OLEH: Khoeri Abdul Muid
Malam itu, di Kafe Kopi Bawah Pohon Jollong, angin dingin menusuk tulang, dan bulan purnama menggantung rendah, seakan menyaksikan sesuatu yang akan terjadi. Nadira duduk di kursi rotan, menatap jauh ke arah pohon beringin besar di belakang kafe. Teman-temannya baru saja bubar, meninggalkan obrolan ringan tentang "ruangan rahasia" yang diklaim Sasha bisa mengabulkan permintaan.
"Aku harus mencobanya," gumam Nadira pada dirinya sendiri. Bukan karena percaya, tetapi karena rasa putus asa. Hidupnya di Jakarta hancur---pekerjaan lenyap, utang menumpuk, dan orang tuanya sudah lama meninggal dalam kecelakaan yang ia salahkan pada dirinya.
Dengan langkah ragu, ia menuju pohon beringin. Pintu kecil yang tersembunyi di balik akar besar terlihat jelas di bawah sinar bulan. Suasana semakin mencekam, tetapi Nadira memaksakan diri masuk.
Di dalam, ruangan kecil yang remang menyambutnya. Di tengah ruangan, ada meja batu dengan toples kaca besar. Tulisan di dinding berbunyi: "Tulis permintaanmu, tapi ingat: segala sesuatu punya harga."
Nadira merogoh tasnya, menuliskan sesuatu di secarik kertas:
"Kembalikan Ayah dan Ibu. Berikan aku hidup yang baru."
Kertas itu ia masukkan ke dalam toples. Seketika ruangan bergetar, angin melolong dari segala arah. Nadira terjatuh, menahan napas saat suara berat menggema:
"Permintaanmu diterima. Harga akan ditentukan."
Tiba-tiba, dunia berubah.
Nadira terbangun di rumah masa kecilnya. Orang tuanya hidup kembali, sehat dan ceria. Tapi ada yang aneh. Ketika ia berbicara, mereka menatapnya seperti orang asing.
"Nona, Anda siapa?" tanya Ayahnya, matanya penuh kecurigaan.
Nadira tertegun. "Ini aku, Nadira! Anak kalian!"
"Maaf, kami tidak punya anak," jawab Ibunya dingin.
Nadira berlari ke cermin besar di ruang tamu. Sosok yang menatap balik bukan dirinya---ia adalah perempuan asing dengan wajah yang sama sekali tak dikenalnya.
"Siapa aku?" bisiknya panik.
Hari-hari berikutnya semakin mengerikan. Nadira menyadari bahwa ia telah dihapus dari sejarah hidup keluarganya. Namun, itu belum semuanya. Setiap malam, ia bermimpi aneh tentang sosok pria berjubah hitam yang terus mendekat, dengan suara menggema:
"Waktumu hampir habis."
Ketakutan memuncak ketika Nadira mendengar kabar bahwa keluarga barunya sedang dicari oleh seorang kolektor barang mistis. Ternyata, permintaannya membangkitkan bukan hanya orang tuanya, tetapi juga benda kuno yang terkubur di dekat rumah mereka.
"Barang itu---'Kalung Arwah'---memiliki kutukan. Barang itu menarik para pemburu mistis," jelas Sasha ketika Nadira mencarinya untuk meminta bantuan.
Dengan bantuan Sasha, Nadira kembali ke pohon beringin. Mereka harus menghentikan kutukan sebelum segalanya terlambat. Namun, penjaga pohon, pria berjubah hitam itu, sudah menunggu.
"Permintaanmu sudah mengubah keseimbangan. Kau tidak bisa membatalkannya tanpa membayar harga lebih besar," ucapnya.
"Aku akan bayar! Apa pun!" teriak Nadira.
"Nyawamu!" Pria itu menyerang dengan kekuatan angin yang membuat akar pohon beringin mencambuk liar.
Namun, Sasha, yang ternyata memiliki pengetahuan tentang ritual kuno, berhasil menemukan cara membalikkan efek permintaan. Ia menyuruh Nadira mengorbankan kenangan paling berharga untuk menyelamatkan semuanya.
"Buang kenanganmu tentang Ayah dan Ibu! Itu satu-satunya cara!" teriak Sasha.
Dengan air mata deras, Nadira memutuskan menghapus seluruh kenangan masa kecilnya. Ia membisikkan doa terakhir di bawah pohon beringin. Seketika dunia kembali normal.
Nadira terbangun di kafe, kembali ke hari pertama ia mendengar cerita Sasha. Namun, ia tidak ingat siapa Sasha atau alasan ia berada di sana. Ia hanya melihat seorang barista yang menatapnya ramah sambil menyuguhkan kopi.
"Nama kamu siapa?" tanya Nadira.
Barista itu tersenyum. "Aku Sasha. Selamat datang di Kafe Kopi Bawah Pohon."
Nadira mengerutkan dahi, merasa ada sesuatu yang hilang, tapi ia tidak tahu apa. Hanya ada rasa damai yang membungkus dirinya---dan aroma kopi robusta yang kembali memenuhi udara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H