Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pegiat literasi yang berasal dari Kota Sumenep sekaligus Murabbi Ma'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) UIN Malang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Entah pada Siapa

19 Juli 2019   15:53 Diperbarui: 19 Juli 2019   16:01 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai laki-laki normal, hal pertama kali yang muncul di kepala saat berhadapan dengan wanita cantik adalah rasa ingin dekat. Mengetahui siapakah dia, dari mana dia, dan bagaimana statusnya. Setelah dirasa aman, kemudian berlanjut pada usaha untuk bisa menjadi yang pertama dalam hatinya. Ya, itulah yang dimaksud hubungan spesial atau yang lebih tepatnya berpacaran. Pacaran yang kebanyakan orang hanya berharap bisa menyalurkan nafsu birahi pada lawan jenisnya. Begitu pula dengan teman-teman Aldi.

Aldi adalah seorang mahasiswa semester tiga di Universitas Gajayana Malang. Lokasi rumah yang tidak terlalu jauh dengan kampus membuatnya tak perlu berkendara. Cukup dengan jalan kaki selama sepuluh menit, dia akan sampai di kampus. Tepat di depan rumahnya, berdiri sebuah masjid Al-Khoirot dua lantai yang setiap harinya aktif dan juga ditempati sholat jumat. Tampaknya ia memang sengaja mencari tempat kos yang dekat dengan kampus, sebab ada konflik di balik itu.

"Kamu emang tidak bawa sepeda Al?" tanya salah satu temannya pada suatu kesempatan.

  "Nggak bang," jawabnya dengan santai.

Aah. Memang nasib seorang teman dekat harus lebih banyak menanggung rugi. Uang dipinjam, bensin cepat habis, bahkan pakaian pun kadang jadi korban. Ditambah dengan beban moral yang sering dialami oleh anak muda: putus dari pacar, ingin pacar baru, dan hasrat kemanusiannya yang menggebu-gebu.

Selama menjadi mahasiswa baru, Aldi tidak pernah dekat dengan wanita khusus yang menjadi pengingat setia dalam segala hal. Jangan lupa makan, jangan lupa istirahat, dan jangan lupa tuk merindu meski sebentar. Sebab itu adalah bukti dari adanya rasa yang berbeda. Rasa yang kadang mengundang sedih, tawa, dan berbagai ekspresi yang hanya bisa diungkap dengan kata-kata.

##@@##

Pagi itu, mentari hadir dengan senyumnya yang menghangatkan semesta. Mengharapkan penduduk bumi tuk berlomba-lomba melakukan kebajikan yang telah diajarkan oleh Tuhan lewat utusan-NYA. Angin dan daun-daun yang sebagian gugur turut mengamininya. Diikuti oleh mekar bunga-bunga cinta yang bertebaran di seberang jalan, lengkap dengan embun yang lahir dari setiap rahim mereka.

Jalanan masih sepi. Tidak ada derungan kendaraan dan polusi yang mengacaukan suasana kala itu. Hanya terlihat beberapa orang lari pagi dan bersepeda engkal yang berani menjamah jalanan dan merasakan kehangatan. Seolah tak ada masalah yang menghampiri, semuanya masih tenang tanpa sedikit pun tegang.

Sungguh indah sekali.

Sebagai mahasiswa yang disiplin, Aldi tidak pernah tidur di pagi hari. Ada-ada saja yang ia lakukan tuk sekedar membunuh kantuk yang menyerang. mulai dari membaca buku, membersihkan tempat kos, menyapu halaman, hingga mencuci pakaian yang sudah berubah aroma. Kecuali jika pada malam harinya ia lembur sebab mengerjakan tugas dan lain sebagainya, baru tidur di pagi hari sejenak tuk menjaga kesehatan mata. Itu pun jika jadwal kuliahnya agak siang.

Kamar Aldi yang sederhana, didesain dengan rapi yang takkan pernah membuat bosan siapa saja yang mampir ke dalamnya. Lemari yang berada di pojok kiri kamar, beberapa poster ulama yang menempel di dinding berwarna biru, hingga beberapa aksesoris menghiasi beberapa sudut kamar yang membuat semuanya berbeda. Dan seperti biasa, Aldi selalu meletakkan sepatunya di bawah ranjangnya.

Pagi itu Aldi tidak ada kuliah. Baru pukul 09.30 dia ada jadwal kuliah. Kesempatan ini Aldi gunakan untuk menyelesaikan beberapa tugas yang masih belum tuntas. Resume, makalah, ppt, dan mengecek absen yang harus disetorkan dua hari lagi. Maklum, sebagai ketua kelas, ia tidak mau menyusahkan sekretarisnya sendiri. Perlu adanya kerja sama yang terjalin di antara keduanya.

Buku-buku dari bermacam genre berjejer rapi di rak berukuran mini yang ia beli beberapa bulan lalu. Dalam segala peralatan, Aldi memang senang mengaturnya sendiri. Mulai dari yang merek apa, warna apa, hingga ukuran yang seperti apa. Dengan begitu Aldi merasa dirinya mandiri dan benar-benar menjadi mahasiswa.

Satu jam setengah ia berkutat dengan beberapa buku dan lembar laporan yang berhamburan di meja belajarnya. Sebentar lagi ia harus berangkat kuliah. Sejenak ia baringkan badan. Menikmati langit-langit kamar kos yang berwarna biru seperti langit. Di atasnya tergantung lampu 40 watt yang senantiasa menerangi setiap malam Aldi. Tak lama dari itu ia pun bangkit dan langsung berkemas.

Sebelum berangkat kuliah, sudah menjadi kebiasaan Aldi untuk terlebih dahulu memantapkan hati dan menata niat agar apa yang akan dipelajarinya bisa bermanfaat dan barokah. Kecuali dalam situasi terburu-buru atau lupa yang tak direncanakan. Dan mirisnya, Aldi sering lupa untuk itu. Berbeda dengan sekarang, dia sudah ingat dan melakukannya seperti biasa.

Perjalanan membosankan. Sudah beberapa hari Aldi mengalami perjalanan yang begitu saja. Sepeda motor dan mobil yang saling bersinggungan, tukang sol sepatu yang biasa mangkal di dekat ATM pinggir jalan , beberapa gerobak yang menyajikan berbagai genre masakan, dan tentu beberapa transaksi di dalamnya. Aah, apakah tidak ada hal baru yang bisa ia temui. Misalnya tabrakan massal yang membuat kegaduhan, dinosaurus yang mengacak-acak apa saja yang ada di depannya, atau angin biasa yang tiba-tiba menerbangkan benda-benda ke segala penjuru. Ingin rasanya ia menemui hal baru.

Sapaan hello, hay, assalamualaikum, dan yang paling mesra seperti cuk, patek, asu, dan yang lain sebagainya beberapa kali Aldi temui dari teman-teman dekatnya yang berpapasan di jalan. Tidak mungkin orang yang masih baru kenal atau belum kenal mengucapkan kata-kata kemesraan itu. Meskipun kadang ada sebagian yang seperti itu untuk mencoba memulai keakraban.

Sekitar 10 menit, Aldi pun sampai di kelasnya dengan selamat.

Duduk, diam, menyimak, dan menyimpan apa yang segala disampaikan oleh dosen di memori ingatan. Beberapa ada yang ditulis dan ada yang dibiarkan begitu saja. Aldi yang dari dulu sudah terbiasa menulis, dengan mudah melakukan hal sederhana seperti mencatat keterangan yang tidak ada di buku pedoman. Sehingga tak heran jika apa yang dia dapatkan melebihi teman-temannya.

Setelah itu, Aldi pasti akan mengangkat tangan tuk bertanya saat dipersilahkan bila ada yang masih belum dipaham. Terkadang ia memang benar-benar tidak paham, dan terkadang karena hanya ingin mendapatkan perhatian dosen. Jangan salah, orang yang aktif dalam perkuliahan akan mendapat sesuatu yang berbeda dari yang lain. Bisa dari segi perhatian, nilai, informasi baru, bahkan pada hal-hal yang tak terduga lainnya.

##@@##

Setelah satu bulan berada di semester tiga, rumah kost putri yang berada di balik masjid itu bertambah satu orang. Ya, wanita dengan rambut sebahu, kulit kuning langsat, dan body seksi dapat ditemui pada dirinya. Orang yang paham masalah kecantikan, pasti akan memastikan bahwa dia memang rajin melakukan perawatan. Mulai dari rambut, wajah, tubuh, dan yang lainnya. Sungguh mempesona.

Selama satu minggu dia masih harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Mulai dari cuaca, watak teman, budaya kost, dan cara berinterakmsi yang benar. Sebagai seorang mahasiswi, tentu hal itu tidak akan terlalu sulit. Apalagi dia memang tipe orang yang bersosial tinggi dan cepat tanggap dengan segala keadaan.

Pada suatu pagi.

"Angkat itu," perintah yang satu pada yang lain.

"Ok,"

"Di situ juga," perintahnya balik.

"Ok,"

Terlihat enam penghuni rumah kost itu sedang membersihkan tempat tinggalnya. Ada yang mengepel, menata barang, dan membuat status terbaru agar orang banyak tahu bahwa dia sedang bersih-bersih. Musik diputar dengan volume nyaring hingga terdengar ke seluruh penjuru rumah. Mumpung lagi libur dan ibu kos sedang tidak ada. Mungkin juga sedang menikmati liburan di tempat yang berbeda.

Seperti biasa, di pagi hari Aldi akan keluar dari kamar, memakai sepatu, lengkap dengan celana olahraga yang baru ia beli kemarin, kemudian pergi melangkah dengan headset yang tertempel di kedua telinganya. Rute lari pagi Aldi kali ini berubah. Sebelumnya ia tidak pernah melewati jalan sempit samping masjid yang menghubungkan ke kost putri. Tapi entah mengapa, hari ini dia melewati jalur itu.

Tepat setelah keluar gang kecil, asap langsung menyerang Aldi dengan aromanya yang selalu tidak mengenakkan. Asap tersebut muncul dari pembakaran sampah yang berada di dekat pohon mangga yang sangat besar. Dengan cepat Aldi menghindar darinya dan mencari udara segar kembali. Dua lubang hidung ia tutupi dengan jari jempol dan telunjuk.

Setelah keluar dari zona asap, Aldi menemukan sebuah rumah dengan beberapa penghuninya sibuk membersihkan semua bagian yang terlihat kotor. Sebagian dari mereka memakai pakaian yang bisa membuat seorang lelaki semakin bergairah. Kemudian Aldi berhenti sejenak. Dia melihat wanita baru itu. Keduanya saling menatap. Terdapat sesuatu yang masih menjadi rahasia di kedua mata mereka.

Ingin rasanya Aldi pergi ke sana tuk sekedar menyapa. Tapi apalah daya, tampaknya waktunya masih kurang tepat. Dia pun melanjutkan perjalanan setelah keduanya saling menukar senyum. Dalam hati Aldi bersyukur dan senang bisa bertemu dengannya. Wajahnya yang cantik membuatnya semakin tidak sabar untuk bertemu dan berbicara banyak hal dengannya.

"Terima kasih Tuhan telah mempertemukanku dengannya," ucap Aldi dalam hati.

 Selama perjalanan tidak ada lagi hal yang istimewa. Semuanya sama saja seperti biasa.

##@@##

Aldi bergerak cepat. Secepat gelombang pantai yang bisa memakan puluhan bahkan jutaan korban dalam hitungan menit. Dan terbuk ti Aldi langsung mengajaknya ke tempat makan pada malam harinya. Ia masih tidak mau membuka dari mana ia tahu nama, nomor telpon dan segala hal yang tidak bisa didapatkan oleh orang yang baru kenal.

"Sejak kapan pindah ke sini?" tanya Aldi setelah keduanya duduk dengan dua cangkir minuman yang mereka pesan.

"Ke sini? Maksudmu ke tempat kost yang baru?" tanyanya baik sambil tersenyum.

"Hii, iya lah,"

Pertanyaan yang sebenarnya bisa dipaham tapi sengaja ia buat rumit tuk sekedar menghangatkan suasana yang sudah mulai mendingin.

"Baru dapat seminggu,"

"Udah lumayan berarti, kok baru kelihatan?"

"Ya iya lah, kan kamu baru keluar lewat jalur ke kost baru tadi pagi, kemarin-kemarinnya masih kuliah dan kita berada di Univ yang berbeda.

Setelah makanan datang, keduanya tak lagi banyak bicara. Mereka lebih fokus menghabiskan makanan dan menghilangkan lapar yang dari tadi melanda.

Caffe dengan lampu-lampu kecil yang mengelilingi kepala dan beberapa tanaman bunga yang menggantung di tiang kayu sungguh indah. Ditambah dengan lampu lilin yang dibungkus kaca yang terdapat di meja setiap pembeli. Sebuah rak tanaman juga ada di bagian kiri. Serta tempat yang menjorok keluar hingga bisa memandang bintang gemintang membuatnya semuanya menjadi semakin indah. Apalagi bersama dengan seseorang yang berbeda.

Orang-orang yang melihat mereka berdua menganggap keduanya adalah pasangan yang serasi. Aldi orangnya tampan dengan jenggot tipis yang tumbuh di bawah bibir bagian tengah. Sedang dia sangat cantik dengan rambut yang sedang, hidung mancung, dan keutamaan lain yang biasa dimiliki oleh orang cantik.

"Gimana kuliahmu?" tanyanya setelah membasuh tangan.

"Alhamdulillah lancar, kamu?"

"Biasa aja,"

Keduanya bertukar banyak hal. Mulai dari mata kuliah favorit, dosen paling killer, hingga berita-berita terkini yang banyak tayang di televisi. Tapi keduanya tak terlalu larut dengan itu semua. Mereka lebih fokus pada hal-hal ringan yang mengalir begitu saja tanpa rencana.

Tiga jam keduanya berada di sana. Sungguh tak terasa. Banyak orang yang keluar dan banyak juga orang yang baru masuk. Pantas saja tempat ini ramai. Desain, hidangan, dan pelayanan sungguh bagus sekali.

Satu hal yang tidak Aldi sadari. Bahwa salah satu temannya juga ada di situ.

##@@##

Tidak usah panjang-panjang. Keduanya semakin hari semakin dekat saja. Banyak hal yang mereka lakukan berdua. Berbagi cerita, menghitung hujan, menikmati senja, dan masih banyak lagi yang lainnya. Itu semua mereka lakukan saat libur kuliah saja. Di hari aktif kuliah keduanya akan sulit bertemu, atau bahkan tidak pernah bertemu.

Keesokan harinya.

"Wah, kayaknya ada yang baru nih," kata Agik teman kelas Aldi.

Aldi yang tidak paham hanya mengernyitkan dahi dan menyatukan alis meski kenyataannya tidak bersatu.

"Alaah, jangan pura-pura tidak tahu,"

Aldi terjebak dengan godaan-godaan Agik yang menurutnya tidak masuk akal. Mungkin sebelum sampai di kelas, Agik telah kemasukan setan cinta yang bisa membuat orang jadi tidak waras. Namun untung, dosen pengganti datang membuat ocehan Agik menghilang.

Satu jam setengah dipenuhi dengan teori. Aldi seperti biasa mengotori bukunya dengan pena yang tintanya tinggal satu cm. ia berharap setelah kuliah ini Agik tak lagi menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan aneh yang bisa membuatnya gila. Jujur saja, Aldi memang tidak terlalu suka berbicara hubungan seperti itu.

Kenyataan berbicara lain. Agik masih saja mengejar Aldi dengan segala pertanyaan. Siapa tahu dia bukan seperti apa yang dipikirkan Agik. Dengan begitu, ia bisa menjadikannya pacar atau bahkan istri sekalipun. Sungguh tingkat percaya diri yang sangat tinggi.

"Jadi kamu nggak pacaran sama dia?" tanya Agik meyakinkan.

"Ya nggak lah," jawab Aldi biasa.

"Alah, kok kayaknya mesra gitu kamu sama dia,"

"Sumpah nggak pacaran,"

"Kenapa nggak kamu tembak sekalian, eman tuh," cerocos Agik yang sebenarnya dia yang mau.

"Nggak bisa,"

"Wah, takut ya?" goda Agik.

"Nggak boleh,"

Agik semakin tidak mengerti dengan arah pembicaraan Aldi.

"Maksudnya? Namanya dia siapa sih?"

Aldi mengambil nafas.

"Dia Dewi, saudara kandungku," jawab Aldi tuntas.

Agik langsung berhenti berkata-kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun