Dalam menghadapi fenomena diatas, pemerintah tentunya berusaha menjawab tantangan ini melalui pencetusan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023, yang bertujuan memperbaiki akses dan kualitas layanan kesehatan dalam negeri. Untuk bersaing dengan layanan kesehatan luar negeri, Indonesia perlu mempercepat transformasi di sektor ini. UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 adalah langkah awal yang baik, tetapi implementasi efektif di lapangan menjadi kunci keberhasilannya. Berikut beberapa langkah solutif yang diusulkan melalui kebijakan ini:
1. Menurunkan Harga Obat dan Alat Kesehatan
Pasal 327 Ayat 1 dalam UU Kesehatan menggarisbawahi pentingnya menurunkan harga obat dan alat kesehatan dengan mengurangi ketergantungan impor. Kebijakan ini mendorong pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri melalui insentif fiskal, dukungan riset, serta kemudahan perizinan. Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi sejumlah kendala, seperti:
Ketergantungan pada bahan baku impor: Sebanyak 90% bahan baku farmasi masih diimpor, menyebabkan biaya produksi tetap tinggi.
Kurangnya infrastruktur industri farmasi: Investasi besar dan waktu panjang diperlukan untuk membangun kapasitas produksi dalam negeri.
Solusi ini baru akan efektif jika disertai penguatan rantai pasok dan insentif untuk mendukung kemandirian produksi obat dan alat kesehatan lokal. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah diharapkan dapat menciptakan ekosistem industri kesehatan yang mandiri dan kompetitif. Maka, masalah biaya layanan kesehatan yang mencekik akan dapat segera teratasi.
Berkaitan dengan hal tersebut, dilansir melalui akun instagram @ericktohir, Menteri BUMN, Erick Thohir, telah mengambil langkah strategis dengan mendorong pembangunan fasilitas kesehatan berstandar internasional di kawasan ekonomi khusus (KEK) Sanur, Bali. Dengan fasilitas ini, diharapkan Bali tidak hanya menjadi tujuan wisata, tetapi juga pusat layanan kesehatan bagi masyarakat lokal maupun internasional.
2. Menangani Inflasi Medis dengan Pendekatan Promotif dan Preventif
UU Kesehatan juga mengutamakan pendekatan promotif dan preventif (Pasal 1, Poin 2) untuk mengurangi angka pasien yang membutuhkan perawatan intensif. Strategi ini melibatkan edukasi kesehatan masyarakat, pencegahan penyakit menular, serta promosi gaya hidup sehat. Namun, efektivitas program ini masih terkendala oleh:
Ketidakmerataan akses kesehatan di daerah terpencil: Banyak wilayah yang minim fasilitas kesehatan dan tenaga medis.
Kurangnya edukasi kesehatan: Pola hidup tidak sehat masih menjadi masalah di banyak lapisan masyarakat.