Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengamen Kecil

23 Agustus 2019   06:30 Diperbarui: 23 Agustus 2019   06:42 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bis akhirnya datang. Di kaca depan tak tertera tujuan mana yang akan disinggahi terakhir. Dan Fani memang terpikir untuk itu.

Fani kembali melambaikan tangan. Bis berhenti. Ia kembali masuk dengan membawa harapan yang lebih besar dari sebelumnya.

Semoga saja.

Dalam segala hal, melakukan hal yang kedua kalinya biasanya akan lebih enjoy dari yang pertama. Sebab sudah mendapat pengalaman di moment yang pertama. Tapi anehnya, Fani merasakan hal yang berbeda. Ia merasakan ada sebuah ancaman yang sedang mengincar dirinya. Entah itu apa.

Kursi-kursi di bis tidak sepenuh tadi. Kasihan sekali nasib bis ini. lebih banyak yang kosong dibanding yang terisi. Sempat harapan besar di saat masuk itu musnah, tapi Fani tetap berusaha optimis. 

Ia bermain dengan sebaik mungkin. Sebelum itu, ia meminta kepada kernet untuk mematikan musik yang sedang diputar olehh supir dengan nada yang sangat sopan.

Tiga menit Fani menghibur penumpang, atau yang lebih tepatnya mengganggu penumpang yang tidur. Sebab dari mereka kebanyakan yang sudah pergi ke dunia mimpi.

Pelan-pelan Fani berjalan melakukan hal yang sama dengan tadi. Menyuguhkan sekantong plastik untuk meminta keikhlasan rupiah dari penumpang yang peduli. Mulai dari depan semuanya masih terlihat biasa saja. 

Sampai pada barisan belakang, seorang laki-laki dengan topi ala koboy dan kaca mata hitam membuat Fani tak enak hati. Hal yang membuat Fani bahagia, dia memberikan uang sepuluh ribuan. Namun tatapannya seolah masih ada sesuatu yang belum selesai. dan itu akan terjadi pada dir Fani.

Fani kembali duduk dengan tenang atau yang lebih tepatnya berusaha tenang. Posisinya tepat berada di belakang laki-laki itu di barisan bagian kanan. Entah mengapa Fani tiba-tiba memilih tempat duduk itu. Kemudian seorang bapak tua menawarinya kacang seharga lima ratus rupiah dengan nada sedikit memaksa. Tapi Fani tetap tidak mau.

Bis berhenti sejenak, tampaknya ada penumpang yang ingin ikut bis itu menuju suatu tempat. Fani bersikap biasa saja. Dia masih belum ingin turun di situ. Seorang wanita sekitar berumur dua puluh tahun berkerudung hitam, baju coklat, dan dengan bawahan hitam pula masuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun