Mohon tunggu...
Zulkarnain ElMadury
Zulkarnain ElMadury Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Lahir di Sumenep Madura

Hidup itu sangat berharga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenangan Bersama Buya Risman

17 November 2024   15:15 Diperbarui: 17 November 2024   18:52 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Masjid At-Tanwir Muhammadiyah 

Semoga Allah selalu merahmati beliau, dan semoga aku bisa terus meneladani ketulusan dan perjuangan beliau untuk umat.


Diskusi menjelang Muktamar Muhammadiyah di Surakarta itu adalah salah satu momen yang paling membekas dalam ingatanku. Malam itu, di sebuah ruangan sederhana di kantor Majelis Tabligh, Buya Risman tampak lebih banyak diam. Biasanya, beliau selalu aktif memberikan pendapat atau menyampaikan pandangan yang tajam. Namun, malam itu berbeda. Wajahnya penuh dengan guratan keprihatinan, seolah ada beban berat yang sedang beliau pikul.

"Ada apa, Buya?" tanyaku akhirnya memecah keheningan.

Beliau menghela napas panjang sebelum menjawab. "Zulkarnain, aku merasa Muhammadiyah ini seperti perahu yang sedang dihantam gelombang dari berbagai arah. Kita punya prinsip, punya manhaj, tapi belakangan ini, paham-paham luar mulai menyusup, mencoba merusak dasar yang kita bangun dengan susah payah. Kalau dibiarkan, aku khawatir perahu ini akan oleng."

Aku tertegun mendengar ucapan itu. Beliau jarang sekali mengeluh, apalagi tentang keadaan Muhammadiyah. Selama ini, beliau dikenal sebagai sosok yang tegar dan optimis. Namun, malam itu aku melihat sisi lain dari Buya Risman---seorang pemimpin yang sedang dilanda kesedihan mendalam.

"Kebijakan-kebijakan yang dibuat Muhammadiyah mulai terganggu, Zulkarnain," lanjutnya. "Aliran-aliran yang tidak sesuai dengan manhaj kita mencoba menarik orang-orang kita, bahkan para intelektual kita. Kalau ini terus terjadi, aku takut Muhammadiyah kehilangan identitasnya. Kita harus melakukan sesuatu."

Aku hanya bisa mengangguk, merasakan keresahan yang sama.

Buya Risman kemudian berbicara tentang harapannya pada Muktamar kali ini. Beliau berharap akan ada suksesi kepemimpinan yang mampu membawa perubahan. "Kita butuh pemimpin yang benar-benar memahami prinsip Muhammadiyah, yang bisa menjaga umat dari pengaruh paham-paham luar yang merusak."

Namun, aku bisa merasakan kekecewaan dalam nada suaranya. Seolah-olah, di balik harapannya itu, beliau juga menyimpan kekhawatiran bahwa perubahan yang diinginkan tidak akan mudah terjadi.

"Aku hanya ingin Muhammadiyah tetap kokoh," katanya akhirnya. "Kokoh di atas prinsip al-Quran dan as-Sunnah, tanpa tergoda oleh tarikan-tarikan politis atau pengaruh luar. Tapi aku tahu, ini perjuangan yang panjang."

Malam itu, aku pulang dengan hati yang berat. Melihat kesedihan Buya Risman membuatku sadar bahwa perjuangan untuk menjaga kemurnian manhaj Muhammadiyah bukanlah perkara kecil. Ini adalah tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh setiap kader dan pemimpin Muhammadiyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun