Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hati yang Terasing

19 November 2024   18:00 Diperbarui: 19 November 2024   18:00 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di akhir perkuliahan, Pak Sandi menuliskan tugas di papan tulis:

  • Cari seseorang yang sedang menderita di sekitar kalian. Dengarkan mereka. Jangan beri saran, hanya dengarkan. Lalu tuliskan refleksimu di jurnal.

Beberapa mahasiswa protes.
"Pak, ini tugas nggak penting," gerutu Nina.
"Kami kuliah di universitas top, Pak. Waktu kami terlalu berharga untuk hal seperti ini," seru Yudi.

Pak Sandi tersenyum kecil. "Tepat sekali. Ini tugas yang paling sulit. Kalian mungkin pintar menjawab soal ujian, tapi apa gunanya jika hati kalian tumpul?"

Minggu berikutnya, hanya Zahra yang menyerahkan jurnalnya. Di dalamnya, ia menuliskan kisah tentang seorang pemulung tua yang sering ia temui di jalan menuju kampus. Zahra mendengarkan cerita hidup si pemulung yang penuh kepedihan, dan untuk pertama kalinya, ia merasa mengerti apa artinya peduli tanpa pamrih.

"Luar biasa, Zahra," kata Pak Sandi. Namun saat ia melihat mahasiswa lain, ia hanya bisa menghela napas.

"Kenapa kalian tidak menyelesaikan tugas ini?" tanyanya.

"Ini nggak relevan dengan karier kami, Pak," jawab Yudi sinis.
"Kami di sini untuk belajar teori dan keahlian profesional, bukan untuk drama," tambah Nina.

Pak Sandi terdiam. Ia tahu, pendidikan yang ia tempuh dulu pun membentuk pola pikir mereka. Ia memutuskan mencoba lagi dengan cara berbeda.

Di akhir semester, Pak Sandi mengadakan debat kelas. Temanya sederhana: Apakah hati masih penting dalam dunia yang kompetitif?

Sesi debat penuh dengan argumen tajam. Yudi dan Nina bersikeras bahwa kognisi dan logika adalah kunci utama kesuksesan. Zahra, yang kini menjadi pembela empati, mencoba melawan dengan cerita-cerita nyata yang menyentuh hati.

Namun, argumen logis tetap mendominasi. "Hati tidak mengisi perut!" pekik Yudi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun