Dalam pergumulan itu datanglah seseorang yang oleh mereka karena sedang bergelut di lantai maka tampak sepasang kaki Permaisuri Sepuh Ajengastuti.
Menyusul tangannya perlahan memungut bilah keris yang diperebutkan pangeran Basoko dan Gemboslewaslewos tersebut.
Merekapun mendongak perlahan-lahan ke atas.
Permaisuri Sepuh Ajengastuti dengan tenang melerai…
“Anakku Pangeran Basoko…, Gembos…! Sudahi gelut kalian! Aku perintahkan, sudah…!”.
Pangeran Basoko dan Gembos tampak takut dan saling melepaskan diri sembari mengibas-ibas debu di baju mereka.
“Gemboslewaslewos…! Orang tidak bercermin pada tengkuk itu ya kamu!... Ingatlah. Asal-muasalmu itu dari jalanan, gelandangan… Tapi setelah dimuliakan anakku Pangeran Basoko, kamu malah berani melawan ya sekarang?! Ehm… sama halnya menyelimuti macan galak, akibatnya malah mencaplok…!”, caci Permaisuri Sepuh Ajengastuti pada Gembos yang tak kalah pedas dari Pangeran Basoko.
Ketakutan Gemboslewaslewos makin menjadi-jadi, “A, a… Ti… tidak, Gusti… Si… siap menerima amarah Gusti. Saya… saya… hanya akan merebut pusaka yang akan digunakan bu… bunuh… diri Pa… Pa… Pangeran Basoko, Gusti Permaisuri!...”.
“Ha?!!!”, Kontan Permaisuri Sepuh Ajengastuti terkejut bukan kepalang.
“Anakku Basoko mau bunuh diri?!...?.
Pangeran Basoko geram dengan memelototi Gemboslewaslewos. Sementara Gemboslewaslewos hanya bisa menunduk ketakutan.