Mohon tunggu...
Khoirunisa Lailatul M
Khoirunisa Lailatul M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Psikologi Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB_Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

13 Desember 2023   18:09 Diperbarui: 13 Desember 2023   21:26 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jeremy Bentham's, Creator of the Hedonistic Calculus

Mencari tahu bagaimana menjadi orang baik, menjalani kehidupan yang bahagia dan beretika sering kali merupakan tugas yang rumit, membingungkan, dan juga terkadang melelahkan. Bagaimana jika Anda mempunyai niat baik namun membawa akibat buruk? Bagaimana jika orang yang melakukan kebaikan luar biasa bagi dunia, seperti menyembuhkan kanker? Bagaimana Anda bisa bahagia sambil tetap berbuat cukup untuk orang-orang di sekitar Anda? Salah satu orang yang menawarkan solusi potensial adalah filsuf politik dan moral abad ke-16 bernama Jeremy Bentham. Sebagai pendukung awal teori moralitas konsekuensialis, Bentham meletakkan dasar bagi studi etika seperti yang kita kenal sekarang. Pada bagian berikut, kita akan melihat apa yang diketahui sebagai kontribusi terbesar Jeremy Bentham terhadap filsafat etika  Kalkulus Hedonis.

Menulis pada saat teori hukum kodrat menjadi norma  teori bahwa moralitas dan hukum adalah satu dan sama, Jeremy Bentham dianggap radikal karena argumennya yang mendukung pemisahan hukum dan moralitas, sebuah teori yang sekarang dikenal sebagai hukum positivisme. Pada saat itu, moralitas sebagian besar dianggap sebagai perpanjangan dari kehendak Tuhan, sehingga teori hukum sekuler Bentham menimbulkan banyak kontroversi dan kontroversi. Dengan adanya pemisahan antara keduanya, akan ada ruang hukum bagi mereka yang hidup di luar doktrin agama untuk hidup tanpa rasa takut akan penganiayaan. Hal ini berlaku untuk ateis, kelompok LGBT, dan seringkali orang yang dianggap tidak normal dalam hal apa pun. Tentu saja, kemajuan nyata akan memakan waktu lebih lama, namun positivisme hukum adalah awal dari terwujudnya hal ini.

Kalkulus Hedonis adalah salah satu gagasan sentral dari Undang-Undang Utilitarianisme Bentham. Diciptakan dengan menggabungkan hedonisme, (mengejar kesenangan dan menghindari penderitaan) dan demokrasi (pemerintahan mayoritas), kalkulus hedonis digunakan untuk mengevaluasi seberapa besar kesenangan atau penderitaan yang disebabkan oleh suatu tindakan. Kalkulus ini terdiri dari 7 bagian. Hedonistic Calculus merupakan metode yang dirumuskan oleh filsuf Jeremy Bentham untuk mengukur atau menghitung kebahagiaan. Ide dasarnya adalah untuk menghitung jumlah kesenangan dan kesakitan yang dihasilkan dari suatu tindakan untuk menentukan apakah tindakan tersebut moral atau bermanfaat. Sebagai contoh, katakanlah kita diberi satu juta poundsterling. Jika kita menyimpannya untuk diri kita sendiri, kesenangan itu akan sangat besar dan akan berlangsung sangat lama, tetapi jika kita membaginya di antara keluarga kita, kita akan mendapatkan kesenangan itu. mempengaruhi lebih banyak orang. Dengan demikian, kalkulus hedonis diciptakan untuk menilai aspek-aspek suatu tindakan untuk mempertimbangkan seberapa bermanfaat atau benar tindakan tersebut dalam kaitannya dengan jumlah kesenangan yang diberikan dan kepada siapa.

Rahasia Kebahagiaan

Menurut karya Jeremy Bentham tahun 1789, Pengantar Prinsip Moral dan Perundang-undangan, jalan untuk menjalani kehidupan yang baik secara etis adalah dengan menjalani kehidupan yang bahagia. Kedengarannya sederhana, Namun, bukan rahasia lagi bahwa kebahagiaan bisa jadi rumit dan sulit didapat. Sebagai solusi yang mungkin untuk masalah ini, Bentham mengusulkan solusi hedonistik yang merupakan kebahagiaan hanyalah keadaan yang dimana kita memiliki lebih banyak kesenangan daripada rasa sakit dalam hidup kita. Singkatnya, dengan mengejar kesenangan dan menghindari rasa sakit, kita bisa menciptakan kebahagiaan dalam hidup kita. Yang penting, pengejaran kesenangan dan penghindaran kesakitan ini tidak hanya mendatangkan kebahagiaan, namun juga merupakan ukuran yang harus kita gunakan untuk memandu tindakan kita. Menggunakan upaya mengejar kebahagiaan sebagai panduan tindakan adalah apa yang Bentham yang disebut sebagai “prinsip utilitas”.

Menggunakan Kalkulus Hedonis

“Prinsip kegunaan adalah prinsip yang berbahaya: berbahaya untuk berkonsultasi dengannya pada saat-saat tertentu. Ini sama saja dengan mengatakan, apa? bahwa hal itu tidak sejalan dengan kegunaan, untuk berkonsultasi dengan kegunaan: singkatnya, bahwa hal itu tidak sesuai dengan kegunaan, untuk berkonsultasi dengannya.” - Jeremy Bentham

Kalkulus Hedonis mengukur suatu tindakan berdasarkan kecenderungannya untuk menghasilkan kesenangan atau kesakitan berdasarkan tujuh kriteria. Berikut ini adalah kriteria yang harus dikonsultasikan:

1. Intensitas : apa kekuatan perasaan senang atau sakit yang timbul dari melakukan suatu tindakan?
2. Durasi : berapa lama kesenangan atau rasa sakit bertahan setelah tindakan?
3. Kepastian atau Ketidakpastian : seberapa yakin kita bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan kesenangan atau penderitaan?
4. Kedekatan atau Keterpencilan : apakah kesenangan atau penderitaan itu terjadi secara langsung, atau akankah ditunda ke waktu yang akan datang?
5. Fekunditas : apakah tindakan tersebut memiliki kemampuan untuk mereproduksi perasaan yang sama?
6. Kemurnian : apakah ada kemungkinan kesenangan dari suatu tindakan akan menyebabkan penderitaan lebih lanjut dan sebaliknya?
7. Tingkat : seberapa luas tindakan yang dilakukan terhadap masyarakat yang terkena dampaknya?

Cara termudah untuk memahami kriteria ini dan bagaimana penerapannya adalah dengan melihat contoh kriteria tersebut di tempat kerja. Mari kita lihat membeli tiket lotre. Anda akan membelinya untuk berharap memenangkan sejumlah besar uang. Jika Anda memenangkan beberapa juta dolar, saya akan merasakan kesenangan yang luar biasa sangat luar biasa. Demikian pula, saya akan menikmati kesenangan itu dalam jangka waktu yang lama . Kesuburan, atau reproduksi kesenangan itu menjadi lebih banyak kesenangan, pasti akan muncul karena tidak pernah lagi mengkhawatirkan uang.

Namun, peluang memenangkan lotre sangat kecil sehingga hampir adil untuk mengatakan bahwa anda pasti tidak akan menang dan hanya membuang-buang uang untuk membeli tiket. Selain itu, kepastian kerugian dapat menyebabkan rasa sakit karena menyadari bahwa Anda kalah setelah angka-angka tersebut terungkap, sehingga menjadikan tindakan ini tidak murni. Mari kita ambil contoh lain dari ketidaksetiaan terhadap pasangan. Kenikmatan tersebut cenderung terjadi secara langsung, yang berarti kedekatan yang tinggi. Tergantung pada orang yang tidak setia dengan anda, kesenangan ini juga bisa sangat intens pada tingkat tertinggi. Namun, durasinya mungkin tidak akan lama karena rasa bersalah mulai muncul. Jika anda tidak setia, anda pasti akan mendatangkan banyak penderitaan pada diri sendiri dan orang lain di masa depan, jadi kemurnian dan luasnya tindakan ini akan mendukung Anda untuk tetap setia. Tentu saja, anda mungkin merasa bahwa anda tahu tanpa mengukur bahwa sesuatu seperti berselingkuh adalah salah, namun Kalkulus Hedonis memungkinkan kita untuk mengeksplorasi alasannya dan konsekuensinya akan membawa kesenangan, namun jauh lebih menyakitkan. Dengan menggunakan prinsip-prinsip dalam kalkulus hedonis, kita bisa membandingkan pilihan-pilihan secara kuantitatif. Semakin besar total nilainya, semakin besar potensi kebahagiaan yang dihasilkan menurut Bentham. 

Gambar Why
Gambar Why

Penghitungan Akhir Bentham tentang Kalkulus Hedonis

Salah satu keberatan terhadap Kalkulus Hedonis adalah bahwa meluangkan waktu untuk melakukan pengukuran ini untuk setiap tindakan bukanlah sesuatu yang akan mendatangkan banyak kesenangan. Namun, Bentham sendiri sempat berkomentar mengenai hal ini. Jika Kalkulus Hedonis memberitahu anda untuk tidak menggunakannya sepanjang waktu. Kalkulus Hedonis adalah sebuah alat, bukan hukum universal.  Tujuan dari Kalkulus Hedonis Bentham adalah untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap suatu tindakan, kebijakan, atau pilihan. Nilai ini mewakili tingkat kebahagiaan atau kesenangan bersih yang dihasilkan jika suatu pilihan diambil. Penghitungan akhir dalam kalkulus ini melibatkan penjumlahan hasil penilaian terhadap 7 faktor yang telah disebutkan sebelumnya (intensitas, durasi, kepastian, dll). Setiap faktor diberi bobot dan skor, yang kemudian dijumlahkan untuk menentukan 'nilai kesenangan' total suatu pilihan.

Gambar How
Gambar How

Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

Kasus korupsi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan luar biasa karena bisa berdampak kepada banyak hal. Mulai dari perekonomian negara, kesejahteraan warga, pemenuhan HAM, hingga akses terhadap kebutuhan dasar warga negara. Ironisnya, jumlah kasus korupsi tidak pernah hilang. Menurut data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari tahun 2004 sampai Oktober 2022 ada 1.310  kasus, 79 diantaranya terjadi di tahun ini. Sementara itu, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022, Indonesia meraih nilai 38 dan berada di peringkat 96 dari 180 negara. Artinya, pemerintah masih perlu melakukan pembenahan dalam penanganan kasus korupsi yang dilabeli sebagai kejahatan luar biasa ini. 

Pengertian Korupsi

Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak sah dan melanggar hukum menggunakan wewenang dan jabatannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Bahaya yang timbul akibat korupsi bagi kehidupan manusia sangat besar, bahkan korupsi disamakan dengan kanker dalam darah yang membuat si pemilik tubuh harus terus melakukan pengobatan untuk tetap hidup. Negara Indonesia harus terus tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya untuk tetap bertahan hidup.

Kejahatan korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. Fenomena kejahatan korupsi adalah gejala atau peristiwa maraknya perilaku korupsi yang terjadi di suatu tempat pada kurun waktu tertentu.

Penyebab Korupsi di Indonesia

Secara garis besar, penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu,faktor eksternal dan internal.

Faktor internal adalah sikap dan sifat individu dan faktor eksternal adalah pengaruh yang datang dari lingkungan atau pihak luar. Faktor internal sangat dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya nilai-nilai anti korupsi dalam diri seseorang. Maka dari itu, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada warga negara Indonesia sebagai upaya pencegahan.

Berikut ini penyebab korupsi di Indonesia berdasarkan faktor internal dan eksternal:

Faktor Internal:

-Rendahnya moral dan integritas aparatur negara

-Budaya feudal yang masih melekat di birokrasi Indonesia

-Lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap jalannya pemerintahan

-Penghasilan aparatur negara yang rendah

-Kurangnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan keuangan negara

Faktor Eksternal:

-Sistem hukum yang lemah dan penegakan hukum yang tidak konsisten

-Pengaruh globalisasi dan kapitalisme yang mendorong gaya hidup konsumtif

-Ketidakstabilan politik dan persaingan elit politik yang tidak sehat

-Campur tangan kepentingan kelompok tertentu terhadap kebijakan

-Pengaruh para pengusaha terhadap pejabat pemerintahan

Faktor internal dan eksternal tersebut saling mempengaruhi dan menciptakan peluang bagi perilaku korupsi. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang menyeluruh dari berbagai sisi. Reformasi birokrasi dan hukum juga penting untuk membasmi korupsi dari akarnya. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan oleh Kemendagri, penyebab utama korupsi di Indonesia adalah celah yang memuluskan niat jahat para koruptor. Celah ini bisa berbagai macam jenisnya, dari sistem yang tidak transparan, politik yang berbiaya tinggi, hingga terlalu berambisi untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Penyebab lainnya yaitu adanya kekurangan integritas pada setiap individu yang berada di pemerintahan. Ini merupakan turunan dari kurangnya kesejahteraan para penyelenggara negara sehingga mereka memilih jalur lain untuk meraup keuntungan lebih. Penyebab yang terakhir, lanjut Kemendagri, adalah pimpinan yang mengukur prestasi bawahan dari loyalitas.

Kelompok Tindak korupsi

Berdasarkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kelompok tindak pidana korupsi dikelompokkan menjadi:

1. Kerugian keuangan negara 

Yang merupakan penggelapan, penyalahgunaan, perbuatan curang, suap-menyuap dalam kegiatan yang dapat merugikan keuangan negara.  Pelakunya melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada. Contohnya seperti pegawai pemerintahan yang memanipulasi anggaran demi mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Tindakan seperti ini dapat merugikan keuangan negara karena anggaran program jauh lebih tinggi kenyataan yang sebenarnya.

2. Suap Menyuap

Meliputi pemberian atau penerimaan hadiah atau janji terkait dengan jabatan seseorang yang bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya, menjanjikan dan memberi sesuatu kepada ASN, hakim, advokat, penyelenggara negara agar si penerima mau berbuat sesuatu atau tidak melakukan apapun dalam jabatannya. Tindak korupsi yang satu ini bisa terjadi antar pegawai atau antara pihak luar dengan pegawai. Contoh suap antar pegawai misalnya seperti memberikan barang demi kenaikan pangkat atau jabatan. Sedangkan suap pihak luar dengan pegawai misalnya perusahaan swasta memberikan sejumlah uang kepada pegawai pemerintah agar dipilih menjadi tender.

3. Penyalahgunaan Wewenang atau Jabatan

Tindakan dengan sengaja dalam penggelapan uang, pemalsuan buku-buku, surat berharga, atau daftar-daftar yang digunakan khusus untuk pemeriksaan administrasi. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara maupun perekonomian negara. Misalnya, seorang penegak hukum menghancurkan barang bukti suap agar pelaku dapat terbebas dari hukuman. 

4. Pemerasan

Pemerasan adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan cara menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan menuduh atau mengancam akan menggunakan kekuasaannya, pemaksaan ini bisa dilakukan untuk memberikan sesuatu, menerima pembayaran dengan potongan, membayar, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Contohnya seperti seorang pegawai negeri yang bertugas membuat KTP meminta tarif sebesar Rp50 ribu, padahal pemerintah tidak pernah meminta masyarakat membayar untuk pembuatan KTP.

5. Melakukan kecurangan

Perbuatan curang adalah tindakan yang sengaja dilakukan untuk kepentingan pribadi dan dapat membahayakan orang lain. Contohnya seperti pemborong atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang pada saat membuat gedung pemerintahan. Perbuatan mereka ini dapat membahayakan keamanan masyarakat atau barang-barang milik pemerintah. Menyesatkan, mengaburkan, menghalangi secara curang terhadap informasi yang berkaitan dengan keuangan atau perekonomian negara. 

Kasus Korupsi di Indonesia

1. Kasus korupsi PT. Asabri 

Korupsi yang dilakukan oleh PT. Asabri (Asuransi Sosial Angkatan bersenjata Republik Indonesia) merupakan kasus korupsi terbesar di Indonesia. Jumlah kerugian akibat kasus dugaan pengelolaan dana investasi PT. Asabri periode 2012 hingga 2019 mencapai angka Rp 23,74 triliun. Dalam kasus korupsi kelas kakap ini, ada 7 terdakwa yang dituntut 10 tahun penjara hingga hukuman mati. Di samping itu, para pelaku dimina membayar uang ganti rugi kepada negara dengan nominal mencapai belasan triliun rupiah.

2. Kasus korupsi Jiwasraya

Korupsi yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya merugikan negara hingga Rp13,7 triliun. Jiwasraya menjadi perhatian banyak orang setelah tidak mampu membayar polis kepada nasabah dengan nominal sebesar Rp12,4 triliun. Produk asuransi jiwa serta investasi ini adalah hasil kerja sama yang dilakukan oleh beberapa bank. Pada tahun 2019 lalu, Kejaksaan Agung menetapkan 5 orang sebagai tersangka kasus korupsi ini.

3. Kasus korupsi Bank Century

Kasus korupsi bank Century menjadi perhatian banyak orang di tahun 2014 lalu. Saat itu, Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK melaporkan kerugian yang diakibatkan oleh kasus ini mencapai angka Rp6,76 triliun. Tak hanya itu, negara juga mengalami kerugian sebesar Rp689,394 miliar untuk pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek kepada Bank Century.

4. Kasus korupsi Pelindo II

Kerugian yang diakibatkan oleh empat kasus PT. Pelindo II, menurut BPK, mencapai angka Rp6 triliun. Kasus korupsi ini terdiri dari pembangunan pelabuhan New Kalibaru, Global Bond Pelindo II, Pengelolaan Terminal Peti Kemas Koja, dan kontrak Jakarta International Container Terminal.

5. Kasus korupsi Kotawaringin Timur

Kasus yang kelima ini merugikan negara sebesar Rp5,8 triliun. Kerugian sebesar ini dihitung dari kegiatan kerusakan lingkungan, kerugian pertambangan, eksplorasi pertambangan bauksit, dan kerugian hutan. Kasus korupsi Kotawaringin Timur terjadi saat Supian menjadi Bupati Kotawaringin Timur periode 2010 sampai 2015.

6. Kasus korupsi BLBI

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerugian negara sebesar Rp4,58 triliun dalam kasus korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Jumlah ini jauh lebih besar dari perkiraan KPK yang menyatakan kerugian negara dalam kasus BLBI adalah Rp3,7 triliun.

7. Kasus korupsi E-KTP

Kasus korupsi e-KTP atau KTP elektronik ini terjadi pada tahun 2011-2012 dan merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun. KPK menetapkan beberapa orang sebagai tersangka, mulai dari pejabat Kementerian Dalam Negeri hingga petinggi DPR seperti Andi Narogong, Sugiharto, Irman, Anang Sugiana, Markus Nari, dan juga Setya Novanto.

8. Kasus korupsi Hambalang

Kasus korupsi Hambalang membuat negara merugi sebesar Rp 706 miliar. Data ini merupakan hasil dari investigasi yang dilakukan oleh BPK pada tahun 2012 dan 2013. Kasus Hambalang menyeret nama Andi Malarangeng yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Lalu ada Ignatius Mulyono (anggota DPR), Joyo Winoto (Kepala Pertanahan Nasional. Muhammad Nazaruddin (Bendahara Umum Partai Demokrat tahun 2010).

Hambatan Pemberantasan Kasus Korupsi di Indonesia

Berikut  hambatan pemberantasan kasus korupsi yang ada di Indonesia :

1. Hambatan manajemen

Hambatan yang terakhir datang dari pengabaian prinsip-prinsip manajemen yang baik (adil, akuntabel, dan transparan) sehingga penanganan kasus korupsi tidak dapat berjalan dengan maksimal. Yang termasuk dalam hambatan manajemen diantaranya adalah:

-Kurangnya komitmen pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pengawasan.

-Koordinasi yang lemah di antara aparat pengawasan dan antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum.

-Dukungan teknologi informasi yang belum maksimal dalam penyelenggaraan pemerintahan.

-Organisasi pengawasan yang tidak independen.

-Sebagian besar aparat pengawasan kurang atau tidak profesional.

2. Hambatan struktural

Hambatan struktural adalah hambatan dari praktik penyelenggaraan negara serta pemerintahan yang menyebabkan penanganan korupsi tidak berjalan seperti seharusnya. Misalnya seperti:

-Egoisme sektoral dan institusional yang menyebabkan pengajuan dana sebanyak mungkin untuk instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan nasional.

-Fungsi pengawasan yang belum berfungsi secara efektif.

-Koordinasi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum yang lemah.

-Inefisiensi pengelolaan kekayaan negara.

-Lemahnya sistem pengendalian intern yang berkorelasi positif dengan berbagai penyimpangan.

-Kualitas pelayanan publik yang rendah.

 3. Hambatan kultural

Hambatan kultural merupakan hambatan yang datang dari kebiasaan negatif yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, seperti misalnya:

-Sikap sungkan serta toleran di antara aparatur pemerintah yang bisa menghambat penanganan kasus korupsi.

-Pimpinan instansi yang kurang terbuka sehingga memunculkan kesan melindungi koruptor.

-Campur tangan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam penanganan kasus korupsi.

-Rendahnya komitmen dalam penanganan kasus korupsi yang tegas dan tuntas.

-Sikap masa bodo masyarakat pada upaya pemberantasan korupsi.

Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

Berikut adalah beberapa fenomena kejahatan korupsi di Indonesia:

1. Korupsi semakin meluas ke segala kalangan. Korupsi tidak hanya terjadi di kalangan pejabat tinggi, tetapi juga meluas ke tingkat bawah seperti lurah, camat, guru, dokter, dan lainnya. Karena itu merupakan tindakan yang bisa menghasilkan keuntungan jika tidak diawasi dengan ketat oleh atasan yang tegas.

2. Modus korupsi semakin canggih dan terstruktur. Misalnya dengan mendirikan yayasan atau lembaga fiktif, mark up anggaran proyek, suap untuk mendapatkan proyek, dan lainnya. Pelakunya juga semakin profesional dengan melibatkan orang dalam untuk menutupi korupsi dan nanti hasil dari korupsi bisa dibagi dua.

3. Dana korupsi yang diambil semakin besar dengan kerugian negara yang fantastis. Hal ini menunjukkan keserakahan pelaku korupsi semakin meningkat.

4. Meningkatnya kasus korupsi politik terutama oleh kepala daerah, anggota DPR/DPRD, dan partai politik dalam bentuk politik uang. Hal ini menimbulkan citra buruk politisi di mata masyarakat.

5. Lemahnya penegakan hukum dan budaya korupsi yang sudah membudaya sehingga kasus korupsi sulit diberantas. Banyak kasus korupsi yang menjerat pejabat tinggi namun berujung bebas atau hukuman ringan karena adanya mafia peradilan.

Strategi Pencegahan Korupsi di Indonesia

Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) meluncurkan Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 dengan tema Digitalisasi Untuk Cegah Korupsi. Peluncuran aksi ini berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 (Pasal 5) yang menyebutkan bahwa aksi pencegahan korupsi ditetapkan 2 tahun sekali oleh Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK). Timnas PK terdiri dari 5 Kementerian Lembaga yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertindak sebagai koordinator, Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PAN RB dan Kementerian Dalam Negeri.  Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 ini melibatkan 76 kementerian/lembaga, 34 pemerintah provinsi, dan 68 pemerintah kabupaten/kota. 

Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 terdiri dari 15 aksi, sebagai berikut :

1. Percepatan Penyelesaian Ketidaksesuaian Pemanfaatan Ruang dan Tumpang Tindih Perizinan Berbasis Lahan Melalui Implementasi Kebijakan Satu Peta.

2. Pengendalian Ekspor Impor.

3. Peningkatan Kualitas Data Pemilik Manfaat serta Pemanfaatan untuk Perizinan, Pengadaan Barang atau Jasa.

4. Perbaikan Tata Kelola di Kawasan Pelabuhan.

5. Percepatan Proses Digitalisasi Sertifikasi Pendukung Kemudahan Berusaha.

6. Penguatan Digitalisasi Perencanaan Penganggaran di Tingkat Pusat, Daerah, dan Desa.

7. Peningkatan Efektifitas Pencegahan Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa.

8.Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Melalui Intensifikasi dan Ekstensifikasi di sub-Sektor Mineral dan Batubara (Minerba)

9. Penataan Aset Pusat.

10. Penguatan Partai Politik dalam Pencegahan Korupsi.

11. Optimalisasi Interoperabilitas Data Berbasis NIK Untuk Program Pemerintah.

12. Penguatan Aparat Pengawasan Interen Pemerintah (APIP) Dalam Pengawasan Program Pemerintah.

13.Penguatan Sistem Penanganan Perkara Tindak Pidana.

13. Optimalisasi Pengawasan Keuangan Desa dan Penataan Aset Desa.

15. Penguatan Integrasi Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Daftar Pustaka

-Setiadi, W. (2018) Korupsi Di Indonesia (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya Pemberantasan, Serta Regulasi).

-Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991). 

-Abbas, K.A, “The Cancer of Corruption”, dalam Suresh Kohli (ed.), Corruption in India, (New Delhi: Chetana Publications, 1975). 

-https://katadata.co.id/safrezi/berita/6201fc94110d8/8-kasus-korupsi-di-indonesia-berdasarkan-total-kerugian-negara

-Amanda Adie, BA Philosophy w/ honors) & Creative Writing, MA Philosophy (2019) The Ethicist’s Toolbox: Jeremy Bentham’s Hedonic Calculus. https://www.thecollector.com/ethicist-toolbox-jeremy-bentham-hedonic-calculus/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun