Mohon tunggu...
khairul umam khudhori
khairul umam khudhori Mohon Tunggu... DoSen (DOakan Sukses, ENd) -

II everything about me is lie II penyuka hujan, penikmat senja, perindu purnama II

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan Berwajah Sendu

6 Februari 2019   11:46 Diperbarui: 6 Februari 2019   12:38 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

***

Langit pun memahami rasaku. hingga ikut-ikutan menyelimuti dengan mendungnya. tapi aku tak mau hanya mendung saja. aku ingin tangisan langit kepalangan. biar sekalian membawa gundah dan resah mengalir jauh bersama tetesannya. setelah lelah merogoh segala kepenatan jiwa, kembali ke rumah merupakan solusi yang terbaik bagiku saat itu. sembari merebahkan jiwa diatas nikmatnya kasur tercinta. mengantarkan fikiran agar
lebih jauh menelusuri relung hati. mencoba bernegosiasi. menyusun kembali strategi. mau bagaimana jalan selanjutnya. namun tak ada arti. hati terlalu letih, enggan menimpali ajakan fikiran yang ingin berkompromi. akhirnya mata pun mengakhiri. mencoba merajut harapan dalam rasa kantuk agar berbuah mimpi yang memberi kekuatan kembali. baru sebentar saja memejamkan mata rasanya. tersentak-ku dari tidur.  disebabkan suara anak-anak yang sedang bermain bola di halaman rumah membangunkanku. kulihat jam menunjuk pada angka 16.30. tak ada toleransi mata untuk melanjutkan mimpi. kaki menyiratkan untuk melangkah pergi. menuju suasana yang sepi. cepat langkah ini kekamar mandi membersihkan diri tuk dapati kesegaran jasmani pun ruhani.

Berselang waktu di sore itu. langit tampak indah. dengan warnanya yang jingga namun sedikit kelabu. tapi tak begitu adanya dengan hati. yang masih merasakan getar pada tatapan perempuan sendu. juga kata-katanya, yang buat pilu. Tekadpun semakin kuat, untuk kembali esok menemuinya. memberanikan diri menyatakan maksud hati. apapun yang terjadi aku tak lagi mau perduli.

***

Pagi itu, ku berjalan sedikit lesu. sambil melihat matahari yang ikutan sayu. malu-malu ia menampakkan diri. kupandangi langit dengan sungguh. hanya kesembaban kelopak matanya yang tampak olehku. dengan rinai hujannya yang telah membasahi setiap sudut jalanan sampai keseluruhan kampus.

jam 09.17, ragaku telah berada di ruang kelas. duduk santai sambil melihat lampu yang melirik tajam kearahku. seraya melihatkan keangkuhannya dan berkata.
"itulah manusia selalu duduk lesu, mata bermanja-manja penuh hal palsu.!"
Aku pun menggerutu dalam hati.
"sudah, diamlah kau.! tugasmu hanya satu saja sudah belagu. diam dan berikan saja cahayamu!"

Yaa, mereka hanya ditugaskan untuk memberi cahaya kepada gelap yang melanda. sedangkan kita memiliki ribuan tugas dengan tugas utama memberi cahaya kepada seluruh dunia dengan sifat rahmah.
kulayangkan lagi mata keluar jendela. sepasang burung pipit seolah memberi senyum kepadaku. sambil menari-nari dan bernyanyi seketika menghiasi pagi itu. namun, hatiku mendadak ngilu. setelah itu, ceeeesss. seolah ada embun menetes kedalamnya. terasa ringan, sejuk, dan
damai. terlihat lagi aura wajah sendu itu. dengan mata berkilau meski sedikit sayu, telah menenggelamkan jiwa yang haus akan rindu. sekejap aku berlari. agar segera
mendapatinya, tak kehilangan langkahnya. meski kaki kaku, tubuh menjadi tak imbang. tetap saja tak mampu mengalahkan kekuatan diri untuk bertemu. dengan nafas
yang terengah-engah, aku menerobos tangisan langit. biarkan semangatku mewakili kegalauan langit pagi itu.
yang menginginkan matahari memberi sinar seperti biasa kepadanya.

"Permisi.!" (sambil menarik nafas naik turun dengan cepat tak beraturan).
"Maaf. Sekali ini aku tak akan membiarkanmu pergi. tanpa ku dapati namamu!" kataku dg nafas yang terbata-bata.
"kamu siapa?"
"Apa yang kamu inginkan?" selidiknya cepat.
"Akuu... emm, aku hanya ingin menanyakan
namamu"
"Untuk apa kau ingin tau?"
"Nanti kau akan menyesal jika mengenalku"
kujawab dengan pasti.
"Tak akan pernah ku sesali nanti, apapun itu!".
"ciihh.! Semua orangpun berkata begitu. setelah ia mengenalku, juga semua cerita tentangku. maka setelahnya ia akan mundur secara teratur." bantahnya.
aku mencoba meyakinkannya sambil mengatur nafas yang masih sedikit tak beraturan. lalu ia angkat suara.

"Baiklah. Namaku Mahatva. panggil saja Atva.!"
katanya dengan wajah yang sedikit tertunduk. langsung
saja secara spontan aku tersenyum dan mengenalkan
diri.
"Aku Pradanta. Panggil saja Adan"
"Kalau gitu aku harus pergi. Ada yang harus di kerjakan. Salaam" dia menimpali.
aku terdiam sejenak. Dan, aku bersuara.
"Hei Atva, besok kutunggu kau di pustaka. Pukul 10.00. kau harus datang. Aku akan menunggumu sampai kau datang."
ia hanya tersenyum simpul sambil menundukkan wajahnya.

Sejenak, langit seolah langsung cerah.
memberikan ucapan selamat kepadaku untuk senyuman dipagi itu. ATVA, ku eja namanya. terimakasih telah hadir
dalam semestaku.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun