Mohon tunggu...
Kharisma PutriWisyamdewi
Kharisma PutriWisyamdewi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perikatan Islam di Indonesia

5 Maret 2023   20:50 Diperbarui: 5 Maret 2023   20:57 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukum Perikatan Islam di Indonesia
Kharisma Putri Wiayamdewi
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta
Kharismap393@gmail.com


Abstrak 

Pembahasan dalam buku ini mencakup berbagai persoalan hukum yang penting untuk diketahui bagi mahasiswa yang ingin mempelajari hukum perikatan Islam, berusaha semaksimal mungkin agar mudah dijangkau mahasiswa dengan menggunakan istilah-istilah yang biasa digunakan dalam sistem hukum lain yang telah berkembang seperti kuliah di fakultas hukum. pada umumnya seperti hukum perikatan perdata Barat (diambil dari Burgerlijk Wetboek) dan hukum perikatan adat. Di bagian akhir buku ini, untuk mengikuti perkembangan di era globalisasi, dibahas berbagai macam transaksi yang ada di zaman modern ini dari sudut pandang hukum Islam.

Kata kunci: hukum perikatan, hukum perdata

Pendahuluan
Dalam literatur ilmu hukum, terdapat berbagai istilah yang sering dipakai sebagai rujukan di samping istilah hukum perikatan untuk menggambarkan ketentuan hukum yang mengatur transaksi dalam masyarakat. Ada yang menggunakan istilah hukum perutangan, hukum perjanjian maupun hukum kontrak. Masing-masing istilah tersebut memiliki. tekan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Istilah hukum perutangan biasanya diambil karena suatu transaksi mengakibatkan adanya konsekuensi yang berupa suatu peristiwa tuntut menuntut. Hukum Perjanjian digunakan apabila melihat bentuk nyata dari adanya transaksi. Apabila pengaturan hukum tersebut mengenai perjanjian dalam bentuk tertulis orang juga sering menyebutnya sebagai hukum kontrak. Adapun digunakan hukum perikatan untuk menggambarkan bentuk abstrak dari terjadinya keterkaitan para pihak yang mengadakan transaksi tersebut yang tidak hanya timbul dari adanya perjanjian antara pihak, namun juga dari ketentuan yang berlaku di luar perjanjian tersebut yang menyebabkan terikatnya para pihak untuk melaksanakan tindakan hukum tertentu.

Di sini tampak, bahwa hukum perikatan memiliki pengertian yang lebih luas dari sekadar hukum perjanjian istilah hukum perikatan Islam dipakai dalam buku ini, dimaksudkan sebagai padanan pengertian dari hukum perikatan dalam hukum perdata barat yang dikaji berdasarkan ketentuan hukum Islam tidak berbeda dengan hukum perdata barat tersebut, dalam pengertian hukum perikatan Islam di sini juga dimaksudkan sebagai cakupan yang lebih luas dari sekadar Hukum Perjanjian. Walaupun dalam bentuk tradisional, materi bahasan tentang hukum perikatan Islam ini merupakan bagian dari bidang hukum muamalah dalam kitab-kitab fiqih yang biasanya bahkan meliputi cakupan yang lebih luas.
Pembahasan

Buku yang akan saya review berjudul hukum perikatan Islam di Indonesia, ditulis oleh ibu Gemala Dewi beserta kawan-kawan dosennya di Universitas Indonesia. Buku ini memiliki 218 halaman inti dari buku dan 10 halaman kata pengantar. Sesuai dengan judul, buku ini membahas tentang hal-hal apa saja yang termasuk ke dalam ruang lingkup hukum perikatan Islam. Adapun beberapa hal yang dibahas dalam buku ini, yaitu

1. Kedudukan hukum perikatan Islam dalam lembaga syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan pasar modal syariah.
2. Multi level marketing dalam hukum Islam.
3. Waralaba dalam hukum Islam.
4. Kartu kredit menurut hukum Islam.

Buku ini memaparkan pendapat dari Prof. Dr. H. Abdul Gani Abdullah, S. H., mengenai dua hal besar yang menjadi dasar dari berlakunya hukum perikatan Islam. Dasar pertama adalah aqidah, yaitu keyakinan yang memaksa pelaksanaannya dalam bertransaksi, dan dasar kedua adalah Syariah sepanjang mengenai norma atau aturan aturan hukum yang mempunyai dua dimensi yaitu dimensi Trans dental atau vertikal. Dimensi transplantasi ini dikenal dengan sebutan hablum minallah yang merupakan pertanggungjawaban individu maupun kolektif kepada Allah. Adapun dimensi lainnya adalah dimensi horizontal yang dikenal dengan sebutan habluminannas yang mengatur interaksi sosial diantara manusia. kedua dimensi inilah yang mempengaruhi perilaku umat Islam dalam aktivitas transaksinya sehari-hari. Keberlakuan hukum perikatan dalam kehidupan umat Islam seperti yang digambarkan di atas, diakui dan dihargai oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara kita yang pada pasal 29 memberikan kebebasan pelaksanaan ajaran agama bagi tiap penduduk negara. Hal ini terutama dilandasi oleh sila pertama Pancasila sebagai dasar falsafah negara kita yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa penerapan hukum perikatan Islam ini merupakan pelaksanaan ibadah dalam arti luas bagi pemeluk agama Islam sebagaimana ditetapkan dalam ajaran Islam sesuai dengan bunyi pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 dan sila pertama dari Pancasila.

Pada awal proses Islamisasi di kepulauan Indonesia yang dilakukan oleh para saudagar melalui perdagangan dan perkawinan, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah ada dalam masyarakat tumbuh dan berkembang di samping kebiasaan atau adat penduduk yang mendiami kepulauan nusantara ini. Pada masa kedatangan Belanda hingga pada abad ke-19 melalui theori receptie. Belanda mulai membiasakan penggunaan hukum Belanda di Indonesia terutama di bidang hukum perikatan, dengan jalan mengeluarkan hukum Islam bidang perikatan dari aktivitas perdagangan karena dianggap tidak lagi berlaku di Indonesia. Kedudukan hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia terbagi dalam dua periode, yaitu itu periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif dan dan periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber otoritatif. Sumber persuasif ialah sumber yang terhadapnya orang harus yakin dan menerimanya, sedangkan sumber otoritatif adalah sumber yang mempunyai kekuatan. Terdapat beberapa perbedaan antara hukum perikatan Islam, hukum perikatan barat, dan hukum perikatan adat, yaitu sebagai berikut

A. Aspek Landasan Filosofis

Ditinjau dari landasan filosofis, hukum perikatan Islam merupakan religius transendental, atau hukum yang mengandung nilai-nilai agama yang bersumberkan dari ketentuan Allah. Untuk hukum perikatan barat sendiri bersifat sekuler atau tidak mengandung nilai-nilai agama. Sedangkan hukum perikatan adat memiliki landasan religio-magis, yaitu memiliki nilai kepercayaan yang dituangkan dalam simbol-simbol.

B. Aspek Sifat Suatu Hukum

Ditinjau dari sifatnya, hukum perikatan Islam memiliki sifat individual (sifat yang berhubungan dengan manusia secara pribadi) dan memiliki sifat proporsional (sesuai dengan proporsi, seimbang atau sebanding). Hukum perikatan barat, sifatnya adalah individual dan liberal (tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan hak merupakan sebuah cita-cita). Sedangkan hukum perikatan adat, sifatnya adalah komunal, yaitu hukum adat dan masyarakat dalam kawasan tertentu.

C. Aspek Ruang Lingkup

Hukum perikatan Islam memiliki ruang lingkup vertikal dan horizontal, yaitu hubungan bidimensional manusia dengan Allah (vertikal), manusia dengan manusia, serta benda dan lingkungan (horizontal). Hukum perikatan barat sendiri hanya memiliki ruang lingkup yang berhubungan dengan manusia dengan manusia saja, atau manusia dengan benda (horizontal). Sedangkan untuk hukum perikatan adat memiliki hubungan horizontal saja atau hubungan antara manusia dengan manusia lain.

D. Aspek Proses Terbentuknya

Hukum perikatan Islam terbentuk dari adanya pengertian al-ahdu (perjanjian), persetujuan, dan al-akdu (perikatan) dalam Q. S. Ali Imran ayat 76 dan Q. S. Al-Maidah ayat 1. Hukum perikatan barat terbentuk karena adanya pengertian perjanjian (overeenkomst) dan perikatan (verbintenis) dalam Pasal 1313 dan Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1233. Sedangkan untuk hukum perikatan adat terbentuk karena adanya perjanjian, persetujuan, perbuatan simbolis dan perikatan.

E. Aspek Sahnya Suatu Perikatan

Ditinjau dari sahnya suatu perikatan, hukum perikatan Islam terdiri dari 5 hal, yaitu halal, sepakat, cakap, tanpa paksaan, dan ijab-kabul. Sedangkan untuk hukum perikatan barat ada 4 hal, yaitu sepakat, cakap, hal tertentu, dan halal (Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320). Sedangkan dalam hukum perikatan adat terdapat dua hal yang menjadi syarat dari sahnya suatu perikatan, yaitu terang dan tunai.

F. Aspek Sumber

Jika ditinjau dari sumbernya, hukum perikatan Islam memiliki 2 sumber, yaitu persetujuan yang tidak melanggar syariat dan sikap yang didasarkan kepada syariat. Sedangkan untuk hukum perikatan barat memiliki dua sumber yaitu prosedur dari pihak yang berwenang dan Undang-Undang Pasal 1233. Hukum perikatan adat sendiri, memiliki tiga sumber yaitu perjanjian, sikap tidak tertentu (gotong-royong, tolong-menolong), dan penyelewengan perdata.
Konsep hukum antara hukum dalam Islam berbeda dengan hukum lainnya. Menurut Mushthafa Ahmad az-Zarqa aspek hukum Islam dibagi menjadi 7, yaitu
a. Hukum ibadat
b. Hukum keluarga
c. Hukum muamalat
d. Hukum tata negara dan tata pemerintahan
e. Hukum pidana
f. Hukum antar negara
g. Hukum sopan santun

Asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar, basis, dan pondasi. Dalam kaitannya dengan hukum perikatan Islam Fathurrahman Djamil mengemukakan 6 asas, yaitu asas kebebasan, asas persamaan atau kesetaraan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran dan kebenaran. Namun ada asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia termasuk perbuatan muamalah yaitu asas ilahiyah atau asas tauhid. Dalam tulisan ini, diuraikan sumber hukum perikatan Islam berasal dari Al-Quran, hadits, dan ijtihad serta sumber hukum positif dalam kompilasi hukum ekonomi syariah. Jumhur ulama berpendapat akad adalah pertalian antara ijab dan qobul yang dibenarkan oleh syara' yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa akad adalah perkalian antara ijab dan qobul yang dibenarkan oleh syara' yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Dari definisi tersebut dapat diperoleh 3 unsur yang terkandung dalam akad, yaitu
a. Pertalian ijab dan qobul.
b. Dibenarkan oleh syara'.
d. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya.

Dalam melaksanakan suatu perikatan. terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. dalam kompilasi hukum ekonomi syariah yang termasuk ke dalam rukun akad, yaitu
a. Pihak-pihak yang berakad.
b. Objek akad
c. Tujuan pokok akad.
d. Kesepakatan (Bab 3 Pasal 22 KHES)

Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain, begitupun sebaliknya kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak yang lain. Keduanya saling berhadapan dan diakui dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat dan diakui oleh cara. Berhadapan dengan hak seseorang terdapat kewajiban orang lain untuk menghormatinya. Namun demikian, secara umum pengertian hak adalah sesuatu yang kita terima, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus kita tunaikan atau laksanakan. Ulama fiqih mengemukakan bahwa hak dapat dilihat dari berbagai segi. Dilihat dari segi pemilik hak ada tiga macam, yaitu itu hak Allah, hak manusia, dan hak gabungan antara Allah serta hak manusia. Dilihat dari segi objek hak dibagi menjadi empat, yaitu hak maali, hak ghairu maali, hak asy-syakhshi, dan hak al-aini'. Ulama fiqih telah sepakat menyatakan, bahwa sumber atau sebab hak adalah syara'. Namun ada kalanya cara menetapkan hak-hak itu secara langsung tanpa sebab dan Adakalanya melalui suatu sebab. Atas dasar itu, menurut ulama fiqih sumber hak itu ada lima, yaitu syara', akad, kehendak pribadi, perbuatan yang bermanfaat, dan perbuatan yang menimbulkan mudharat bagi orang lain.

 Dalam kitab fiqih ada beberapa patokan yang dapat diambil sebagai cara penyelesaian perselisihan dalam bertransaksi. Patokan-patokan tersebut terutama jelas diatur dalam lapangan perdagangan atau khususnya dalam akad jual beli ada dua hal yang biasanya menjadi sumber perselisihan dalam akad jual beli, yaitu harga dan pertanggungjawaban risiko apabila terjadi kerusakan atau kemusnahan barang. Penyelesaian perselisihan dalam hukum perikatan Islam, pada prinsipnya boleh dilaksanakan melalui 3 jalan. Adapun jalan penyelesaian perselisihan tersebut, yaitu dengan perdamaian, arbitrase, dan proses peradilan.

Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam akad jual-beli misalnya, akan dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Dalam akad gadai dan pertanggungan, akan dipandang telah berakhir apabila utang telah dibayar. Selain tercapainya tujuan, akan dipandang berakhir apabila terjadi fasakh atau pembatalan atau telah berakhir waktunya. Sebab-sebab terjadinya pembatalan antara lain, yaitu karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan secara, adanya khiyar, salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena menyesal atas akad yang dilakukan, tidak terpenuhinya akad oleh pihak yang bersangkutan, karena habis waktunya, tidak mendapat izin dari pihak yang berwenang, dan kematian.

Dilihat dari berbagai literatur, akad terdiri dari beraneka bentuk. Bentuk akad dibagi berdasarkan kegiatan usaha yang sering dilakukan pada saat ini ada tiga bentuk, yaitu pertukaran, kerja sama, dan pemberian kepercayaan. Akad secara garis besar berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berdasarkan pada asas, tujuan, ketentuan, sifat, dan hukum-hukum yang ada dalam akad itu sendiri. Adapun akad dilihat dari segi keabsahannya dibagi menjadi dua, yaitu akad shahih dan akad tidak shahih. Dilihat dari segi penamaannya akad dibagi menjadi dua, yaitu akad musammah dan akad ghair musammah. Dilihat dari segi disyariatkannya akad atau tidak terbagi menjadi dua, yaitu akad musyarakah dan akad mamnu'ah. Dilihat dari sifat bendanya akan dibagi menjadi dua, yaitu akad ainiyah dan akad ghair ainiyah.

Sejak berdirinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992, pemerintah telah membuat sejumlah Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan syariah. Kini, kegiatan perbankan syariah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah untuk selanjutnya disingkat UUBS. Berdasarkan pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara, dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun yang dimaksud dengan bank syariah sebagaimana pasal 7 adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.

Asuransi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan. adapun kegiatan asuransi yang berdasarkan pada hukum Islam belum lama berkembang di Indonesia. untuk itu, kegiatan asuransi syariah masih berdasar pada peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang peraturan mengenai asuransi syariah ini belum dibuat. Asuransi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan. adapun kegiatan asuransi yang berdasarkan pada hukum Islam belum lama berkembang di Indonesia. untuk itu, kegiatan asuransi syariah masih berdasar pada peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang peraturan mengenai asuransi syariah ini belum dibuat.

Di Indonesia, lembaga penyelesaian sengketa yang dapat menerapkan hukum Islam adalah pengadilan agama. Ruang lingkup perkara yang dapat diselesaikan oleh pengadilan agama sangat terbatas, seperti yang yang diatur dalam pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Melihat perkembangan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia, khususnya di bidang perekonomian, contohnya diperlukan lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa di bidang ini. Walaupun sebenarnya lembaga peradilan agama dapat menyelesaikan sengketa ini, yaitu dengan berdasar pada pasal 52 ayat 2, yaitu selain tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 dan pasal 51, pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang. Dengan demikian, pengadilan agama baru akan dapat memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara muamalat di bidang perekonomian apabila didasarkan pada undang-undang.

Sementara undang-undang dimaksud diatas belum ada, pada tahun 1993 badan arbitrase muamalat Indonesia dibentuk sebagai salah satu upaya untuk melakukan penyelesaian sengketa di bidang muamalat khususnya perekonomian syariah. Berdirinya BAMUI ini ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap permasalahan hukum yang mungkin timbul akibat penerapan hukum muamalah oleh lembaga-lembaga keuangan syariah yang pada waktu itu telah berdiri. Saat ini telah ada undang-undang yang memberi kewenangan kepada pengadilan agama untuk menangani perkara ekonomi syariah, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang menggunakan hukum Islam dalam menentukan penyelesaian sengketanya.

Oleh karena itu, apabila para pihak yang bersengketa ingin menyelesaikan sengketa di BAMUI, mereka harus mengetahui lebih dulu bahwa hukum yang akan diterapkan dalam penyelesaiannya adalah hukum Islam. Pada perkembangannya, BAMUI yang berkedudukan di Ibukota Jakarta ini kemudian dijadikan sebagai cikal bakal berdirinya badan arbitrase syariah nasional. Dengan semakin banyak didirikannya lembaga lembaga keuangan syariah di seluruh pelosok tanah air, maka untuk kedepannya nanti akan berdiri BASYARNAS lain di seluruh pelosok nusantara sebagai lembaga penyelesaian sengketa bagi tiap transaksi yang menggunakan hukum perikatan Islam dan sebagai badan yang mengeluarkan legal opinion di bidang hukum muamalat.

Multi level marketing berasal dari bahasa inggris, multi yang berarti banyak, label yang berarti jenjang atau tingkat, sedangkan marketing artinya pemasaran. Jadi, multi level marketing adalah pemasaran yang berjenjang banyak. Disebut multilevel, karena merupakan suatu organisasi distributor yang melaksanakan penjualan yang berjenjang banyak atau bertingkat-tingkat. Multi level marketing ini disebut juga sebagai network marketing. Disebut demikian karena anggota kelompok tersebut semakin banyak, sehingga membentuk sebuah jaringan kerja atau network yang merupakan suatu sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan kerja berupa sekumpulan banyak orang yang kerjanya melakukan pemasaran. Kadang-kadang ada juga yang menyebut multi level marketing  sebagai bisnis penjualan langsung atau direct selling. Pendapat ini didasari oleh pelaksanaan penjualan multi level marketing  yang memang dilakukan secara langsung oleh wiraniaga kepada konsumen. Dalam literatur hukum Islam multi level marketing ini dapat dikategorikan pembahasan fiqih muamalah dalam kitab al buyu mengenai perdagangan atau jual beli. Oleh karena itu, dasar hukum yang dapat dijadikan panduan bagi umat Islam terhadap bisnis multi level marketing  ini antara lain konsep jual-beli, tolong-menolong, dan kerjasama.

Kesimpulan

             Buku ini disusun dalam 6 bab. Bab pertama membahas tentang dasar berlakunya hukum perikatan Islam di Indonesia. Bab kedua membahas tentang karakteristik hukum perikatan Islam. Bab ketiga membahas tentang konsep perikatan dalam hukum Islam. Bab keempat membahas tentang bentuk-bentuk perikatan Islam yang menjadi dasar dalam kegiatan usaha dan penggolongannya. Bab kelima membahas tentang kedudukan hukum perikatan Islam dalam lembaga-lembaga syariah di Indonesia. Dan bab keenam membahas tentang tinjauan hukum Islam terhadap transaksi bisnis modern.

               Pada bab pertama penulis menjelaskan tentang beberapa istilah yang sering digunakan sebagai rujukan dari istilah hukum perikatan untuk menggambarkan ketentuan hukum yang mengatur transaksi dalam masyarakat. Beberapa istilah tersebut, yaitu hukum perutangan, hukum perjanjian, dan hukum kontrak. Istilah hukum perikatan yang dipakai dalam buku ini, dimaksudkan padanan pengertian dari hukum perikatan Islam dalam hukum perdata Barat yang dikaji berdasarkan ketentuan hukum Islam. Pada bab ini penulis juga memaparkan mengenai pengertian hukum perikatan Islam secara umum. Penulis juga memaparkan beberapa alasan mengapa hukum perikatan Islam harus diajarkan di fakultas hukum pada bab ini.
               Menurut saya, buku ini merupakan sebuah buku pengantar yang bersifat komprehensif tentang hukum perikatan Islam. Sehingga jika anda mencari analisis mendalam mengenai doktrin, yurisprudensi, dan penjelasan pasal demi pasal, maka buku ini merupakan buku yang tepat untuk dibaca. Namun, apabila kita sedang mencari buku yang memberikan pemaham dasar mengenai hukum perikatan Islam di Indonesia, berarti buku ini sangat cocok untuk anda baca.
               Buku ini menggunakan bahasa yang mudah untuk dipahami bagi mahasiswa. Berdasarkan pada judul dari buku ini, menurut saya buku ini sangat cocok bagi mahasiswa fakultas hukum, fakultas syariah, jurusan ekonomi Islam, para praktisi keuangan syariah, dan anda yang tertarik kepada ekonomi Islam.
Daftar Pustaka
Dewi, Gemala, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Depok: Prenadamedia Group, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun