Mohon tunggu...
Zulkarnain ElMadury
Zulkarnain ElMadury Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Lahir di Sumenep Madura

Hidup itu sangat berharga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi Fatwa Kripto, Pandangan Lembaga Islam Dunia tentang Kehalalan dan Keharaman Cryptocurrency

14 November 2024   09:09 Diperbarui: 14 November 2024   09:22 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5 . Majelis Fiqih Islam Internasional (International Fiqh Academy)

Kutipan: "Sebagian besar cryptocurrency tidak memiliki dukungan fisik atau nilai intrinsik yang nyata, menyebabkan ketidakpastian tinggi yang tidak dapat diterima dalam syariah. Transaksi yang bergantung pada ketidakpastian semacam ini mengandung gharar, yang dilarang dalam Islam."

Alasan: Majelis ini menekankan bahwa penggunaan kripto sebagai mata uang atau investasi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah Islam karena volatilitas tinggi dan tidak adanya perlindungan nilai yang nyata, membuatnya tidak stabil dan rentan terhadap penipuan.

Secara keseluruhan, lembaga-lembaga ini menolak kripto karena faktor-faktor seperti ketidakstabilan nilai, sifat spekulatif, ketidakpastian, dan potensi untuk penyalahgunaan dalam aktivitas ilegal. Sifat-sifat ini dianggap tidak memenuhi prinsip muamalah yang disyaratkan dalam Islam.

 Kesimpulan

Dari pandangan berbagai lembaga fatwa Islam dunia, dapat disimpulkan bahwa cryptocurrency, khususnya sebagai alat tukar, dianggap tidak sesuai dengan prinsip syariah. Faktor utama yang melandasi keharaman ini adalah sifatnya yang sangat spekulatif, adanya ketidakpastian (gharar), serta potensi besar untuk disalahgunakan dalam aktivitas ilegal. 

Sifat ketidakstabilan nilai yang tinggi juga membuat kripto dipandang sebagai instrumen yang dapat merugikan pengguna dan bertentangan dengan prinsip keadilan dalam keuangan Islam.

Meski demikian, beberapa lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia membuka peluang untuk memperbolehkan kripto sebagai komoditas digital selama memenuhi syarat tertentu, seperti memiliki nilai dasar (underlying asset) dan diatur oleh regulasi yang jelas. Kesimpulannya, mayoritas ulama menilai bahwa cryptocurrency dalam bentuknya saat ini lebih banyak menimbulkan mudarat daripada manfaat, sehingga lebih berhati-hati atau mengharamkannya dalam penggunaannya di masyarakat.

Perkembangan teknologi dan regulasi mungkin akan membuka ruang bagi diskusi lanjutan, tetapi untuk saat ini, mayoritas lembaga fatwa masih berpegang pada prinsip-prinsip muamalah yang ketat dalam menentukan halal-haram kripto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun