Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kyai Janur Kuning (05)

7 Desember 2016   03:11 Diperbarui: 7 Desember 2016   19:59 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejenak kemudian Permaisuri Sepuh Ajengastuti menarik napas dalam-dalam sembari mendekati Pangeran Basoko. Bahu Basoko digamit erat-erat. Perasaannya sangat iba.

“Anakku Basoko… Pun Ibu bisa merasakan penderitaan hatimu, Nak… Hatimu pasti remuk berkeping-keping karena tingkah sewenang-wenang Ayahandamu Prabu Sepuh Mengkuwaseso… Tapi ya jangan terus patah semangat hidupmu, terus ingin bunuh diri begitu, ya Nak…”.

“Sudah… Ibu tidak usah menyenang-nyenangkan saya. Nanti malah makin bikin hati saya makin perih saja! Oh, Ibu… Baru kali ini ada perilaku macan tega memangsa anaknya sendiri… Basoko dimangsa Mengkuwaseso, untuk tumbal tahta Prabu Sancoyo. Hmm! Mana ada, orang tua jingkrak-jingkrak kegirangan di atas kesengsaraan anak…!?”.

“Anakku, Basoko…”.

“Jangan menyela, Ibu… Belum selesai saya berbicara… Ibu… Orang hidup aka nada gunanya jika orang lain mau mengakui hak wewenangnya, dan mau menghormati harga dirinya…Hmm! Ibu Ajengastuti tahu, to?! Saya sudah kehilangan hak wewenangdan harga diri!... Maka untuk apa saya hidup, Ibu? Untuk apa…?! Toh lebih berharga jika saya mati membela hak wewenang saya dan harga diri?!”.

“Ada hak wewenang, tapi juga ada kewajiban, Nak… Dua-duanya harus seimbang, tidak boleh berat sebelah…. Demikian juga, Nak Basokoharus ingat… Harga diri dari budi pekerti. Bukan dari siapa-siapa, tetapi dari dirimu sendiri, Nak…”.

“Tujuan Ibu?! Saya harus rela, menerima, dan iklas…seperti nasehat Ibu kemarin itu?!”.

“Iya…! Sebab dirimu, sesungguhnya tidak memiliki hak wewenang tahta raja, Nak!”.

“Ha! Kenapa, Ibu?!”.

“Dirimu bukan putra rja Pandhawan… dirimu bukan anak Prabu Sepuh Mengkuwaseso, Nak…!”.

Mendengar jawaban ibunya yang demikian, Pangeran Basoko luluh bagai tersambar geledek. Ia berlutut, memeluk kaki Permaisuri Sepuh Ajengastuti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun