Kampus terlihat begitu memesona. setiap apa yang ku tatap seolah semua tersenyum syahdu. tak ada yang mengira apa jadinya ketika nanti aku bertemu dia, Atva. sebelum jam sepuluh aku telah duduk manis di pustaka. sembari menunggu, aku mengambil novel pada deretan buku sastra. kulihat buku berwarna biru. sampulnya mencolok, begitu anggun. ku baca deretan aksara di sampul depan, dengan judul "Kasihmu, Obat Penyakitku". aku penasaran dan mulai membaca lembar demi lembar. tanpa terasa mataku berkaca-kaca. ada semacam perasaan tak enak hinggap di ruang kepala. kulihat jarum jam menunjukkan pukul 10.37. Atva tak kunjung datang. menambah kegelisahan jiwaku. kucoba menenangkan hati. namun resah pun tak putus asa menjelma dalam rasa.
Setelah tiga jam lamanya aku terpenjara dalam penantian rasa. kuputuskan untuk beranjak dari pustaka. berjalan dengan cepat, melewati gedung-gedung jurusan yang tak beraturan. hingga tibalah aku di depan pelataran taman kampus. Tiba-tiba ada seorang wanita berbusana kelambu memanggil dari kejauhan, lalu menghampiriku. dengan parasnya yang sayu seolah sedang menutupi sesuatu.
"Maaf, mas Adan kan?" ia bertanya.
"iya aku Adan. Mba siapa?" aku balik bertanya.
"Aku temannya Atva mas. dia memintaku untuk
memberikan surat ini pada mas Adan". dengan perasaan
bergetar ku ambil surat itu dan menanyakan kemana
atva. tapi dia tak dapat memberitau. hanya bilang
kepadaku.
"Maaf mas. Silahkan baca suratnya. nanti mas
akan mendapatkan penjelasan dari sana"
tanpa berucap panjang. aku berterimakasih padanya. kemudian pergi dan lupa bertanya namanya siapa.
Aku duduk dibawah pohon jambu. di seputaran taman kampus juga. tempat dimana pertama kulihat atva meneteskan airmata. perlahan kubuka kertas yang berwarnakan amplop ungu, didepannya tertulis;
Teruntuk, lelaki berhati lembut.
perlahan kubuka lipatan kertas didalamnya.
salam hangat penuh kedamaian.
bertabur cinta penuh rasa sayang.
tak ada kata yang mampu mewakili tulisan ku ini.
rasa kekaguman itu datang jauh sebelum kamu melihatku.
aku sering memperhatikanmu, memperhatikan saat bagaimana kamuÂ
memperlakukan seorang ibu yang terjatuh dikeramaian pasar, sementara tangan lembutmu menjadi sandaran diantara orang-orang yang telah hilang kepedulian. tepat ketika aku tak sengaja berada disana dan melihat semuanya,!
juga bagaimana kamu begitu ceria, memberi salam ke setiap orang yang kau temui disepanjang jalan. Tak peduli siapapun orang itu. seperti hidup ini begitu mudah,
penuh arti dan tak ada ragu bagimu menatap dunia.!
disaat orang-orang tak ambil peduli kepadaÂ
pengambil sampah kampus, yang kadang orang-orang tak menganggapnya ada,
tak berlaku dengan kamu, kau relakan sisaÂ
waktumu untuk selalu membantunya memasukkan sampah-sampah itu, tanpa merasa jijik sekalipun.
aah itulah sebabnya aku menaruh hati padamu. namun aku hanya berani melihatmu dari jauh.
kau teramat indah untuk ku sapa,
kau teramat bernilai untuk ku semai,
kau teramat suci untuk ku dekati,
namun betapa kagetnya aku saat kauÂ
menghampiriku. ntah darimana kau bisa melihatku.
sungguh aku malu, aku malu jika kau mengenalku.Â
penyakit yang paling dibenci seluruh umat manusia ini bercokol dalam tubuhku. yang tak ku tau darimana asalnya berada di tubuhku.
hingga aku tak mampu untuk sekedar tersenyum kepadamu.
cukuplah rasa kagum dan perasaan rindu kasih ini kubawa ke dalam bingkai syurga yang nyata,
kubiarkan ia hidup menelisik sukma dalam dada untuk sebuah nama, ADAN.
sakit AIDS yg telah lama kuderita ini menguburkan harapan hidupku.
meskipun sakit ini bukan keinginan danÂ
kesalahanku.
namun disaat putus asaku, kau hadir sebagai pelangi cinta dalam ruang sepiku.
terimakasih untuk semangat hidup itu.
meski sekejap kau menyapaku, itu merupakan detik-detik paling istimewa dalam serpihan senyumku.
namun, maafkan aku karena tak dapatÂ
menemuimu. aku berfirasat Tuhan memanggilku sebelum jam sepuluh.
biarkanlah wajah senduku menjadi pengingat dalam langkah mimpimu.
maafkan aku yang telah membuatmu menunggu.