Mohon tunggu...
Khoerul Maliyah
Khoerul Maliyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa semester 2 prodi Manajemen Bisnis Di Unniversitas Islam Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika Binis dalam Kehalalan pada Produk Makanan Cepat Saji

20 Mei 2024   18:46 Diperbarui: 20 Mei 2024   18:59 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstract

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek kehalalan pada makanan cepat saji yang semakin populer di kalangan masyarakat modern. Hal ini didorong oleh meningkatnya kesadaran konsumen muslim akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah. Metode penelitian yang digunakan meliputi studi literatur,riset pustaka (library research method). dan wawancara dengan pihak terkait seperti produsen makanan cepat saji, Lembaga Sertifikasi Halal, serta konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun banyak produsen yang telah berusaha untuk memenuhi standar halal, masih terdapat beberapa tantangan seperti kontminasi silang, penggunaan bahan baku yang tidak jelas asal usulnya, dan kurangnya pemahaman produsen terhadap proses sertifikasi halal. Penelitian ini menggarisbawahi pengtinya kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan lembaga sertifikasi halal untuk memastikan semua tahapan produksi makanan cepat saji memenuhi standar halal yang ditetapkan. Selain itu, edukasi konsumen mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan halal juga perlu ditingkatkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun ada kemajuan dalam penyediaan makanan cepat saji halal, masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk mencapai standar kehalalan yang optimal. 

Pendahuluan 

Perkembangan industri makanan cepat saji telah mengalami pertumbuhan pesat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Gaya hidup modern yang serba cepat dan praktis membuat makanan cepat saji menjadi pilihan utama bagi banyak orang. Restoran cepat saji menawarkan kecepatan, kenyamanan, dan harga yang terjangkau, sehingga sangat diminati oleh masyarakat perkotaan yang sibuk. Namun, seiring dengan peningkatan permintaan tersebut, muncul juga berbagai kekhawatiran, terutama di kalangan konsumen Muslim, mengenai status kehalalan dari makanan cepat saji yang mereka konsumsi . 

Kehalalan makanan merupakan isu penting bagi umat Muslim, karena mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik) adalah bagian dari perintah agama yang harus dipatuhi. Konsep halal tidak hanya mencakup bahan makanan yang diperbolehkan dalam Islam, tetapi juga mencakup seluruh proses produksi, termasuk cara penyembelihan hewan, penggunaan bahan tambahan, serta prosedur kebersihan dan sanitasi. Oleh karena itu, produsen makanan cepat saji yang ingin menargetkan konsumen Muslim harus memastikan bahwa produk mereka memenuhi semua persyaratan halal yang ditetapkan oleh hukum Islam. 

Apalagi dalam Al-Quran, Allah Subhanahu Wata'ala sudah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 3 bahwa orang Muslim harus menjauhi makanan -- minuman yang mengandung unsurunsur yang diharamkan tersebut. Bahkan orang Muslim diperintahkan untuk menjauhi produk pangan yang tidak jelas halal-haramnya alias masih syubhat.  

Sertifikasi halal adalah proses yang memastikan bahwa produk makanan memenuhi standar halal. Di Indonesia, sertifikasi ini dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI). Proses sertifikasi ini melibatkan berbagai tahapan pemeriksaan, mulai dari audit bahan baku, proses produksi, hingga distribusi. Namun, dalam praktiknya, penerapan standar halal di industri makanan cepat saji sering kali menghadapi berbagai tantangan. 

Salah satu tantangan utamanya adalah kurangnya pemahaman produsen tentang persyaratan halal. Banyak produsen yang belum sepenuhnya memahami kompleksitas dari proses sertifikasi halal, termasuk detail-detail kecil yang mungkin tampak sepele tetapi sebenarnya sangat penting. contohnya adalah kontaminasi silang yang dapat terjadi jika peralatan yang sama digunakan untuk memproses produk halal dan non-halal tanpa pembersihan yang memadai. Selain itu, penggunaan bahan tambahan seperti emulsifer, gelatin, dan pewarna yang sumbernya tidak jelas juga dapat menimbulkan keraguan tentang kehalalan produk. 

Tantangan lainnya adalah terkait dengan rantai pasok bahan baku. Dalam industri makanan cepat saji, bahan baku sering kali diperoleh dari berbagai pemasok yang mungkin berada diberbagai lokasi. Mengontrol dan memastikan kehalalan setiap bahan baku yang digunakan menjadi tugas yang sangat kompleks. Proses ini membutuhkan transparansi dan keterlacakan yang tinggi dari seluruh rantai pasok untuk memastikan bahwa setiap bahan yang masuk ke dalam proses produksi adalah halal. 

Selain itu, ada juga kendala dalam hal kebijakan dan regulasi. Meskipun pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan untuk mendukung industri halal, implementasi di lapangan sering kali menemui hambatan. Misalnya, masih banyak produsen kecil dan menengah yang belum mampu atau belum sadar akan pentingnya sertifikasi halal. Mereka mungkin merasa proses sertifikasi ini rumit dan memakan biaya yang tidak sedikit.

Di sisi lain, dari perspektif konsumen, ada kebutuhan yang terus meningkat akan produk makanan cepat saji yang halal. Konsumen Muslim saat ini semakin sadar dan kritis dalam memilih produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah. Mereka tidak hanya melihat label halal pada kemasan, tetapi juga mencari informasi lebih lanjut tentang bagaimana produk tersebut diproduksi. Oleh karena itu, edukasi konsumen juga menjadi aspek penting dalam memastikan bahwa mereka dapat membuat keputusan yang tepat mengenai produk yang mereka konsumsi.

Hal-hal diatas itulah yang menjadi latar belakang penulis untuk melakukan penelitian terhadap kehalalan produk makanan cepat saji dalam perspektif Islam dan juga menurut fatwa Majelis Ulama Indonsia sebagai lembaga yang memiliki otoritas fatwa keagamaan di Indonesia. Penelitian ini membatasi bahasan pada: 

1. Apa kriteria makanan dan minuman yang halal dan haram dalam perspektif Islam? 

2. Bagaimana fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatur kehalalan atas suatu produk makanan?

Metode Penelitian 

Penelitian ini menggunakan metode riset pustaka (library research method) atau penelitian kepustakaan dengan membaca buku-buku atau literatur-literatur keislaman yang berhubungan dengan masalah-masalah khususnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai landasan teori dalam melakukan analisis terhadap kehalalan suatu produk makanan cepat saji (fast food)

Hasil Dan Pembahasan 

A. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) 

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek bidang kehidupan umat manusia; tidak saja membawa berbagai kemudahan, kebahagian, dan kesenangan, melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan . Salah satu persoalan cukup mendesak yang dihadapi umat adalah membanjirnya produk makanan dan minuman olahan, obat-obatan, dan kosmetika. Umat, sejalan dengan ajaran Islam, menghendaki agar produk-produk yang akan dikonsumsi tersebut dijamin kehalalan dan kesuciannya. Menurut ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci, dan baik merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib . 

Untuk menjamin kehalalan suatu produk yang telah mendapat Sertifikat Halal, MUI menetapkan dan menekankan bahwa jika sewaktu-waktu ternyata ditemukan produk tersebut mengandung unsur-unsur barang haram atau najis, maka MUI berhak mencabut Sertifikat Halal produk yang bersangkutan. Selain itu, perusahaan yang mendapat Sertifikat Halal diharuskan menjalankan Sistem Jaminan Halal (SJH) guna meyakinkan masyarakat akan konsistensi perusahaan terhadap kehalalan suatu produk selama masa berlaku Sertifikat Halal. Di samping itu, setiap produk yang telah mendapat Sertifikat Halal diharuskan pula memperbaharui atau memperpanjang Sertifikat Halal-nya setiap dua tahun, dengan prosedur dan mekanisme yang sama. Jika setelah dua tahun terhitung sejak berlakunya perusahaan yang bersangkutan tidak mengajukan permohonan (perpanjangan) Sertifikat Halal, perusahaan itu dianggap tidak lagi berhak atas Sertifikat Halal dan kehalalan produk-produknya di luar tanggung jawab MUI. 

B. Analisis Kehalalan Menu Makanan Cepat Saji 

Ada banyak menu makanan cepat saji yang menjadi menu favorit di Indonesia khususnya di kota-kota besar umumnya. Berikut ini adalah hasil analisis kehalalan menu makanan cepat saji yang populer di seluruh dunia yang berasal dari berbagai negara, diantaranya adalah : 

1. Burger 

Burger adalah makanan cepat saji yang sebenarnya berasal dari Jerman, namun kebanyakan orang lebih mengenalnya sebagai makanan cepat saji Amerika. Makanan ini berupa roti bundar yang diisi dengan daging giling yang dibentuk dan dipanggang , kemudian diberi sayur-sayuran berupa selada, tomat, dan bawang bombay. Tak lupa dilengkapi dengan saus seperti mayones, saus tomat, maupun mustard. 

Bahan kritis yang perlu diperhatikan dan harus bersertifikat halal adalah daging sapi, tepung roti, roti burger, keju, minyak goreng, margarine, mayones, dan mustard.

 Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk burger di restoran makanan cepat saji (fast food) berskala nasional yang ada di kota-kota besar di Indonesia dijamin halal karena telah bersertifikat halal MUI dan memenuhi kriteria Sistem Jaminan Halal. Sedangkan produk burger yang dijual secara retail dan berskala lokal kebanyakan belum bersertifikat halal MUI sehingga tidak dijamin kehalalannya.

2. Pizza 

Pizza (atau piza) adalah sejenis roti bundar, pipih yang dipanggang di oven dan biasanya dilumuri saus tomat serta keju dengan bahan makanan tambahan lainnya yang bisa dipilih. Keju yang dipakai biasanya mozzarella atau "keju pizza". Jenis bahan lain juga dapat ditaruh di atas pizza, biasanya daging dan saus, seperti salami dan pepperoni, ham, bacon, buah seperti nanas dan zaitun, sayuran seperti cabe dan paprika, dan juga bawang bombay, jamur dan lain lain. 

Pizza asli berasal dari Italia dan bisa ditemui di Pizzeria (toko Pizza) yang tiap porsi pizzanya berdiameter kira-kira 30 cm atau lebih, dengan adonan yang telah ditarik tipis. Salah satu rahasia kelezatan Pizza Italia adalah proses pemanggangannya yang dilakukan di dalam oven tradisional dengan bara api. Gerai pizza yang sudah tidak asing lagi di telinga tentunya adalah pizza hut. Pizza hut mampu menjadi salah satu makanan favorit di Indonesia. Komposisi bahan untuk membuat kulit pizza ala pizza hut adalah tepung terigu, ragi instan, gula pasir, garam, air hangat, dan minyak zaitun. Sedangkan bahan untuk topping pizza ala pizza hut adalah keju mozarella, keju chedar, jamur, smoked beef, sosis sapi, tomat segar, paprika, dan bawang bombay.

Bahan kritis yang perlu diperhatikan dan harus bersertifikat halal adalah tepung terigu, ragi instan, gula pasir, keju, daging sapi, dan sosis. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk pizza di restoran makanan cepat saji (fast food) berskala nasional yang ada di Kota-Kota besar di Indonesia dijamin halal karena telah bersertifikat halal MUI dan memenuhi kriteria Sistem Jaminan Halal.

3. Fried Chicken (Ayam Goreng) 

Fried Chicken atau ayam goreng adalah hidangan yang dibuat dari daging ayam dicampur tepung bumbu yang digoreng dalam minyak goreng panas. Beberapa rumah makan siap saji secara khusus menghidangkan ayam goreng 

Komposisi bahan membuat Fried Chicken Crispy ala KFC adalah daging ayam segar, lada, garam, minyak goreng, bawang putih. Adapun bahan pelapis kering Fried Chicken Crispy yaitu tepung terigu, bumbu kaldu instan, baking soda, tepung maizena, vetsin, dan bawang putih. Bahan kritis yang perlu diperhatikan dan harus bersertifikat halal adalah daging ayam, tepung terigu, minyak goreng, dan kaldu. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk fried chicken (ayam goreng) di restoran makanan cepat saji (fast food) berskala nasional yang ada di Kota-Kota Besar di Indonesia dijamin halal karena telah bersertifikat halal MUI dan memenuhi kriteria Sistem Jaminan Halal. Sedangkan produk Fried Chicken (Ayam Goreng) dijual secara retail dan berskala lokal kebanyakan belum bersertifikat halal MUI sehingga tidak dijamin kehalalannya. 

4. Spageti 

Spageti adalah mi Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya dimasak selama 9-12 menit di dalam air mendidih al dente yang artinya tidak lengket di gigi, tidak terlalu mentah ataupun terlalu matang. Cara memakannya bervariasi tetapi yang sangat terkenal adalah Spaghetti ala Bolognaise yaitu dengan saus daging cincang lalu ditaburi keju Parmesan parut. 

Komposisi bahan Spageti Bolognaise adalah air, spaghetti, minyak zaitun, garam. Adapun bahan pembuatan saus spageti berupa minyak goreng, bawang putih, bawang bombay, daging sapi cincang, saus tomat, tomat, kecap manis, tepung maizena, merica bubuk, oregano. Bahan pelengkapnya adalah keju parut. Bahan kritis yang perlu diperhatikan dan harus bersertifikat halal adalah minyak goreng, daging sapi, dan kecap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk spageti di restoran makanan cepat saji (fast food) berskala nasional yang ada di Kota-Kota Besar Di Indonesia dijamin halal karena telah bersertifikat halal MUI dan memenuhi kriteria Sistem Jaminan Halal. 

5. Sushi 

Sushi adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah dimasak. Nasi sushi mempunyai rasa masam yang lembut karena dibumbui campuran cuka beras, garam, dan gula. 

Bahan utama sushi ala Indonesia adalah beras pulen, beras ketan, nori, sosis, stik kentang, nugget, telur dadar, dan wortel. Sedangkan bahan bumbu untuk sushi terdiri dari gula pasir, garam, air matang, dan cuka. Adapun bahan penolongnya adalah wasabi, vinegar, mayones, kecap asin, dan teriyaki. Bahan kritis yang perlu diperhatikan dan harus bersertifikat halal adalah sosis, stik kentang, nugget, gula pasir, mayones, dan kecap asin. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk sushi di restoran makanan cepat saji (fast food) berskala nasional yang ada di Kota Bogor dijamin halal karena telah bersertifikat halal MUI dan memenuhi kriteria Sistem Jaminan Halal. 

Kesimpulan 

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, pada bab terakhir penulis akan tuangkan kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 

1. Kriteria makanan dan minuman cepat saji yang halal dan yang haram dalam syariat Islam ditentukan oleh ada tidaknya unsur-unsur barang haram dan najis berikut turunannya, setelah dilakukan audit (pemeriksaan) atas produk olahan pangan yang berstatus syubhat tersebut. 

2. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal yang secara lengkap dan rinci dijelaskan dalam Fatwa Halal MUI dan berbagai ketentuan dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Sehingga masyarakat dapat mengetahui dan memonitor kehalalan makanan dan minuman restoran cepat saji (fast food). 

3. Restoran-restoran makanan cepat saji (fast food) berskala Nasional di Indonesia yang sudah bersertifikat halal MUI telah menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH). 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun