Varian nomor satu sampai dengan tiga belas bisa saya katakan merupakan versi yang hari ini jika Anda mendengarnya sudah pasti kasar baik dari segi pengucapan, tekanan, dan maknanya.
Sementara yang terakhir merupakan versi halus karena sudah dipotong kata dan makna sesungguhnya atau plesetan agar tidak dikira kasar. Padahal maksudnya ya… pengen kasar!
Alasan kata Bajingan digunakan Dalam Berkomunikasi Kontemporer
Sepertinya hampir semua makian dan cacian memiliki maksud yang sama. Alasan paling standar dari mengapa seseorang tiba-tiba bisa misuh biasanya adalah karena ingin menyalahkan seseorang yang dianggap kurang ajar, menyalahkan kondisi dan situasi, atau ada hal-hal yang membuat pelakunya kesal level dewa.
Kata bajingan ini memiliki asosiasi kata yang tidak jauh dari alasan-alasan tersebut. Jadi menurut saya tidak tepat kalau menghakimi orang yang dianggap sudah baik dengan kata tersebut, karena terdengar tidak logis. Baik secara langsung ataupun ketika di media sosial, kata kasar satu ini bisa menjadi ultra kasarnya sehingga efeknya akan sangat terasa.
Nah, tapi sepengalaman saya orang sampai mengatakan bajingan, ada beberapa perbedaan yang menurut saya cukup spesifik dan membedakan. Kalau soal ini mungkin akan berbeda setiap orang, karena setiap kata makian pasti akan beda pengalaman antara pelaku dan korbannya.
Saya akan mengambil yang paling umum yang mungkin dirasakan setiap orang ketika menggunakan dan menerima cacian bajingan dalam berkomunikasi, yaitu:
- Penggambaran Ekspektasi yang Tidak Sesuai dengan Kenyataan: Sebetulnya pemaknaan ini sama dengan seseorang mengucapkan jancok. Bedanya adalah kata Jancok tidak jarang pula digunakan sebagai panggilan akrab. Utamanya bagi teman-teman yang menggunakan bahasa Jawa logat Arekan, kata jancok terdengar lebih akrab di kuping. Itulah mengapa dalam beberapa hal, kata jancok tidak lebih kasar dari kata bajingan. Walhasil kata bajingan lebih bisa mewakili gambaran orang yang putus asa atau sedang dipermainkan oleh berbagai hal yang membuat kita kesal. Saya tidak pernah melihat orang atau teman menggunakan kata bajingan sebagai panggilan akrab. Paling pol ya seperti lagu Nadin Amizah di atas tadi, lebih menggambarkan kehidupan yang tidak sesuai dengan ekspektasi, penuh tantangan, sampai-sampai kita seperti dipermainkan oleh kehidupan itu sendiri.
- Tertundanya Maksud dan Tujuan: Rata-rata orang yang mengucapkan kata bajingan ini biasanya merupakan orang yang memegang kendali sebuah perintah. Jadi jika keinginan atau harapannya tidak terpenuhi, maka tentu saja timbul rasa kekecewaan dan kekesalan. Dari hal itulah kata bajingan bisa muncul sebagai wujud perasaan tersebut, meskipun mungkin yang mengatakan hal tersebut maksudnya baik. Tidak peduli apakah orang tersebut memang baik atau tidak. Orang baik bisa misuh? Ya jelas bisa, karena sekasar-kasarnya misuh itu tidak mengenal kamu orang baik atau jahat. Jangankan sengaja, orang baik saja bisa kok dan normal tiba-tiba misuh kalau memang dirasa perlu daripada dipendam. Tergantung dari kasus seperti apa dan bagaimana prosesnya kata tersebut bisa muncul.
- Kasar untuk Dikata, Logis untuk Didengar: Jika digunakan dengan “benar”, kata bajingan memang punya efek yang magis untuk merubah perilaku seseorang yang dirasa tidak benar atau terlalu banyak kesalahannya. Walaupun pendapat ini tidak selalu benar, namun dalam beberapa hal setidak-tidaknya bisa dimaklumi. Prakteknya mirip dengan jika kita mendapati pejabat yang dianggap kurang berkompeten, cenderung suka ngeles terhadap kinerjanya yang buruk, atau melakukan kejahatan seperti korupsi. Dalam kondisi tersebut, mencaci maki politisi dengan kata bajingan menjadi “maklum” untuk diucapkan. Soal ini, saya pernah melihat iklan tempel partai politik sekitar tahun 1950-1960 yang salah satunya memuat slogan “Awas, Djangan Memilih Badjingan Politik!”. Secara umum kalimat tersebut memang kasar, tapi benar secara logika. Karena dalam kenyataannya banyak politisi yang hanya memanfaatkan jabatan untuk keuntungannya sendiri. Jadi memilih kata badjingan juga berarti partai tersebut mencoba untuk mengingatkan diri sendiri dan orang lain akan adanya politisi seperti itu.
Kesimpulan
Gunther Kress dan Theo Van Leeuwen (2005) menyatakan bahwa teknologi dan perkembangan media membuat komunikasi semakin bersifat multimodal atau semakin bersifat simbolis. Artinya alasan seseorang menggunakan kata tertentu dalam berkomunikasi itu juga merupakan ekspresi simbolis.
Hadirnya penggunaan teknologi sekarang untuk digunakan sebagai pengganti komunikasi tatap muka juga semakin membuat kata tertentu mengalami evolusi.