan melalui dedikasi dan pengabdian. Sulastri, S.Pd., M.M., adalah salah satunya. Ia adalah seorang pendidik yang tidak hanya melihat pendidikan sebagai profesi, tetapi juga sebagai panggilan hidup. Selama lebih dari tiga dekade, ia telah membaktikan dirinya untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berintegritas dan memiliki jiwa kemanusiaan.

Lahir dan besar di Jakarta dari keluarga sederhana, Sulastri tumbuh dengan keyakinan bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu masa depan yang lebih baik. Meskipun menghadapi berbagai tantangan dalam perjalanan hidupnya, ia berhasil mengubah keterbatasan menjadi kekuatan. Mulai dari menjadi seorang guru dengan gaji kecil hingga mendirikan yayasan pendidikan, cerita hidupnya adalah inspirasi tentang keteguhan hati, kerja keras, dan semangat pantang menyerah.

Dalam biografi ini,  telah menelusuri perjalanan hidup Sulastri dari masa kecilnya yang sederhana hingga menjadi pendidik yang dihormati, pemimpin yang bijaksana, dan penggerak pendidikan yang inklusif. Jadikan Contoh kisah hidup beliau menjadi pedoman dalam mencapai kesuksesan bagi Para Pendidik. 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun