Mohon tunggu...
Khairul Arief Rahman
Khairul Arief Rahman Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Singaperbangsa Karawang

hobi tidur sambil berpikir tentang kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Menalar Kata "Bajingan" dalam Praktek Komunikasi Kontemporer: Evolusi Permisuhan Paling Greget

14 Agustus 2023   16:03 Diperbarui: 9 Oktober 2023   11:46 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bund, hidup berjalan seperti ba..jingan
Seperti landak yang tak punya teman
Ia menggonggong bak suara hujan
Dan kau pangeranku, mengambil peran
(Nadin Amizah – Bertaut)

Sebagai salah satu kata paling kasar yang diucapkan seseorang dalam dunia permisuhan alias Misuh Universe, saya yakin kita semua sepakat bahwa kata bajingan adalah salah satu yang paling sering terucap.

Memang, belum ada statistik yang mendukung fakta tersebut. Namun baik anda mengaku pernah mengucapkan atau tidak, kata bajingan lebih familiar terdengar di setiap generasi yang hidup hari ini ketimbang kata misuh yang lebih bersifat kedaerahan seperti jancuk atau anjay yang bahkan sudah tidak kelihatan kasarnya.

Bagi saya, inilah yang menarik saat ini jika kita cermati. Kata bajingan—selain kata “Jancuk” tadi—nampaknya tidak bisa dengan mudah untuk dibuat versi halusnya seperti anjay dan anjir yang berasal dari kata misuh anjing. Kata anying, misalnya, juga seringkali memiliki konotasi yang sama walaupun ada beberapa versi pemaknaannya.

Memang, ada versi yang lebih halus seperti “Bajigur”, namun saya lebih sering mendengar kata ini hanya di beberapa tempat saja terutama di Jawa Tengah dan Yogyakarta saja. Selebihnya, ya di daerah manapun sekalian saja dibikin versi kasarnya. Kalau perlu ditambahkan kata asu di depannya, dan jadilah sebuah kata permisuhan yang kasarnya sangatlah sempurna baik dari segi kata maupun maknanya. “Asu Bajingan” sambil menyebut nama teman Anda, bos Anda, atau lebih direkomendasikan untuk diri sendiri jika cukup sadar diri siapa Anda sesungguhnya.

Saya menulis ini untuk sharing pengalaman saja sejauh saya memahami kata bajingan, karena saya juga bisa dibilang cukup akrab dengan kata ini sedari duduk di bangku sekolah.

Saya juga tidak sedang ngompori pendukung ataupun musuh dari Rocky Gerung yang saat ini baru panas-panasnya dalam gugatan.

Saya juga tidak sedang mengajari anda mengucapkan kata tersebut, karena lebih baik anda tidak usah mempraktekannya. Karena Anda sudah tahu kan konsekuensinya? Yo ra Cuk?

Saya hanya ingin berbagi saja bahwa dunia permisuhan itu lebih dinamis dan unik dari yang kita pahami saat ini berikut dengan varian dan alasan-alasan mengapa kata bajingan ini dipraktikan dalam berkomunikasi.

Jadi saya harap Anda tidak salah memahami tulisan ini, dan jika Anda memiliki pengalaman yang sama, maupun berbeda, mari kita berdiskusi di ruang komentar.

Evolusi Kata Bajingan

Pixabay/Zazu70
Pixabay/Zazu70

Salah satu yang menjadikan kata bajingan ini menarik adalah karena awalnya kata-kata ini jauh dari makna sesungguhnya yang seperti hari ini dipraktekkan di masyarakat.

Mengenai hal ini saya tidak akan menyinggungnya terlalu jauh karena anda bisa mencari artikel mengenai asal mula kata bajingan ini bermula.

Kata bajingan ini memiliki filosofi tersendiri dalam bahasa Jawa yang disebut sebagai “Bagusing jiwo angen-angen ning pangeran”. Kurang lebih artinya bagusnya jiwa memelihara ingatan terhadap Yang Maha Kuasa.

Namun harus diingat, filosofi ini berlaku hanya ketika pada saat itu profesi penarik gerobak sapi mendapatkan tempat di masyarakat.

Saat ini maknanya sudah berubah jauh, lebih menggambarkan penjahat jika merunut dalam KBBI. Ini dikarenakan profesi penarik andong atau gerobak sapi, yang lama-lama menjadi bergeser karena sifatnya yang suka terlambat sehingga berubah menjadi istilah yang negatif.

Nah, dari titik tolak konotasi yang berubah inilah lalu kata bajingan memiliki beberapa varian yang selanjutnya banyak digunakan sesuai dengan tempat, waktu, dan kondisinya.

Sepengalaman saya pernah berinteraksi, dikata-katain, sampai mengucapkan hal serupa, ada tujuh sampai empat belas varian kata bajingan ketika diucapkan:

  • Bajingan: kata kasar paling standar hari ini, evolusi pertama yang bermula dari pergeseran makna sesungguhnya. Apa bedanya? Saya memasukkan kata ini untuk menjelaskan evolusi konotasinya dulu, dari positif menjadi negatif.
  • Jingan: versi pendek dari kata bajingan dengan menyisakan bagian belakang saja tanpa imbuhan awal “ba”. Jangan salah, kemungkinan varian ini adalah varian kata bajingan paling awal yang digunakan. Karena dulunya juga digunakan untuk menyebut profesi penarik gerobak sapi.
  • Bajingsay: untuk yang satu ini, saya sudah mendengarnya ketika masih di bangku sekolah dasar. Tapi entah kenapa sepertinya tidak lebih kasar dari kata bakunya, meskipun sama-sama kasar. Asal mula ada imbuhan “say” di belakang kata ini saya juga tidak tahu awal mulanya, tapi kalau saya boleh menduga mungkin supaya tidak terlalu terlihat kasar meskipun dalam prakteknya juga masih kasar-kasar aja.
  • Bajinguk: bagi saya varian ini adalah yang paling menarik. Sudah ada juga semenjak saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun hanya di tempat asal saya saja (Yogyakarta) sejauh ini saya mendengar varian bajingan satu ini. Saya menduga kata ini merupakan gabungan dua kata "bajingan munyuk" yang sudah disingkat menjadi bajinguk. Tambahan kata munyuk (monyet) ini juga menambah kekasaran, namun dibawah asu bajingan sebagai varian yang paling kasar. Biasanya penutur varian ini ketika mengucapkannya merasa dipermainkan oleh seseorang yang membuatnya kesal seperti munyuk yang cuma bisa garuk-garuk kepala ketika makanannya dirampas oleh munyuk lainnya.
  • Bajingak: versi kasar lainnya yang juga hampir sama dengan varian bajinguk. Namun, dari segi arti saya menduga ada perbedaan. Karena jika akar kata bajinguk berasal dari kata "bajingan munyuk", maka varian ini kemungkinan berasal dari kata "bajingan sengak". Varian ini bisa dikatakan versi kasar yang merujuk pada kata sifat "sengak" yang berarti bau tidak enak atau menyengat. Varian ini sangat cocok diucapkan untuk menggambarkan rasa kesal layaknya bau tidak enak yang sangat menyegat atau busuk secara harafiah.
  • Bajilak:varian ini juga menarik bagi saya, karena alasan yang sama dengan pengucap varian Bajinguk, hanya di daerah saya saja saya mendengar varian ini. Tidak jelas mengapa ada imbuhan "lak" dibelakang kata bajingan. Namun baik pengucapan dan alasannya sama-sama membentuk konotasi kasar yang sangat terasa.
  • Jinguk: versi singkat dari bajinguk, termasuk kasar sebagaimana varian jingan yang lebih populer.
  • Jingak: versi singkat dari varian bajingak. Menariknya adalah versi ini adalah yang peling sering saya dengar ketimbang varian aslinya.
  • Asu Bajingan: versi paling paripurna dari sebuah kata permisuhan dengan memadukan binatang lain yang terkenal sudah kasar didengar. Ada juga yang mengartikan keduanya dari dua ekor binatang yang memang terkenal punya asosiasi yang buruk (bajing dan asu). Bajing sering diidentikkan dengan pencurian (bajing lompat), sementara asu (anjing) diidentikkan dengan hewan yang sering menggonggong alias bawel.
  • Bajingan Cuk: versi kasar lainnya yang lebih kekinian. Memadukan kata bajingan dan jancuk yang lalu kata terakhirnya disingkat hanya menjadi cok agar terdengar pas. Anehnya saya terbilang tidak sering mendengar untuk varian yang satu ini. Barangkali anda lebih sering mendengarnya mungkin?
  • Bajing Loncat: Nah, kalau yang ini sebagaimana kata bajingan di awal, merujuk pada profesi pencuri barang muatan truk di jalanan. Tapi karena profesi tersebut juga sama buruknya, karuan saja kata ini juga bisa masuk kata permisuhan dalam Misuh Universe. Saya pernah mendengar kata ini dalam konteks sedang misuh betulan.
  • Bajing: nah, kalau yang ini malah langsung merujuk binatang yang dijadikan sasaran kekasaran.
  • Bajingan Kampret: sepertinya ini salah satu varian modern yang hanya populer di wilayah tertentu. Karena saya tidak pernah mendengar versi ini sebelumnya ketika masih sekolah. Baru ketika saya kuliah pernah mendengar varian ini. Hampir sama dengan varian paripurnanya, memadukan dua nama binatang dan sama-sama termasuk kasar.
  • Bajigur: kalau yang satu ini bisa dikatakan versi lunaknya atau yang sudah mengalami penghalusan atau terpeleset dari kata awalnya yang kasar. Merujuk pada nama minuman tradisional yang cukup populer di Pulau Jawa, khususnya masyarakat Jawa dan Sunda. Kebanyakan motif orang menggunakan kata bajigur, agar tidak terjebak dalam kekasaran atau mengurangi intensitas permisuhannya.

Di luar varian ini, sepertinya masih ada yang mungkin bisa dimasukkan. Namun yang saya tulis ini kebanyakan adalah yang pernah saya dengar secara langsung terutama dari pelakunya.

Jadi bisa dikatakan kata permisuhan satu ini memiliki banyak varian yang bisa dirunut mulai dari maknanya sampai jenis kata yang digunakan oleh pelakunya.

Varian nomor satu sampai dengan tiga belas bisa saya katakan merupakan versi yang hari ini jika Anda mendengarnya sudah pasti kasar baik dari segi pengucapan, tekanan, dan maknanya.

Sementara yang terakhir merupakan versi halus karena sudah dipotong kata dan makna sesungguhnya atau plesetan agar tidak dikira kasar. Padahal maksudnya ya… pengen kasar!

Alasan kata Bajingan digunakan Dalam Berkomunikasi Kontemporer

www.medcom.id
www.medcom.id

Sepertinya hampir semua makian dan cacian memiliki maksud yang sama. Alasan paling standar dari mengapa seseorang tiba-tiba bisa misuh biasanya adalah karena ingin menyalahkan seseorang yang dianggap kurang ajar, menyalahkan kondisi dan situasi, atau ada hal-hal yang membuat pelakunya kesal level dewa.

Kata bajingan ini memiliki asosiasi kata yang tidak jauh dari alasan-alasan tersebut. Jadi menurut saya tidak tepat kalau menghakimi orang yang dianggap sudah baik dengan kata tersebut, karena terdengar tidak logis. Baik secara langsung ataupun ketika di media sosial, kata kasar satu ini bisa menjadi ultra kasarnya sehingga efeknya akan sangat terasa.

Nah, tapi sepengalaman saya orang sampai mengatakan bajingan, ada beberapa perbedaan yang menurut saya cukup spesifik dan membedakan. Kalau soal ini mungkin akan berbeda setiap orang, karena setiap kata makian pasti akan beda pengalaman antara pelaku dan korbannya.

Saya akan mengambil yang paling umum yang mungkin dirasakan setiap orang ketika menggunakan dan menerima cacian bajingan dalam berkomunikasi, yaitu:

  • Penggambaran Ekspektasi yang Tidak Sesuai dengan Kenyataan: Sebetulnya pemaknaan ini sama dengan seseorang mengucapkan jancok. Bedanya adalah kata Jancok tidak jarang pula digunakan sebagai panggilan akrab. Utamanya bagi teman-teman yang menggunakan bahasa Jawa logat Arekan, kata jancok terdengar lebih akrab di kuping. Itulah mengapa dalam beberapa hal, kata jancok tidak lebih kasar dari kata bajingan. Walhasil kata bajingan lebih bisa mewakili gambaran orang yang putus asa atau sedang dipermainkan oleh berbagai hal yang membuat kita kesal. Saya tidak pernah melihat orang atau teman menggunakan kata bajingan sebagai panggilan akrab. Paling pol ya seperti lagu Nadin Amizah di atas tadi, lebih menggambarkan kehidupan yang tidak sesuai dengan ekspektasi, penuh tantangan, sampai-sampai kita seperti dipermainkan oleh kehidupan itu sendiri.
  • Tertundanya Maksud dan Tujuan: Rata-rata orang yang mengucapkan kata bajingan ini biasanya merupakan orang yang memegang kendali sebuah perintah. Jadi jika keinginan atau harapannya tidak terpenuhi, maka tentu saja timbul rasa kekecewaan dan kekesalan. Dari hal itulah kata bajingan bisa muncul sebagai wujud perasaan tersebut, meskipun mungkin yang mengatakan hal tersebut maksudnya baik. Tidak peduli apakah orang tersebut memang baik atau tidak. Orang baik bisa misuh? Ya jelas bisa, karena sekasar-kasarnya misuh itu tidak mengenal kamu orang baik atau jahat. Jangankan sengaja, orang baik saja bisa kok dan normal tiba-tiba misuh kalau memang dirasa perlu daripada dipendam. Tergantung dari kasus seperti apa dan bagaimana prosesnya kata tersebut bisa muncul.
  • Kasar untuk Dikata, Logis untuk Didengar: Jika digunakan dengan “benar”, kata bajingan memang punya efek yang magis untuk merubah perilaku seseorang yang dirasa tidak benar atau terlalu banyak kesalahannya. Walaupun pendapat ini tidak selalu benar, namun dalam beberapa hal setidak-tidaknya bisa dimaklumi. Prakteknya mirip dengan jika kita mendapati pejabat yang dianggap kurang berkompeten, cenderung suka ngeles terhadap kinerjanya yang buruk, atau melakukan kejahatan seperti korupsi. Dalam kondisi tersebut, mencaci maki politisi dengan kata bajingan menjadi “maklum” untuk diucapkan. Soal ini, saya pernah melihat iklan tempel partai politik sekitar tahun 1950-1960 yang salah satunya memuat slogan “Awas, Djangan Memilih Badjingan Politik!”. Secara umum kalimat tersebut memang kasar, tapi benar secara logika. Karena dalam kenyataannya banyak politisi yang hanya memanfaatkan jabatan untuk keuntungannya sendiri. Jadi memilih kata badjingan juga berarti partai tersebut mencoba untuk mengingatkan diri sendiri dan orang lain akan adanya politisi seperti itu.

Kesimpulan

Gunther Kress dan Theo Van Leeuwen (2005) menyatakan bahwa teknologi dan perkembangan media membuat komunikasi semakin bersifat multimodal atau semakin bersifat simbolis. Artinya alasan seseorang menggunakan kata tertentu dalam berkomunikasi itu juga merupakan ekspresi simbolis.

Hadirnya penggunaan teknologi sekarang untuk digunakan sebagai pengganti komunikasi tatap muka juga semakin membuat kata tertentu mengalami evolusi.

Kata bajingan, misalnya, kata yang mungkin sudah kasar ini bagi saya mungkin saat ini sudah mengalami evolusi sedemikian rupa. Dari yang tadinya kata yang merujuk profesi, menjadi kata yang kasar dan cenderung berkonotasi sangat negatif.

Bukan hanya itu, saat ini kata bajingan sudah semakin terkristalisasi simbolisasinya sebagai kata yang paling menggambarkan kekurang-ajaran baik seseorang, keadaan, sampai maknanya.

Sangat penting untuk lebih menghindari kata kasar satu ini dalam berkomunikasi baik bertatap muka maupun menggunakan media. Karena dari sifat dasarnya sudah kasar, dan lebih banyak salah pahamnya terutama jika digunakan di media sosial. Meskipun dalam beberapa hal bisa dimaklumi, bukan berarti kita tidak bisa mengontrol diri ketika ingin mengatakannya.

Sebagai salah satu bentuk komunikasi secara langsung. Hal ini mengingat kata bajingan sudah ber-evolusi jauh dari makna aslinya, praktiknya juga berbeda berikut dengan makna dan konteksnya.

Terakhir, bukan tidak mungkin kata bajingan akan berevolusi lebih kasar lagi di masa depan, yang mungkin bisa berakibat buruk jika kita tidak melihat konteksnya sesuai dengan zamannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun