Setiap orang tua memiliki pola pengasuhan anak yang beragam sehingga dampaknya secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perilaku, karakter, serta tumbuh kembang anak kelak.Â
Dalam proses pengasuhannya, masing-masing orang tua juga pasti mengalami kisah yang berbeda-beda. Ada orang tua yang proses pengasuhannya nampak baik-baik saja tanpa kendala dan ada juga orang tua yang terlihat riweuh menjalankannya.
Berbicara tentang tumbuh kembang anak, biasanya seorang ibu adalah sosok yang paling vokal dalam hal yang berkaitan dengan proses pengasuhan. Meskipun perlu kita ketahui bahwa pengasuhan anak adalah tanggung jawab kedua orang tua yaitu ibu dan ayah.
Tumbuh kembang anak dapat diartikan sebagai pertumbuhan serta perkembangan anak yang meliputi 6 keterampilan fundamental, yaitu (1) kemampuan motorik halus, (2) keterampilan fisik, (3) kemampuan kognitif, (4) keterampilan interaktif, (5) keterampilan kreatif, dan (6) keterampilan verbal. Keterampilan tersebut menjadi tolok ukur sejauh mana tumbuh kembang anak dikatakan sudah optimal atau belum sesuai dengan rentang usianya.
Pola pengasuhan orang tua terhadap anak juga berdampak pada perkembangan keterampilan tersebut.
Sebagai contoh pada anak balita yang berusia kisaran 3 tahun, ada yang sudah lancar berbicara dan ada pula yang kosakata bicaranya masih sedikit, ada yang sudah lulus toilet training dan ada yang belum, ada yang asyik jika ngobrol saat bermain bersama teman-temannya dan ada pula yang diam saja atau bahkan takut berujung menangis, dan masih banyak lagi. Contoh-contoh tersebut adalah contoh nyata berdasarkan pengalaman penulis.
Dalam kehidupan ini terkadang Tuhan memberikan ujian kepada orang tua yakni melalui anak. Tidak jarang para ibu merasa bersalah bahkan menyalahkan diri sendiri pola asuh terhadap anaknya hingga berujung pada kelabilan emosi. Sudah mencoba mencari jalan keluar bersama dengan keluarga akan tetapi belum juga menemukan solusinya.
Begitu gemas kalau ada orang lain yang membanding-bandingkan kemampuan anak kita dengan anak orang lain. Padahal, ibu sudah dipusingkan saat anak tantrum, anak susah makan, anak belum lulus toilet training, anak pemarah, anak mudah mukul dan suka melempar, anak mudah menangis, anak suka usilin teman, anak belum lancar berbicara, dan masih banyak lagi. Hal yang dipikirkan para ibu makin menumpuk belum lagi masalah pekerjaan dan urusan domestik dalam rumah tangga. Jangan sampai berujung pada depresi.
Hal yang dibutuhkan para ibu saat kondisi demikian adalah menenangkan diri sejenak. Tidak ada salahnya pada suatu waktu para ibu untuk berbagi cerita dengan sesama ibu. Bisa jadi antar ibu memiliki kesamaan hambatan yang sedang dialami dalam pengasuhan anak. Namun, berbagi cerita atau lebih akrab disebut dengan curhat tidak boleh dengan sembarang orang untuk menghindari keadaan semakin memburuk.
Ada ibu yang tipikal tertutup tidak banyak bicara cenderung memendam diri tentang hal yang berkaitan dengan anak. Ada pula karakter ibu yang serta merta berceritakan kepada siapapun terkait tumbuh kembang anaknya.Â
Terlepas dari itu semua, para ibu memiliki tujuan sama yakni menginginkan sebuah penyelesaian atas hambatan yang sedang dialami. Dengan demikian, memulai menciptakan obrolan ringan sesama ibu terkait anak bisa jadi menemukan jalan keluar.
Apabila seorang ibu sudah mentok cerita ke keluarga, tidak ada salahnya curhat ke sesama ibu teman sebaya anaknya. Dengan catatan aman dan tanpa menghakimi, justru mengedukasi.
Curhat Penulis
Bercerita soal toilet training si kecil, ada kisah dimana momen curhat penulis dengan ibu teman si kecil berbuah hasil. Suatu ketika penulis menemani si kecil main ke rumah temannya yang jaraknya cukup dekat. Beruntunglah saat itu ibu teman si kecil sedang berada di rumah. Terjadilah obrolan diantara kami membahas tentang perkembangan kemampuan anak kami Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) di toilet.
Penulis menceritakan bahwa si kecil sudah mau BAK di toilet sendiri namun tidak dengan BAB-nya. Si kecil masih suka kecolongan BAB di celana maupun di popok. Apa mungkin si kecil trauma karena dulu pernah sedikit penulis "paksa" BAB di toilet sehingga berdampak pada rasa takut. Hal demikian yang penulis khawatirkan. Semakin ke sini penulis mencoba untuk memberikan kelonggaran pada si kecil namun tetap terus menasihatinya.
Cerita tersebut penulis utarakan pada ibu teman si kecil hingga obrolan kami berujung pada momen teman si kecil yang ingin BAB.
Itu dia yang penulis tunggu-tunggu, batin penulis.
Pada akhirnya si kecil menyaksikan sendiri bahwa temannya sudah mampu BAB ke kamar mandi. Ibu teman si kecil pun turut menyemangati si kecil agar seperti anaknya.
Sepulang main dari rumah temannya, beberapa hari masih saja si kecil kecolongan BAB-nya. Penulis mencoba terus bersabar dan tibalah waktunya si kecil membuktikan kemampuannya selang satu dua minggu. Sampai-sampai penulis terharu bahwa si kecil pada akhirnya mampu BAB di toilet.
Selamat lulus toilet training ya, Nak. Gumam penulis.
Berdasarkan secuil cerita di atas, penulis menyadari bahwa pentingnya sesama ibu untuk saling berbagi informasi atau bisa dibilang curhat tentang tumbuh kembang anak.
Manfaat Curhat Sesama Ibu
Berbicara tentang curhat, penulis sampaikan beberapa manfaat curhat dengan sesama ibu, diantaranya:
1. Meminimalisir konflik antar ibu misalnya gara-gara ulah anak. Diharapkan para ibu saling memaklumi dan tidak menaruh dendam atas kejadian yang terjadi misalnya anak bertengkar karena berebut mainan.
2. Hubungan antar ibu lebih erat membentuk ikatan kekeluargaan. Membangun jaringan sosial dengan para ibu yang memiliki energi positif bisa membantu suasana hati tenang dan berimbang.
3. Memperluas wawasan ibu dalam pengasuhan dan pemantauan tumbuh kembang anak. Dengan saling berbagi cerita, para ibu dapat saling mengisi kekosongan dalam ilmu parenting.
4. Ibu lebih percaya diri karena masing-masing ibu memiliki kendala yang berbeda dalam pengasuhan namun memiliki tujuan yang sama untuk tumbuh kembang anak yang optimal.
5. Tidak menjadi ibu yang kaku dan kolot yang justru dapat merugikan anak sendiri. Saat sesama ibu saling curhat upayakan tidak melabeli anak dengan sebutan anak penakut, anak ngeyelan, dan seterusnya karena itu masuk sugesti dalam diri ibu agar anak tumbuh kembangnya baik.
6. Ibu merasa lega dan lebih tenang sehingga mengurangi beban emosional. Curhat akan menjadi salah satu obat bagi orang yang sulit berkonsentrasi hingga berimbas pada kesehatan fisik dan mental bahkan hingga depresi.
7. Meningkatkan pemahaman diri dalam menghadapi permasalahan sehingga dapat mengambil keputusan dan langkah tindak lanjut dalam hal ini berkaitan dengan pengasuhan anak.
8. Membuka perspektif baru. Dengan membagikan cerita, kita akan memiliki perspektif berbeda dengan apa yang dialami sehingga dapat melihat persoalan lebih objektif.
Setiap ibu memiliki latar belakang keluarga yang berbeda serta latar belakang pendidikan yang bervariasi. Justru hal demikian menjadi pelengkap untuk berbagi cerita pola asuh dan kemampuan tumbuh kembang anak berdasarkan kenyataan yang dialami.Â
Oleh karena itu, pentingnya menciptakan obrolan yang berkualitas terutama berhubungan dengan tumbuh kembang anak. Setiap ibu memberikan feed back atau umpan balik yang beragam pula berupa saran atau nasihat.
Zaman semakin maju justru memberi ruang gerak yang lebih luas untuk para ibu. Jika ibu berkenan banyak sekali ilmu parenting yang bisa diserap melalui media sosial, mengikuti seminar-seminar parenting (webinar), mengikuti kelas parenting, bergabung grup parenting, dan sebagainya. Di situlah para ibu bebas bereksplorasi menyampaikan berbagai pertanyaan dan mencari ilmu seputar parenting.
Curhat Ada Batasnya
Satu hal lagi yang jangan sampai terabaikan oleh para ibu bahwa curhat ada batasannya. Tak jarang dalam setiap obrolan yang semakin asyik justru akan mengupas cerita lebih mendalam dan merambat ke pembahasan yang melebar terutama terkait dengan hal pribadi.Â
Maka hindari hal demikian untuk melindungi privasi karena yang dikhawatirkan berdampak negatif baik pada diri sendiri maupun orang lain. Ibu tetap harus bijak dalam memilih topik yang diceritakan.
Dalam mengasuh anak dipenuhi drama dan mengalami pasang dan surut suasana hati. Tidak lupa untuk ibu terus mengevaluasi diri karena ketika ibu memulai peran sebagai orang tua, seringkali merasa cemas dan takut membuat kesalahan. Namun, penting kiranya diingat bahwa kesalahan adalah bagian alami dari proses belajar dalam mengasuh anak.
Curhat dengan orang yang tepat adalah satu di antara berbagai penetral labilnya emosi seorang ibu selain healing tamasya, shopping, ataupun yang lain.
Semoga bermanfaat.
*Catatan : dalam tulisan ini penulis pribadi mohon maaf apabila terdapat ketidaknyamanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H