Pentas drama hukum-politik habib Rizieq, sedang memasuki scene baru soal penahanan. Scene soal mengasingkan diri, kepulangan, hingga adegan menghipnotis massa yang mampu mengumpulkan simpatisannya berjumlah besar dalam situasi pandemic Covid-19 usai sudah.
Kharisma sekaligus kontroversi ketokohannya, mampu menyita perhatian publik luas. Pernyataan dan tindakannya selama ini, juga telah memberi cipratan rezeki tersendiri bagi kalangan pers, pengamat politik, para pengikut setianya, hingga para pedagang asongan.
Secara politis, dampak pernyataan maupun ceramah agamanya, mampu menjadi kontrol kinerja pemerintah penguasa. Dalam perspektif tertentu, dimaknai sebagai pengganti peran pengawasan anggota legislatif yang sedang turun legitimasi politiknya.
Terkait kasus yang dihadapi habis Rizieq saat ini, setidaknya bagi para pengikut, simpatisan, hingga para pialang politik pendompleng, diduga sudah kadung percaya ada "upaya kriminalisasi" lewat berbagai cara dengan mencari-cari kesalahannya.
Meskipun, ada juga masyarakat yang merasa geram, menilai pemerintah tidak mampu bertindak tegas. Negara seakan melakukan pembiaran dan takut menghadapi seseorang atau kelompok tertentu yang dianggap telah meresahkan bagi warga lainnya.
"Negara tidak boleh kalah menghadapi tekanan politik secara inkonstitusional, dan sebaliknya pemerintah tidak boleh melakukan praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam menjalankan mandat rakyat"
Setidaknya penggunaan kalimat di atas, mendekati tafsir yang tepat untuk memaknai kasus habib Rizieq. Harus ada kontrol dan ketegasan hukum kepada siapa saja pelaku tindak pidana tanpa kecuali, dengan pembuktian dan prosedural hukum secara profesional.
Upaya Kriminalisasi
Menarik untuk diamati, soal benar tidaknya kepolisian menangani kasus habib Rizieq. Apakah kepolisian bekerja secara serampangan, menghalalkan segala cara, dendam politis karena beberapa perwira tinggi terbaiknya dicopot akibat ulah sang habib dan para pengikutnya?
Bahkan para pengikut, simpatisan habib Rizieq, hingga Sebagian publik kadung percaya dengan berbagai penyataan dan opini publik yang mengarah pada dugaan "habib Rizieq akan di-kriminalisasi-kan" pihak kepolisian.
Posisi lembaga kepolisian sebagai salah satu institusi penyidik perkara sedang diuji eksistensinya. Dalam konteks ini, kepolisian harus mampu membuktikan secara logis dan profesional dalam kinerjanya.
Membuktikan secara hukum atas kesalahan habib Rizieq sesuai temuan bukti, keterangan saksi, ditunjang kesimpulan hasil gelar perkara, sehingga dengan keyakinan penyidik perkara bahwa proses dan prosedurnya sudah memenuhi ketentuan pasal KUHP yang dilanggarnya.
Sorotan publik sedang mengarah pada pemerintah penguasa dengan dugaan sedang meng-kriminalisasi-kan habib Rizieq. Soal salah benarnya, publik sedang menunggu klarifikasi, argumen, dan jastifikasinya secara hukum, hingga putusan di depan majelis hakim terhormat.
Kesimpulan hasil gelar perkara, pihak kepolisian telah menetapkan habib Rizieq sebagai tersangka. Persangkaannya berdasarkan ketentuan pasal Pasal 160 dan 216 (KUHP) sebagaimana pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus.
"Pasal 160 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah"
Menilik sangkaan kepada habib Rizieq, dan kalau meruntut berbagai pemberitaan yang sudah beredar selama ini, tentu membuat pengacaranya sibuk menyiapkan berbagai argument hukum maupun alibinya sebagai sangahannya agar bisa lepas dari kasus yang dituduhkan.
Pengertian Kriminalisasi
Istilah "kriminalisasi" kembali mencuat sejak dua komisioner KPK, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad dijadikan Tersangka oleh Bareskrim Polri sekitar Maret 2015, Status Tersangka ditetapkan setelah Budi Gunawan dijadikan tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Penetapan Bambang Widjoyanto dan Abraham Samad sebagai Tersangka, diduga sebagai upaya "kriminalisasi terhadap KPK", karena sebelumnya telah menetapkan Budi Gunawan sebagai calon pesakitan.
Istilah ini memang bukan istilah baru. Istilah ini sendiri merupakan terminologi ilmu Kriminologi dan ilmu Hukum Pidana, yang artinya penentuan suatu perilaku yang sebelumnya tidak dipandang sebagai suatu kejahatan menjadi suatu perbuatan yang dapat dipidana.
Dalam pengertian ini, proses kriminalisasi dilakukan melalui langkah legislasi dengan mengatur suatu perilaku atau perbuatan tertentu sebagai tindak pidana dalam undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang dibolehkan mengatur ketentuan pidana.
Contoh konkrit kriminalisasi dalam pengertian ini adalah penetapan kejahatan pencucian uang pada tahun 2002. Sebelumnya, perbuatan menerima hasil kejahatan bukanlah sebuah kejahatan.
"Namun istilah "kriminalisasi" yang populer dimasyarakat memiliki makna yang berbeda dengan istilah "kriminalisasi" dalam ilmu kriminologi maupun ilmu hukum pidana"Â
Jika dalam krimonologi dan ilmu hukum pidana terminologi "kriminalisasi merupakan istilah biasa", maka kriminalisasi dalam pengertian populer "memiliki makna yang negatif".
Sayangnya, pengertian kriminalisasi dalam pengertian populer sepertinya belum terlalu konkrit. Pencarian definisi ini penting agar lebih jelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan kriminalisasi dalam pengertian populer.
Dan bagi perkembangan ilmu Hukum Pidana, kriminalisasi harus dilihat lebih mendalam, apakah ini merupakan permasalahan hukum atau bukan, dan apakah ada solusi terhadap permasalahan ini.
"Kriminalisasi pada dasarnya adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat atas penegakan hukum yang dilakukan bukan untuk tujuan penegakan hukum itu sendiri"Â
Penggunaan kewenangan penegakan hukum yang seolah-olah bertujuan untuk menegakan hukum, namun sebenarnya tidak. Ada motif lain di baliknya, semata-mata untuk merugikan Tersangka atau orang yang dikehendaki untuk menjadi Tersangka.
Istilah ini sudah digunakan sekitar awal tahun 2000an, muncul saat seorang aktivis buruh dilaporkan melakukan tindak pidana dan diproses perkaranya. Tindak pidana yang dilaporkan cukup janggal, mencuri sendal jepit.
Pelaporan dan pengusutan pencurian sendal jepit tersebut diduga dilakukan sebagai upaya meredam aktivitasnya di serikat buruh yang dipandang menganggu kepentingan pengusaha.
Pengusutan perkara pencurian sendal jepit yang nilainya tak seberapa itu kemudian diistilahkan sebagai "kriminalisasi kasus perburuhan". Sejak saat itu istilah "kriminalisasi" sering digunakan.
Kasus hukum lain, terjadi pada Fredrich Yunadi kuasa hukum Setya Novanto. Frederich diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan dokter Bimanesh, mencegah, menghalangi dan menggagalkan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor.
Sapriyanto sebagai kuasa hukum Frederich Yunadi, bahkan menyebut apa yang dilakukan KPK ini sebagai bentuk kriminalisasi karena kliennya sedang menjalankan tugas dan fungsinya sebagai advokat yang dilindungi UU Advokat.
Menanggapi status tersangkanya Fredrich, Supriyanto Refa mengatakan bahwa KPK telah melakukan kriminalisasi terhadap profesi advokat. Tindakan KPK sudah melecehkan profesi advokat dan profesi advokat terancam punah jika gaya membela advokat dianggap merintangi penyidikan.
Meng-kriminal-kan Diri
Apapun pernyataan hingga berbagai tindakan habib Rizieq habib sejak kepulangannya ke Indonesia, diduga semua pernyataan dan tindakannya itu dilakukan dengan kesadaran penuh.
Apa motif politik dibalik semua perbuatannya itu, hanya habib Rizieq dan para kolega terdekatnya yang tahu dan paham maksud kehendaknya. Â
Atas dasar kesadaran penuh, dan diduga koleganya juga mengerti dan paham konsekwensi politik-hukum yang akan dihadapi. Keputusannya itu, bisa diartikan tidak ada keraguan sedikitpun bagi seorang pejuang sejati menegakkan kebenaran yang sudah diyakininya.
"Tafsir hukum dari "Meng-krimininalisasi-kan diri" bisa berarti bahwa subyek hukum secara sadar telah memahami dan tahu bahwa setiap pernyataan maupun tindakannya tersebut melanggar aturan hukum yang berlaku"
Jika benar dugaan habib Rizieq melakukannya dengan maksud di atas, maka beliau sudah siap segala konsekwensi yang akan dihadapi. Persoalannya kemudian, apakah para pengikutnya sadar dan paham dengan niatan dibalik semua maksud dan tujuan habib Rizieq tersebut?
Sebagai seseorang yang sudah mendeklarasikan diri sebagai tokoh dan pejuang, tentu sudah mengkalkulasi berbagai resiko yang dihadapi. Tidak boleh bersikap pengecut dan merengek sambil bersembunyi dibalik dukungan para konstituen pengikutnya.
Keteladanan menjadi penting melalui pembuktian pertanggungjawaban secara hukum maupun politik. Sebagai pejuang sejati, penjara bukan akhir segalanya, meskipun dakwaan yang dipersangkakan berakhir dengan status narapidana, ataupun sebagai tahanan politik.
Keteladanan itu akan menjadi sia-sia, ketika dakwaan, tuntutan hingga putusan pengadilan menetapkan seseorang yang mendeklarasikan sebagai pejuang divonis bersalah bukan karena kasus tindak pidana politik, melainkan karena tindak pidana kejahatan (kriminal) biasa.
Salam, ....
Bahan Bacaan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H