Description;
kamu, pelangi cinta dalam gulita dan heningnya gemerlap duniaku.!
syukur, terdalam dari hati untuk tulus senyummu.
_ Atva _
*****
Awan terlihat mendung, saat ku berjalan menyusuri sebuah jalan di pelataran kampus kecil namun penuh pesona sore itu. kampus AL-Faras namanya. di sela-sela langkah kecilku, tiba-tiba terkesiaplah mataku. terlihat seorang perempuan berwajah murung, duduk termenung sambil menatap kosong ke arah kolong langit yang bingung. seperti ada sejuta kesedihan yang bertengger di raut wajah dan pelupuk matanya. otakku sejenak terhenti, lantas berfikir. kuhentikan ayunan langkah kaki. terdiam, sambil menatap dirinya dari jarak yang tak terlalu dekat. ada semacam pilu yang menyentuh hati.Â
Ingin menghampirinya namun tak punya nyali. kuputuskan saja untuk memandangnya dari sini. dari tempat ku berdiri di nyanyian lirih penuh emosi. tak lama berselang, ia berdiri dari duduknya, meninggalkan semesta. dengan air mata mengalir perlahan melewati pipinya yang merona. sembari mengusap dengan jilbab merah tuanya, aku pun mengikuti arah
perginya dengan mata dan bertanya dalam hati.
"Kamu kenapa? Apa yang sedang di resah
gundahkan?"
Setelah itu, ia hilang dalam pandangan. seiring awan gelap kelam menyelimuti pula keadaan. menambah suram fikiran tentang padanya, perempuan anggun berwajah sendu. aku pun ikut berlalu meninggalkan pemandangan yang membuat hati membisu. bertanya-tanya dalam fikiran yang tak menentu. berharap untuk dapat bertemu lagi dengannya di lain waktu. dengan suasana yang ku harap kan berbeda. dipenuhi cerahnya awan yang dibalut dengan sinar matahari di senja merona. sedang senyumnya terlihat penuh dengan curah bahagia.
***
Beberapa saaat berselang dari kampus. aku telah kembali. sampai di pelataran rumah, tepat kumandang azan nan indah bersahutan di sudut-sudut kota Semarak, kotaku tercinta. dengan terburu aku masuk kerumah untuk segera bertemu dengan Kekasih di atas Kekasih. pemilik raga cinta dari semua yang memiliki. dalam ketenangan yang kurasakan, teringatku pada perempuan berwajah sendu. kepiluan hati tumbuh kembali, bergumam pula hati.
"Sedang apatah ia, masihkah air mata membasahi wajah ayunya?"
Aku hanya mampu membayangkan tanpa bisa berbuat apa-apa. namun, ada semacam tekad untuk mencari tau siapa dirinya, esok hari. karena baru pertama kali aku melihat dirinya di kampus. sesaat, malam itu pun menjadi hening. fikiran dipenuhi dengan
gundah dan resah untuk mencari jawaban tentang siapakah perempuan sendu itu.
***
Keesokan hari, tepat pukul 10.15 pagi. aku berjalan menuju kampus Al-Faras dengan misi utama untuk mendapatkan informasi tentang sosok perempuan yang bergentayangan semalaman di alam fikiran. aku harus mencari tau siapa perempuan itu. aku menjadi kepo tersebab pemandangan sore kemaren, tentang dirinya. tersirat seolah menyimpan beban yang teramat sungguh.
upaya pencarian sosoknya ku mulai dengan bertanya pada orang-orang kampus. apakah ada yang tau pada seorang perempuan yang tak jelas aku sebutkan ciri-cirinya. mulai dari teman dekatku sampai orang-orang yang tak ku kenal dari jurusan lainnya.
Aaah, tentulah akan sulit bagiku menemukannya. telah semua sudut maupun lorong kampus ku telusuri. hasilnya tetap nihil. tak kutemui dirinya. hatiku menggerutu, kesal sendiri tak tentu. kenapa begitu sulit menemukannya dikampus yang sekecil ini. keputusan itu telah ku buat bulat. ku tepis rasa putus asa dalam mencari. kuyakini diri bahwa tak mengapa hari ini belum membuahkan hasil. esok pasti kutemukan dirinya. perempuan berwajah sendu.
***
Haripun telah berlalu. tapi belum juga tampak terang usaha pencarianku. kurasakan diri mulai lelah. namun hati kekeh, tetap membara untuk menemukan dia. ku langkahkan kaki santai penuh kemalasan. dengan wajah semeraut melewati gerbang kampus yang minimalis. sambil menatap kosong pada ruang-ruang kelas yang mulai di padati oleh mahasiswa. ketika tepat sampai di depan pelataran masjid, mataku terbelalak seakan tak percaya dengan apa yang dilihat. langkah terhenti seperti tertanam dalam bumi.Â
hatipun ikut bergetar hebat. sinar bola mata binar, penuh harap. perempuan sendu, kini tepat berada dihadapanku. lama ku terpaku di tempat berpijak. merasakan keanehan dalam diri. akhirnya, ku temukan jua. Senyum langsung mengembang syahdu pada bibirku. bukan main girangnya bisa menemukannya. seperti menemukan kilau permata yang bercahaya di antara kaca-kaca.
begitu lama aku terdiam membatu, sampai lupa bahwa dia hampir hilang dalam pandangan. cepat ku kumpulkan keberanian untuk mengejar dirinya. keringat bercucuran, saat langkah kaki berlari menuju dia. perempuan yang telah mempengaruhi alam mimpiku beberapa hari. sejak pertemuan sore kala itu. jarakpun semakin mendekati dia. meski bibir seperti kelu membisu. namun ku beranikan untuk menyapa dirinya dengan nafas yang tak beraturan tersebab berlarian.
"Hai, hosshh hosshh...!! kamu, perempuan berwajah sendu. Siapa
namamu?".
Perempuan itu nampak kaget melihat tiba-tiba seorang pria yang tak dikenal menyapanya dan menanyakan nama. ia mempercepat langkahnya dan menghindariku. tak putus asa dan langsung ku tanya kembali.
"Aku melihatmu di sore itu. saat wajahmu menjadi seperti baju kusut, murung. duduk termangu tanpa peduli orang sekelilingmu. Kau tau, bahwa kau telah mengganggu hidupku beberapa hari ini.!"
Akhirnya, perempuan itu pun bersuara.
"yaa kalo gitu, silahkan saudara lupakan ingatan yang tak penting itu. Permisi!".
Dia meninggalkanku dalam keadaan bungkam. perasaan pun menjadi tak karuan. terdiam penuh kebisuan. Suasana menjadi dingin seketika terasa. wajah tertunduk lesu. akal tak lagi dapat mengetahui kemauan hati. mungkinkah hati ini telah jatuh dalam pandangan teduh di sore itu. aku belum mampu menjabarkannya. yang ku tahu, bahwa malam selalu dipenuhi bayangannya, perempuan sendu. entah apa yang aku inginkan. hanya sekedar ingin tau kesedihannya atau lebih jauh dari itu. itu semua diluar kemampuan akal sehat tuk menembus jauh kedalam palung hati yang tersembunyi. aku kembali bertanya, inikah cinta? aah aku belum yakin dan percaya itu. karena tak ada alasan untuk aku mencintai dia yang belum kuketahui apa-apa. kulanjutkan langkah kaki ini untuk menyapa pasir yang kulewati. berhembuskan angin yang membelai tubuh hingga masuk menghangatkan jiwa yang sedang pilu. hati mengeluh gaduh.!
***
Langit pun memahami rasaku. hingga ikut-ikutan menyelimuti dengan mendungnya. tapi aku tak mau hanya mendung saja. aku ingin tangisan langit kepalangan. biar sekalian membawa gundah dan resah mengalir jauh bersama tetesannya. setelah lelah merogoh segala kepenatan jiwa, kembali ke rumah merupakan solusi yang terbaik bagiku saat itu. sembari merebahkan jiwa diatas nikmatnya kasur tercinta. mengantarkan fikiran agar
lebih jauh menelusuri relung hati. mencoba bernegosiasi. menyusun kembali strategi. mau bagaimana jalan selanjutnya. namun tak ada arti. hati terlalu letih, enggan menimpali ajakan fikiran yang ingin berkompromi. akhirnya mata pun mengakhiri. mencoba merajut harapan dalam rasa kantuk agar berbuah mimpi yang memberi kekuatan kembali. baru sebentar saja memejamkan mata rasanya. tersentak-ku dari tidur. Â disebabkan suara anak-anak yang sedang bermain bola di halaman rumah membangunkanku. kulihat jam menunjuk pada angka 16.30. tak ada toleransi mata untuk melanjutkan mimpi. kaki menyiratkan untuk melangkah pergi. menuju suasana yang sepi. cepat langkah ini kekamar mandi membersihkan diri tuk dapati kesegaran jasmani pun ruhani.
Berselang waktu di sore itu. langit tampak indah. dengan warnanya yang jingga namun sedikit kelabu. tapi tak begitu adanya dengan hati. yang masih merasakan getar pada tatapan perempuan sendu. juga kata-katanya, yang buat pilu. Tekadpun semakin kuat, untuk kembali esok menemuinya. memberanikan diri menyatakan maksud hati. apapun yang terjadi aku tak lagi mau perduli.
***
Pagi itu, ku berjalan sedikit lesu. sambil melihat matahari yang ikutan sayu. malu-malu ia menampakkan diri. kupandangi langit dengan sungguh. hanya kesembaban kelopak matanya yang tampak olehku. dengan rinai hujannya yang telah membasahi setiap sudut jalanan sampai keseluruhan kampus.
jam 09.17, ragaku telah berada di ruang kelas. duduk santai sambil melihat lampu yang melirik tajam kearahku. seraya melihatkan keangkuhannya dan berkata.
"itulah manusia selalu duduk lesu, mata bermanja-manja penuh hal palsu.!"
Aku pun menggerutu dalam hati.
"sudah, diamlah kau.! tugasmu hanya satu saja sudah belagu. diam dan berikan saja cahayamu!"
Yaa, mereka hanya ditugaskan untuk memberi cahaya kepada gelap yang melanda. sedangkan kita memiliki ribuan tugas dengan tugas utama memberi cahaya kepada seluruh dunia dengan sifat rahmah.
kulayangkan lagi mata keluar jendela. sepasang burung pipit seolah memberi senyum kepadaku. sambil menari-nari dan bernyanyi seketika menghiasi pagi itu. namun, hatiku mendadak ngilu. setelah itu, ceeeesss. seolah ada embun menetes kedalamnya. terasa ringan, sejuk, dan
damai. terlihat lagi aura wajah sendu itu. dengan mata berkilau meski sedikit sayu, telah menenggelamkan jiwa yang haus akan rindu. sekejap aku berlari. agar segera
mendapatinya, tak kehilangan langkahnya. meski kaki kaku, tubuh menjadi tak imbang. tetap saja tak mampu mengalahkan kekuatan diri untuk bertemu. dengan nafas
yang terengah-engah, aku menerobos tangisan langit. biarkan semangatku mewakili kegalauan langit pagi itu.
yang menginginkan matahari memberi sinar seperti biasa kepadanya.
"Permisi.!" (sambil menarik nafas naik turun dengan cepat tak beraturan).
"Maaf. Sekali ini aku tak akan membiarkanmu pergi. tanpa ku dapati namamu!" kataku dg nafas yang terbata-bata.
"kamu siapa?"
"Apa yang kamu inginkan?" selidiknya cepat.
"Akuu... emm, aku hanya ingin menanyakan
namamu"
"Untuk apa kau ingin tau?"
"Nanti kau akan menyesal jika mengenalku"
kujawab dengan pasti.
"Tak akan pernah ku sesali nanti, apapun itu!".
"ciihh.! Semua orangpun berkata begitu. setelah ia mengenalku, juga semua cerita tentangku. maka setelahnya ia akan mundur secara teratur." bantahnya.
aku mencoba meyakinkannya sambil mengatur nafas yang masih sedikit tak beraturan. lalu ia angkat suara.
"Baiklah. Namaku Mahatva. panggil saja Atva.!"
katanya dengan wajah yang sedikit tertunduk. langsung
saja secara spontan aku tersenyum dan mengenalkan
diri.
"Aku Pradanta. Panggil saja Adan"
"Kalau gitu aku harus pergi. Ada yang harus di kerjakan. Salaam" dia menimpali.
aku terdiam sejenak. Dan, aku bersuara.
"Hei Atva, besok kutunggu kau di pustaka. Pukul 10.00. kau harus datang. Aku akan menunggumu sampai kau datang."
ia hanya tersenyum simpul sambil menundukkan wajahnya.
Sejenak, langit seolah langsung cerah.
memberikan ucapan selamat kepadaku untuk senyuman dipagi itu. ATVA, ku eja namanya. terimakasih telah hadir
dalam semestaku.
***
Kampus terlihat begitu memesona. setiap apa yang ku tatap seolah semua tersenyum syahdu. tak ada yang mengira apa jadinya ketika nanti aku bertemu dia, Atva. sebelum jam sepuluh aku telah duduk manis di pustaka. sembari menunggu, aku mengambil novel pada deretan buku sastra. kulihat buku berwarna biru. sampulnya mencolok, begitu anggun. ku baca deretan aksara di sampul depan, dengan judul "Kasihmu, Obat Penyakitku". aku penasaran dan mulai membaca lembar demi lembar. tanpa terasa mataku berkaca-kaca. ada semacam perasaan tak enak hinggap di ruang kepala. kulihat jarum jam menunjukkan pukul 10.37. Atva tak kunjung datang. menambah kegelisahan jiwaku. kucoba menenangkan hati. namun resah pun tak putus asa menjelma dalam rasa.
Setelah tiga jam lamanya aku terpenjara dalam penantian rasa. kuputuskan untuk beranjak dari pustaka. berjalan dengan cepat, melewati gedung-gedung jurusan yang tak beraturan. hingga tibalah aku di depan pelataran taman kampus. Tiba-tiba ada seorang wanita berbusana kelambu memanggil dari kejauhan, lalu menghampiriku. dengan parasnya yang sayu seolah sedang menutupi sesuatu.
"Maaf, mas Adan kan?" ia bertanya.
"iya aku Adan. Mba siapa?" aku balik bertanya.
"Aku temannya Atva mas. dia memintaku untuk
memberikan surat ini pada mas Adan". dengan perasaan
bergetar ku ambil surat itu dan menanyakan kemana
atva. tapi dia tak dapat memberitau. hanya bilang
kepadaku.
"Maaf mas. Silahkan baca suratnya. nanti mas
akan mendapatkan penjelasan dari sana"
tanpa berucap panjang. aku berterimakasih padanya. kemudian pergi dan lupa bertanya namanya siapa.
Aku duduk dibawah pohon jambu. di seputaran taman kampus juga. tempat dimana pertama kulihat atva meneteskan airmata. perlahan kubuka kertas yang berwarnakan amplop ungu, didepannya tertulis;
Teruntuk, lelaki berhati lembut.
perlahan kubuka lipatan kertas didalamnya.
salam hangat penuh kedamaian.
bertabur cinta penuh rasa sayang.
tak ada kata yang mampu mewakili tulisan ku ini.
rasa kekaguman itu datang jauh sebelum kamu melihatku.
aku sering memperhatikanmu, memperhatikan saat bagaimana kamuÂ
memperlakukan seorang ibu yang terjatuh dikeramaian pasar, sementara tangan lembutmu menjadi sandaran diantara orang-orang yang telah hilang kepedulian. tepat ketika aku tak sengaja berada disana dan melihat semuanya,!
juga bagaimana kamu begitu ceria, memberi salam ke setiap orang yang kau temui disepanjang jalan. Tak peduli siapapun orang itu. seperti hidup ini begitu mudah,
penuh arti dan tak ada ragu bagimu menatap dunia.!
disaat orang-orang tak ambil peduli kepadaÂ
pengambil sampah kampus, yang kadang orang-orang tak menganggapnya ada,
tak berlaku dengan kamu, kau relakan sisaÂ
waktumu untuk selalu membantunya memasukkan sampah-sampah itu, tanpa merasa jijik sekalipun.
aah itulah sebabnya aku menaruh hati padamu. namun aku hanya berani melihatmu dari jauh.
kau teramat indah untuk ku sapa,
kau teramat bernilai untuk ku semai,
kau teramat suci untuk ku dekati,
namun betapa kagetnya aku saat kauÂ
menghampiriku. ntah darimana kau bisa melihatku.
sungguh aku malu, aku malu jika kau mengenalku.Â
penyakit yang paling dibenci seluruh umat manusia ini bercokol dalam tubuhku. yang tak ku tau darimana asalnya berada di tubuhku.
hingga aku tak mampu untuk sekedar tersenyum kepadamu.
cukuplah rasa kagum dan perasaan rindu kasih ini kubawa ke dalam bingkai syurga yang nyata,
kubiarkan ia hidup menelisik sukma dalam dada untuk sebuah nama, ADAN.
sakit AIDS yg telah lama kuderita ini menguburkan harapan hidupku.
meskipun sakit ini bukan keinginan danÂ
kesalahanku.
namun disaat putus asaku, kau hadir sebagai pelangi cinta dalam ruang sepiku.
terimakasih untuk semangat hidup itu.
meski sekejap kau menyapaku, itu merupakan detik-detik paling istimewa dalam serpihan senyumku.
namun, maafkan aku karena tak dapatÂ
menemuimu. aku berfirasat Tuhan memanggilku sebelum jam sepuluh.
biarkanlah wajah senduku menjadi pengingat dalam langkah mimpimu.
maafkan aku yang telah membuatmu menunggu.
bisik syahduku, kutunggu engkau di ruang cinta sebenarnya.
Salam Cinta,
MAHATVA ^_^
Tanpa terasa, hujan jatuh dari mataku. membasahi wajah lusuhku. terisak pedih sampai ke sudut hati. ku pandangi langit. seraya berbisik. Tuhan, pliss jaga Mahatva disisiMu. bintang terang yang bersinar di jantungku. tempatkan ia di rumah cintaMu. hingga nanti aku hidup jua di dalamnya. menagih cinta yang ia kawal sampai syurga.Â
langit siang itu menjadi kelabu, hujanpun turun. ikut memberikan dukungan atas ketulusan adan. sebagai penyejuk jiwanya yang tiba-tiba gersang sebab ditinggalkan.
--------- end --------
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI