Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tafsir Kritik Politis Rocky Gerung untuk Presiden dan Anies Baswedan

26 Mei 2020   08:01 Diperbarui: 26 Mei 2020   13:23 4456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Youtube/Rocky Gerung

"Dungu" dan "Akal Sehat" merupakan kata paling popular dari Rocky Gerung. Jika kurang nalar dan minim pengetahuan, atau sedikit pengalaman lapangan, publik cenderung mengamini bangunan retorika yang disampaikan Rocky Gerung.

Konsekuensi rasionalitasnya, akan membuat siapa saja yang sedang berhadapan dengan Rocky Gerung, butuh amunisi lebih untuk berfikir keras menyangkal pernyataan dalam debatnya, demi mengimbangi atau bahkan mematahkan basis argumentasinya.

Umumnya publik Indonesia mengenal Rocky Gerung sebagai filosof, akademisi, dan intelektual yang mumpuni. Bahkan, cara mengkritik yang dilakukan kepada presiden, pemerintah, maupun kelompok politik lainnya terkait subyek tertentu, tidak jarang menyelipkan kata dungu dan akal sehat sebagai bagian dari narasi pernyataan politisnya.

Padahal, jika jeli sedikit, bahwa setiap persoalan tidak berdiri sendiri, ada kausalitas yang melatari kejadiannya. Terkait hal ini, tentu ada relevansinya dengan pernyataan politik Presiden, Anies Baswedan, atau para Menteri kepada publik, saat menjawan pertanyaan para kuli tinta.

Dalam konteks berfikir positif, setidaknya ada dua pesan moral politik Rocky Gerung yang ingin tersampaikan ke publik. Pertama, para pengkritik harus cerdas dan mampu memberi argumen logis berikut contoh analog yang relevan-rasional. Hal ini untuk menghindari kritik yang berbasis pokoknya semata.

Sedangkan pesan moral politik kedua, bermaksud mengingatkan anggota legislative harus cerdas dengan segala pengetahuan dan kecakapan profesionalnya saat mengontrol kinerja eksekutif, maupun kepada para pembantu presiden agar tidak salah menafsir ketika membuat produkprogram kebijakannya sesuai kemauan politik presiden.

Implikasinya dengan paparan di atas, penulis mengkaitkan dengan pernyataan Rocky Gerung yang kembali melemparkan kritik tajam ke pemerintah Jokowi. Kali ini soal ajakan Presiden yang meminta rakyat untuk berdamai dengan corona. Ungkapan Jokowi sangat dikritik habis oleh Rocky Gerung. Sebab, ini seolah menunjukkan kalau Istana pasrah dengan kondisi saat ini (www.hops.id, 11/05/2020)

"Berdamai itu istilah fatal, kayak orang yang kehabisan akal, itu bukan menyerah, kalau menyerah itu seperti ditodong oleh musuh tuh. (Tetapi) Dia menyerah karena dia bingung di persimpangan mau ke mana?" kata Rocky meng-kritik Jokowi, dalam saluran Youtube-nya, Senin 11 Mei 2020.

Apakah bisa diterima akal sehat dan logis kritik Rocky Gerung terhadap pernyataan presiden tentang ajakannya kepada rakyat untuk berdamai dengan corona? 

Jika hanya fokus pada makna dari kata "menyerah" saja, maka intepretasinya bisa dibenarkan sesuai definisi yang umum dipakai berdasarkan ketentuan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI).

Akan tetapi, penggalan kata "menyerah" merupakan bagian dari rangkaian kalimat lainnya, dan seruan bersifat politis itu tidak berdiri sendiri. Banyak faktor yang melatari sebagai basis pertimbangannya, sebelum pada tahap pengambilan keputusan politik Presiden.

Faktor penentu lainnya, dipastikan ada unsur kausalitas yang melatari, sehingga ada unsur politik tertentu yang harus dikorbankan demi menyelamatkan sesuatu yang lebih besar, berdampak sistemik, pertimbangan kemanusiaan, perekonomian, dan keberlangsungan praktik ketatanegaraan yang harus berlangsung secara regular.

Jika ditelisik dengan jeli, kritik Rocky Gerung yang dilontarkan kepada presiden, pemerintah, maupun pernyataan politisnya di setiap wawancara atau saat acara debat, sejatinya Rocky Gerung berupaya menggiring cara pandang dan pemahaman publik hingga tidak terasa masuk dalam bangunan logika yang dirangkainya.

Bangunan logika pikir itu akan tampak celah irasionalnya, apabila publik bisa menemukan dan mengkaitkan penyebab kejadian mengapa keputusan politik seseorang atau pemerintah itu dipilih. 

Selain itu, agar juga dipahami, bahwa tingkat kecerdasan dan kerentanan akal, pikiran dan ketangguhan survival setiap subyek itu pada ghalibnya tidak sama.

Dalam konteks ini, bisa dikaitkan ketika posisi Rocky Gerung sedang membela Anies Baswedan atau Said Didu yang sedang populer itu. Sementara, banyak juga kelompok tertentu yang tidak setuju tindakannya itu. Dengan demikian, tafsirnya bisa dimaknai kalau kedua figure publik itu sengaja dijadikan obyek politisnya dengan kalkulasi symbiosis mutualis.

Narasi politik yang dipakai untuk menggiring cara pandang publik itu, Ketika Rocky Gerung mengatakan sebelum berdamai dengan Virus Corona, para menteri Jokowi seharusnya terlebih dulu berdamai dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan soal penyaluran bantuan sosial (bansos).

Tiga menteri yang melayangkan kritikannya itu yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Juliari Batubara, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy (Gridhot.ID Minggu, 17 Mei 2020).

Keuntungan politis yang diperoleh dari tindakannya itu menjadi ganda. Satu sisi eksistensi Rocky Gerung tetap terangkat dengan karakter dan stigmanya. Dan sisi lainnya, kedua figur obyek politik dengan pengaruh dan  popularitasnya terebut, bisa dikondisikan menjadi alat kontrol politik sekaligus penjaga dan penyeimbang praktik hegemoni pemerintah penguasa.

Rocky Gerung memang mampu menjungkir-balikkan narasi-narasi apapun  dengan bangunan logikanya. Bahkan, mampu membius nalar publik dengan subyektifitasnya. Tetapi, teori ideal punya nilai beda bagi setiap subyek yang menafsir dan memaknainya. 

Kadar akal sehat itupun tidak sama bagi setiap orang. Karena batasannya sudah masuk wilayah keyakinan absolut yang tidak bisa di-materialisasi-kan dengan pendekatan ilmu filsafat.

Statemen dan sikap politik Rocky Gerung, memang bagaikan cerita bersambung yang selalu ditunggu publik indonesia. Kelompok masyarakat apa saja dengan aliran politik apapun. Mungkin, sebutan "Nyandu" adalah pilihan kata paling tepat sebagai perumpamaannya.

Berkenaan dengan janji politik presiden, tentu belum terpenuhi semuanya saat ini. Bahkan hingga berakhir masa kepemimpinannya, tak akan pernah terpenuhi. Karena pada intinya janji politik itu diposisikan sebagai bagian dari strategi setiap kontestan mempengaruhi konstituen demi meraih kemenangan dalam kontestasi perebutan kekuasaan politik.

Dalam konteks ini Rocky Gerung mengkritik, "Sebagai kepala negara dia gagal untuk menghasilkan kebijakan yang adil dan memungkinkan orang punya harapan," katanya. Rocky menyampaikan tugas kepala negara adalah memberi harapan kepada publik bukan menciptakan keluh kesah di segala bidang termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN)". 

Jika dalam praktiknya ada ketidakmampuan presiden memenuhi janji politiknya yang disampaikan semasa kampenye Pilpres itu, maka pertanyaan kritisnya, apakah secara politik Presiden menanggung kesalahannya itu secara tunggal?

Secara politik ketatanegaraan, soal terpenuhi tidaknya, salah dan benar atau bijak tidaknya sebuah keputusan politik presiden, sesungguhnya secara politik menjadi tanggung jawab kolektif seluruh komponen politik kenegaraan dengan peran dan fungsinya masing-masing,

Kolektifitas politik tersebut, tentunya termasuk rakyat Indonesia yang terwakilkan seluruh anggota legislatif sebagai representasi perwakilan rakyat dalam parlemen, sesuai peraturan perundangan sebagaimana praktik sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia.

Dalam sistem politik hukum indonesia, tidak ada aturan spesifik secara hukum tata negara maupun pidana dan perdata, yang mengharuskan presiden menanggung kesalahan atas wanprestasi politisnya itu. Kecuali lembaga yudikatif dan legislative membuat keputusan yang menyatakan presiden bersalah. Meskipun, secara politik hanya sejarah yang akan mencatat prilaku politiknya.

Kata dan sesuatu yang ideal memang menjadi mimpi setiap orang, sebagaimana pesan politik yang dinginkan sosok inteketual Rocky Gerung. Akan tetapi, interpretasi dari makna kata ideal itu sendiri, sebenarnya juga bersifat subyektif.

Tidak ada kesamaan dalam menentukan kriteria dan indikator ketika mendefinisikan kata ideal, karena subyektifitas itu ada batasan yang tidak bisa dipersamakan antara subyek satu dengan subyek yang lain.

Sesuatu yang irrasional bagi seorang Presiden, jika diharuskan memenuhi tuntutan/harapan ideal sesuai kriteria seorang Rocky Gerung saja, atau kelompok tertentu. 

Ada konsekuensi politik yang harus ditanggung dengan resiko terbitnya hak eksklusif warga negara sesuai selera, batasan nilai, hingga imajinasi subyek hukum yang bersangkutan.

Pemenuhan keinginan politik secara ideal bagi individu, batasannya tentu berdasarkan kreiteria sesuai selera hingga bayangan subyek yang bersangkutan. 

Sedangkan takaran kriteria ideal bagi Presiden tentu berbeda, yang basis keputusannya harus memenuhi keinginan kolektif semata demi memenuhi subyek hukum yang multi-representasi.

Disinilah letak perbedaan cara pandangmaupun cara menakar maksud dari tafsir cara kritik Rocky Gerung terhadap pernyataan Presiden. Betapa rumitnya mengelola negara, jika setiap subyek hukum harus dipenuhi kriteria sesuai tuntutan idealnya sesuai dengan rasa dan seleranya masing-masing.dimaksudkan.

Dalam era reformasi yang berhasil diperjuangkan dan diusung mahasiswa dan seluruh komponen masyarakat Indonesia melalui gerakan mahasiswa dan massa tahun 1998 itu, kehadiran seorang Rocky Gerung sangat dibutuhkan. Kritiknya bisa menjadi representasi aspirasi politik publik yang tak mampu menyuarakan semampu dan seberani dirinya.

Tidak boleh lagi ada celah hingga sedikitpun ruang berlangsungnya kembali sistem pemerintahan otoriter melalui pembungkaman suara kritis publik yang punyai niat yang tulus demi keterbukaan, keadilan, kesejahteraan dan kehebatan negara bangsa Indonesia.

Sebagai Intisari dari seluruh paparan tulisan opini ini, setidaknya relevan dengan kemasan pesan moral-politisnya dengan judul tulisan "Tafsir Kritik Politis Rocky Gerung Untuk Presiden dan Anies Baswedan" di atas. Meskipun pada akhirnya semua kritikan itu menghilang pada saatnya dengan situasi dan kondisi penentunya.

Akhirnya, selamat merenung dengan takzim sambil menikmati kopi hangat dan pisang goreng mentega, disertai desiran lembut angin bersamaan turunnya rintik hujan di sore harimu yang ceria.

Penulis: Khusnul Zaini, SH. MM.
Advokat dan Aktivis Lingkungan Hidup Nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun