Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Strategi Durasi Sehat Screen Time pada Anak

10 Mei 2024   20:28 Diperbarui: 11 Mei 2024   00:07 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa kini, tidak terhitung banyaknya jumlah aktivitas pekerjaan yang bisa dilakukan secara fleksibel dalam jaringan (online). Salah satunya, mobilitas digital yang memungkinkan para orang tua untuk bekerja dari mana saja termasuk dari rumah.

Akan tetapi, sebagian orang tua mengalami sebuah "kedilemaan". Aktivitas screen time untuk kepentingan pekerjaan yang berlangsung setiap hari di rumah, misalnya melalui ponsel pintar, tablet, laptop, komputer, maupun lainnya dilihat oleh anak-anak.

Anak yang merasa "gabut" atau bingung mau ngapain sedangkan orangtuanya lagi fokus pada pekerjaan biasanya langsung cari remote untuk menonton televisi. Ada juga yang merengek ingin pinjam ponsel orangtuanya untuk melihat tontonan menarik di kanal YouTube.

Di satu sisi orang tua harus konsentrasi untuk bekerja, namun di sisi lain merasa tidak tenang jika anak terus-terusan dibiarkan screen time.

Lantas, bagaimana cara orang tua mengatur screen time pada anak sementara orang tua screen time setiap hari sebab kepentingan pekerjaan?

Karena masih banyak orang tua yang mengambil langkah praktis dengan membiarkan anak turut screen time asal pekerjaannya "tidak terganggu". Tanpa memikirkan dampak jangka panjang terhadap aktivitas anak tersebut.

Sehingga pemandangan yang didapati adalah anak bangun pagi langsung nonton tv atau hp, lebih memilih nonton dari pada main atau tidur, bahkan nonton sampai ketiduran. Parahnya lagi, anak tantrum ketika dibatasi screen time-nya. Hal demikian tentunya menjadi sebuah persoalan baru dalam proses pengasuhan.

Screen Time dan Dampak Buruknya

Kementerian Kesehatan mendefinisikan screen time sebagai waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi, menggunakan komputer atau laptop, bermain video game, atau pun jenis gawai lainnya.

Berkaitan dengan waktu menatap layar tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan bahwa anak pada usia di bawah satu tahun tidak boleh terpapar layar. Selanjutnya, screen time pada anak usia 2-4 tahun tidak boleh lebih dari 1 jam dalam sehari. Tujuannya agar anak bisa teralihkan pada aktivitas sehat, membiasakan olah raga, dan menjaga kualitas tidurnya.

Sejalan dengan hal tersebut, para ahli merekomendasikan durasi tertentu berdasarkan usia anak agar tidak terganggu perkembangannya.

Pertama, pada usia 0-18 bulan semestinya sama sekali tidak ada waktu menatap layar kecuali ada panggilan video keluarga. Dalam rentang usia ini anak dianjurkan untuk fokus bermain, membaca, dan segala aktivitas yang mendorong interaksi orang tua dengan anak.

Kedua, pada usia 18-24 bulan, anak diperbolehkan menonton konten edukasi dengan durasi terbatas dan didampingi orang tua atau pengasuh.

Ketiga, pada usia 2-5 tahun, anak diperbolehkan menonton selain konten edukasi tetapi dibatasi dengan durasi yang telah ditentukan misalnya pada weekday 1 jam dan weekend 3 jam.

Keempat, pada anak usia lebih dari 5 tahun, tidak ada aturan baku. Secara umum screen time tidak boleh mengganggu pembelajaran, interaksi dengan teman dan keluarga, aktivitas fisik, tidur, atau kesehatan mental lainnya.

Berikut dampak buruk dari screen time pada anak jika melebihi durasi yang dianjurkan, diantaranya :

1. Anak mudah stres dan tantrum. Anak tidak bisa jauh dari gawai maupun televisi sehingga aktivitas makan atau lainnya harus sembari screen time. Jika tidak, pada anak usia balita misalnya, akan mudah tantrum.

2. Tidak baik bagi kesehatan mata. Paparan radiasi pada perangkat elektronik berlayar dapat berdampak pada kondisi kelelahan mata (mata berair), mata kemerahan, kepala pusing hingga bisa saja menderita rabun jauh (mata minus). Bahkan anak yang sudah menderita mata minus akan bertambah angka minusnya.

3. Meningkatkan risiko obesitas. Salah satu pemicunya adalah anak cenderung pasif karena screen time dilakukan dengan cara rebahan, duduk berlama-lama, dan kondisi minim (malas) gerak lainnya.

4. Berbahaya bagi otak dan tumbuh kembang anak. Otak sebagai pusat daya pikir anak akan terganggu sehingga berpengaruh pula pada tumbuh kembang anak.

5. Membuat anak menjadi malas berpikir. Kegiatan pasif yang hanya menatap layar akan membuat anak terbiasa menikmati tayangan yang ia lihat. Otaknya tidak terlatih untuk berpikir karena terbiasa dimanjakan oleh tontonan menarik ketika screen time.

6. Mengalami masalah kesehatan tertentu. Kebiasaan screen time berlebih ini dan memicu persoalan baru berupa masalah kesehatan seperti gangguan saraf, sakit area leher dan punggung.

7. Kemampuan bersosialisasi berkurang dan hilangnya empati. Keasyikan menonton televisi maupun gawai dapat berdampak pada sikap apatis anak terhadap kondisi sekelilingnya. Anak asyik dengan "dunianya" sendiri tanpa membutuhkan teman bermain di sampingnya.

8. Adanya gangguan tumbuh kembang. Selain berpengaruh pada kesehatan mata, screen time berlebih dapat menyebabkan anak rentan mengalami gangguan tidur. Selain itu, berpengaruh pula pada perkembangan sensorik, motorik halus, dan motorik kasarnya yang tidak sesuai dengan milestone tumbuh kembang sesuai umur.

Strategi Durasi Sehat

Penulis mendefinisikan durasi sehat screen time pada anak sebagai waktu yang tepat, efektif, dan efisien dalam pemberian waktu menatap layar serta untuk menekan efek negatif atau potensi buruk yang terjadi. Dengan kata lain, memaksimalkan manfaatnya dan meminimalisir mudharatnya.

Oleh sebab itu, agar screen time orang tua untuk kepentingan pekerjaan dapat ditunaikan dengan lancar dan anak tetap melaksanakan kegiatan positif, maka perlu diterapkan strategi durasi sehat screen time pada anak, diantaranya :

1. Menguatkan kelekatan (bonding) antara orang tua dan anak.

Ya, sebegitu pentingnya membangun ikatan emosional yang baik dengan anak. Sehingga demikian bisa membuat anak menjadi mudah diajak kerja sama dan melaksanakan aturan yang diterapkan oleh orangtuanya.

Adapun kelekatan emosional ini bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk. Salah satunya yaitu orang tua yang membiasakan diri mendengarkan cerita anak hingga tuntas. Dengan demikian anak dengan leluasa bercerita dan menyampaikan semua yang ada di benaknya.

Sehingga ketika orang tua menjelaskan alasan screen time untuk kepentingan pekerjaan diharapkan anak juga bisa mengerti, memahami, dan bisa memaklumi.

2. Menyediakan buku, peralatan prakarya, dan mainan edukatif untuk anak.

Inilah pentingnya orang tua mengupayakan stimulasi pengganti screen time pada anak agar tumbuh kembangnya optimal.

Adapun piranti atau media stimulan tersebut bisa berupa berbagai koleksi buku ensiklopedia anak, aneka warna plastisin (playdough), satu set alat mewarnai dengan cat air, worksheet membaca menulis dan berhitung (calistung), kertas origami, lem kertas, manik-manik untuk meronce, gunting anak, puzzle, dan masih banyak lagi.

Anak-anak senang membuat sesuatu sehingga orang tua sebelumnya bisa mengajarinya terlebih dahulu barulah kemudian biarkan anak berkreasi sendiri. Dengan demikian diharapkan anak sibuk eksplorasi diri dan bisa lupa dengan screen time agar tidak ada yang namanya istilah adiksi atau kecanduan pada gawai.

3. Mendiskusikan jadwal aktivitas harian anak.

Pada situasi yang tenang, inilah saat yang tepat untuk mengomunikasikan tentang penggunaan gawai (atau piranti screen time lainnya) pada orang tua sebagai keperluan dan kepentingan pekerjaan.

Pada bagian ini pula berlaku penerapan kedisiplinan waktu pada anak. Oleh sebab itu, sebaiknya orang tua mengalihkan anak pada aktivitas lain yang bernilai positif seperti membaca buku, berenang, bermain di playground atau taman, dan sebagainya.

Misalnya, orang tua mewajibkan aktivitas harian yaitu mewarnai pada anak balita berusia 3-5 tahun dalam rentang waktu 10 -- 30 menit sesuaikan dengan situasi dan kondisi. Hindari rasa bosan mendera anak hingga justru membuatnya rewel.

4. Menjadi teladan (role model) bagi anak.

Ayah dan Bunda, anak banyak belajar dari apa yang dia lihat dan amati setiap harinya. Maka, upayakan setiap aktivitas yang kita lakukan memberikan pengaruh positif pada anak.

Pertama, fokuskan screen time hanya sebagai media bekerja dan belajar. Adapun misalnya selingan game dan video hiburan sesekali bisa diakses asal dengan pengawasan dan durasi tidak bablas.

Kedua, menghindari atau meminimalisir pegang ponsel saat ngobrol dengan anak. Sebaiknya manfaatkan waktu tersebut sebagai momentum quality time yang mengasyikkan. Jika memungkinkan, ayah dan bunda bisa saling bergantian menemani anak bermain sembari bergantian menyelesaikan tugas pekerjaan masing-masing.

Ketiga, orang tua tidak boleh melewatkan kegiatan positif dan produktif bersama anak seperti membaca (atau membacakan) buku, murojaah, olah raga, beres-beres mainan, membuat aneka camilan, dan sebagainya. Hal demikian untuk menjadi sebuah pelega bagi anak bahwa orang tua saat sedang fokus screen time bukan berarti mengabaikannya, namun ada waktunya.

***

Anak-anak penuh dengan keingintahuan, sehingga perlunya orang tua memiliki pedoman dalam membatasi durasi screen time tiap harinya di tengah kesibukan pekerjaan. Agar anak tetap bisa tidur dengan nyenyak, makan dengan baik, bersosialisasi, fokus dan konsentrasi tidak mudah terdistraksi, serta menjalani aktivitas fisik lainnya.

Adanya strategi durasi sehat screen time pada anak menjembatani para orang tua agar tetap bisa melaksanakan screen time untuk kepentingan pekerjaan dengan tenang. Selain itu, penerapan strategi ini berperan dalam mendukung capaian optimal pada perkembangan anak meliputi motorik, kognitif, kesehatan fisik, dan sebagainya.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun