Mohon tunggu...
Kholid Harras
Kholid Harras Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerhati pendidikan, politik, dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

"Politik Uang" dalam Pilkada, Masihkah Ampuh Mengantarkan Kemenangan?

19 November 2024   05:37 Diperbarui: 23 November 2024   05:18 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski dianggap ilegal dan tabu, praktik politik uang dalam bentuk jual beli suara dalam setiap perhelatan Pilkada terus merajalela di Indonesia, khususnya pasca reformasi. 

Sudah bukan hal tabu jika para kandidat yang bertarung dalam Pilkada sering kali secara terbuka mendiskusikan strategi membagikan uang kepada pemilih.

Merujuk data hasil penelitian Burhanudin Muhtadi, pada Pemilu 2014  sebanyak  33% pemilih mengaku ditawari uang atau barang untuk memilih kandidat tertentu. 

Ini berarti hampir 62 juta dari 187 juta pemilih saat itu menjadi target praktik jual beli suara. Artinya, satu dari tiga calon pemilih mengaku dirinya terpapar politik uang.

Sedangkan merujuk temuan Bawaslu, pada masa tenang Pemilu 2019 (14 April -- 16 April 2019), terdapat 25 kasus politik uang di 25 kabupaten/kota yang dilakukan oleh peserta pemilu dan tim pemenangannya yang tersebar di 13 provinsi di seluruh Indonesia. 

Provinsi dengan kasus terbanyak adalah Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan masing-masing lima kasus. Barang bukti politik uang yang ditemukan beragam jenisnya, mulai dari uang tunai, deterjen, hingga sembako.

Besarnya data tersebut  menjadi fakta yang memiriskan, karena  betapa kuatnya cengkeraman jurus praktik politik uang  dalam sistem demokrasi Indonesia. 

Konon fakta tersebut menurut Burhanudin Muhtadi telah menempatkan rekor Indonesia pada posisi ketiga di dunia dalam hal politik uang, setelah Uganda dan Benin. 

Dari fenomena tersebut juga telah melahirkan berbagai istilah plesetan. Misalnya,  NPWP (Nomer Piro, Wani Piro) dan singkatan 'Golput'  yang berubah menjadi "golongan penerima uang tunai."

Sumber: perludem.org
Sumber: perludem.org

Meskipun praktik politik uang spekrumnya sangat meluas, namun ternyata dampaknya terhadap hasil pemilu konon relatif kecil. Merujuk pada hasil penelitian Burhanudin Muhtadi, ternyata hanya sekira 11% saja masyarakat yang suaranya dapat dibeli oleh  modus  politik uang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun