Episode Seri Sebelumnya :Â
https://www.kompasiana.com/kevinjulianto/psikolovea-time-to-let-go_585a56c42123bd652bcfd065
https://www.kompasiana.com/kevinjulianto/psikolovea-yang-belum-tersentuh_566d28f8ce92738f089c8016
The Mentor
Salah satu mentor favorit saya dalam bidang pemberdayaan diri adalah Anthony Robbins. Fakta menarik yang saya temukan dari sosok yang memiliki predikat 'pelatih sukses' Nomor satu di dunia berdasarkan bayaran yang ia terima dalam satu sesi seminar tersebut adalah, ia pernah bercerai.Â
Meski Anthony Robbins pernah berujar dalam sebuah sesi di TED Talk bahwa mantan istrinya kini sudah bahagia karena ia meninggalkan uang jutaan dollar untuknya. Sosok mantan suami yang cukup bertanggung jawab.
Padahal, setahu saya Anthony Robbins memiliki salah satu program seminar yang cukup laku. Hal itu karena banyak peserta dari berbagai belahan negara yang antusias menghadiri acara tersebut, yang berjudul 'Date With Destiny'.
Seorang pelatih sukses, penasihat, mentor, coach, yang bahkan salah satu tema seminarnya adalah tentang cinta, bisa cerai juga. Apalagi kalau seorang Psikolog seperti saya, yang sebenarnya sih banyak membantu kliennya berhasil menikah, cukup ironis sih ya. Tapi sebagai catatan, saya tidak mengalami perceraian. Entah mungkin lebih bagus atau tidak, yang saya alami adalah tidak jadi menikah. You can makes your personal judgement.
Kenapa Anthony Robbins bercerai? Kenapa banyak orang rumah tangganya retak? Kenapa juga ada pasangan yang hubungannya berakhir?
Banyak sebab, banyak isu. Salah satu isu yang paling hangat, tentang kepercayaan yang sudah rusak. Karena? Nilai kesetiaan sudah menjadi debu yang hilang entah kemana.
Ada sebuah pepatah yang mengatakan, Anda bisa saja memperoleh Kesempatan Kedua untuk mendapatkan kepercayaan, tapi tidak untuk kesempatan ketiga. Quotes ini saya dapatkan dari sosok Oliver Queen dalam film series Arrow.
Deadly Excuse
Tentang kepercayaan, akhir-akhir ini kesibukan saya sebagai Psikolog yang ditugaskan Pengadilan Agama untuk memediasi pasangan yang akan bercerai juga banyak membuka insight saya tentang dunia 'perselingkuhan' yang mengerikan. Juga, series Arrow yang saya tonton banyak membuka insight saya dan memberikan inspirasi positif dalam memahami dunia yang sekarang saya tangani.
Saya pernah memediasi sepasang suami istri yang pernikahannya di ujung tanduk. Pertamanya, suaminya yang datang ke klinik konsultasi saya untuk curhat tentang kondisi rumah tangganya. Suami tersebut mengeluhkan sikap istrinya yang akhir-akhir ini nampak berubah. Lebih dingin, dan sulit sekali dijangkau untuk berkomunikasi. Sebagai catatan, sang suami tersebut seorang PNS yang bekerja di luar kota. Secara gaji dan jabatan, boleh dibilang lumayan. Dalam arti, secara materi sudah lebih dari cukup. Dan sang suami pun mengakui ia mencintai istrinya, karena memang saya akui, istrinya memang cantik.
Karena pernikahan sudah diujung tanduk, tibalah konseling dengan sosok istri tersebut. Hanya ada saya dan si istri,
Sesi dengan sang istri pun saya mulai dengan to the point.
"Jadi ibu tuh selama ini kemana aja dan ngapain aja?"
Dari pilihan kata dan jawaban yang ia pilih, secara cover, si istri ini nampak menjelaskan dengan gaya religius.
"Bu, sudah tidak ada manfaatnya lagi ibu berbohong. Coba ibu jujur pada saya, sudah berapa lama ibu menyembunyikan ini"
Dengan tatapan kosong menatap ke bawah, dan wajah yang perlahan memerah, si istri hanya terdiam seperti menahan tangis.
Saya membiarkan moment of silence beberapa saat. Membiarkan sang istri tersebut merasakan emosi yang ia rasakan.
"Kalau boleh tahu, alasan ibu berselingkuh apa?"
Sang istri hanya menunduk, dan perlahan menjawab lirih
"Saya sulit melepaskan kebiasaan ini dengan laki-laki selingkuhan saya tersebut pak.."
"Memangnya dengan suami ibu kenapa?"
"Bukan masalah suami saya, tapi saya sulit melepaskan kebiasaan dengan laki laki selingkuhan saya, soalnya enak pak"
Saya terhenyak sesaat, kemudian menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan.
"Kalau memang seperti itu, dan itu sudah tidak bisa diselamatkan lagi, saya tidak akan menahan ibu dan suami untuk terus dipertahankan"
Saya pun menandatangani berita acara konseling untuk ditembuskan kepada pihak pengadilan agama.
***
Brainstorm
"Bro, gue udah nyampe duluan di Cafe Rute Sembilan sembilan. Mau gue pesenin apa?" ujar saya dalam telepon kepada Endro, dokter umum yang bekerja di apotik yang sama dengan tempatku bekerja.
Endro titip pesan Sosis Bratwust ukuran jumbo plus French Fries dengan ice green tea latte, menu yang cukup 'junk' untuk ukuran dokter, mungkin ini 'cheat-day' nya dia. Saya memesan Cordon Bleu dan Ice Tea. Kebetulan memang saya sedang ingin makan di luar, karena 'si bibi', asisten rumah tangga sedang izin pulang kampung tiga hari karena mertuanya sedang di rawat di rumah sakit.
Lima menit setelah menu pesanan diambil waiters, Endro pun datang.
"Seperti kesepakatan kita. Just both of us, dan nggak bawa pasangan" ucap Endro sambil meletakkan tas dokternya di atas meja.
"Ngejek lu. Mentang-mentang gue jomblo, tapi lu duduk jangan deket-deket gue banget ntar disangka kita homo lagi"
"Hahaha emang kenapa? Gue ganteng ini, ntar disangka lu homo yang seleranya bagus"
"Gila lu, ogah lah. Gue normal 100%, dan kalo disangka homo ntar perempuan yang awalnya naksir gue bisa pada kabur" ujar saya sambil menggeser kursi beberapa puluh centimeter dari Endri.
"Hahaha nggak lah bromance bro, eh anyway hari ini jadwal lu mediasi buat PA kan? gimana hari ini mediasinya berhasil?" tanya Endro to the point.
Saya dan Endro memang sering sharing terkait kasus-kasus yang kami tangani. Tapi meski kami berkawan, hati nurani saya masih cukup kuat untuk menyamarkan nama dari klien-klien yang kami sharingkan, even if we using real name nobody will know. But i still hold on my integrity.
"Gue ngga rekomendasiin mereka lanjut Dro. Parah sih kalo kata gue."
"Hmm. Udah jauh banget ya Dri?"
"Ya dan si ceweknya bilang kalo dia susah buat berhenti selingkuh. Alasannya enak katanya"
"Gebleg, gila emang cewek jaman sekarang. Kegoda sama cowok mokondo, makanya kalo cewek ngilang sejam dua jam apalagi sehari udah musti curiga aja itu"
"Padahal suaminya juga menurut gue gak jelek-jelek amat sih, secara finansial juga mapan. Pejabat eselon lah di PNS, kasian juga cowoknya kalo gue saranin terusin. Luckily mereka belum punya anak"
"Emang ngeri juga sih Dri kalo udah punya anak. Jadi pertanyaan juga, itu nanti anaknya anak suaminya bener apa selingkuhannya? Susah kan buktiinnya, kecuali tes dna yang itu nggak murah"
"Thats why i dont recommend them to continue their marriage"
"Tapi memang jaman sekarang, cewek ini banyak yang 'terbutakan' sih Dri. Padahal kalo menurut hemat gue, kalo sekedar ngejar enak, kan cowoknya alias si suaminya bisa sama-sama datang ke konselor rumah tangga, atau kasarnya datang ke On Clinic lah"
"Hahaha gila lu Dro, sampe bawa-bawa On Clinic, terkait masalah kepuasan maksud lu?"
"Eh tapi bener kan Dri, kebanyakan perselingkuhan yang dikejar itu kepuasan, yang sebenernya bisa dikomunikasiin"
Sesaat kemudian pelayan datang membawakan pesanan kami.
"Gara-gara ginian doang mah padahal jangan sampe selingkuh sih ya" ujar Endro sambil menunjuk sosis yang tersaji di mejanya.
"Gebleg lu, makin disangka homo lu nyamain sosis sama anu" jawab saya dengan ekspresi meringis.
"Intinya menurut gue, kalo masalah 'gituan' bisa banget dikomunikasikan" timpal Endro sambil mengiris sosis jumbonya.
"Tapi ngga sesederhana itu Dro"
Dangerous Point
"Iya sih emang nggak sesederhana itu, gue juga baru kemarin kedatangan pasien. Dia penampilannya religius bangeet. Lo nggak bakal nyangka pokoknya"
"Emang apa keluhannya?"
"Dia perempuan yang udah mau nikah satu bulan lagi, calon suaminya polisi. Dan dia datang sambil berbisik minta kandungannya digugurkan"
"Gila. Alasannya? Takut pas resepsi perutnya kepalang gede?"
"Bukan, karena janin yang ia kandung bukan benih dari calon suaminya, tapi selingkuhannya."
Aku yang tengah meneguk es teh manis seketika tersedak.
"Gila. Bego banget tuh cowok, kok cewek kayak gitu masih dipertahanin?"
"Lah kan tuh calon suaminya belum tahu Dri. Meski secara hitung-hitungan bisa aja tuh sampai si bayi lahir suami nggak  akan tahu. Tapi ya gue jawab dengan tegas kalau dia udah melecehkan gue sebagai dokter dengan minta hal tersebut. Dipikir gue dokter setan apa, mau melakukan hal dosa besar kayak gitu?"
Aku hanya menyimak apa yang Endro utarakan sambil mengunyah Cordon bleu berisi salmon dan mayonaise perlahan demi perlahan.
"Dalam sudut pandang psikologi, emang nggak sesederhana itu bro, dalam arti selingkuhnya laki-laki dan selingkuhnya perempuan itu beda."
"Gue setuju" timpal Endro
Man and Women Honor (Kehormatan Laki-Laki dan Perempuan)
"Secara dasar, ya perselingkuhan nggak ada yang dibenarkan. Tapi gini loh, kalo cowok mau nikah lagi dan nambah istri sampai empat, secara negara dan agama itu hal yang diperbolehkan, apa itu dihitung sebagai perselingkuhan? Kan nggak. Gue lagi nggak bahas setuju apa ngga dengan poligaminya, tapi gue lagi bahas dalam sudut pandang legal secara negara, dan diperbolehkan secara agama. Tapi cewek nambah suami, mana ada? mana boleh? Agama juga tegas membahas ini kalau seorang wanita nggak boleh "durhaka" sama suaminya. Apalagi selingkuh. Tentu dengan term and condition yang berlaku ya. Tapi kalo cowok ngga tanggung jawab sama nafkah misalnya, nah poin itu yang menyinggung kehormatan seorang laki-laki"
"Yes setuju Dri, anyway kalau lu denger cerita gue tentang klien-klien gue yang lain tentang ini mungkin lu akan shock juga, but im listening, go ahead"
"Dan yang namanya cewek udah selingkuh, waduh emang berat sih bro. Seperti contoh yang lu ceritain tadi, pas mau nikah udah hamil duluan dan itu bukan benih yang ditanam sama calon suaminya, kan ngeri. Untung kalo tahu, bisa dibubarin atau dicere, kalo sampai nggak tahu? Masak iya membesarkan anak yang bukan darah dagingnya, tapi darah daging selingkuhannya. Naudzubillah deh.. Makanya dalam surat rekomendasi yang gue buat saat rekomendasi yang gue tulis adalah tidak direkomendasikan untuk rujuk, atau boleh cerai, ya karena itu udah beyond saving, bro"
"Maksudnya beyond saving?"
"Udah nggak bisa diselametin lagi. Udah jadi karakter, terlalu berisiko kalau diterusin khususnya buat si laki-lakinya, sederhananya kayak kasus kehamilan yang lu ceritain"
"Emang bener sih bro, kalo bicara karakter emang kadang-kadang udah susah mau digimanain juga , tapi ngomong-ngomong lu cukup berubah juga ya dri"
"berubah gimana maksud lo?"
"Ya dulu lu tuh naif, polos, cenderung bego hehehe"
"kurang ajar bilang gue bego, tapi ya itulah yang disebut karakter.Emang karakter gue dasarnya polos, ya sifat polos ini akan ada dalam diri gue, tapi gue bisa mengimbangi dengan rasio atau kognitif gue"
"Ya dulu lu naif, tapi sekarang lu bisa lebih rasional, melihat hitam adalah hitam, putih adalah putih, samapai bisa merekomendasikan orang untuk cerai, salut sih"
"Gue dengan kepolosan gue selalu berpikir siapa tahu dia berubah, siapa tahu dia tobat, tapi kadang-kadang pikiran seperti itu jika langsung beririsan dengan kita, bahaya sih, hampir nyerempet put danger on your own way. So, itu tadi gue pakai kognitif gue.
"Im just glad if you change for a better thing, gue sebagai sohib lu kadang capek ngingetin lu saking polosnya lu dulu, tapi syukurlah lu udah berubah"
"There is so many things that made us today Bro"
Beyond Saving
Sesaat kemudian handphone saya bergetar tanda pesan masuk. Dari Rahmat, teman dekat saya dari SMA.
Isi pesan Whatsappnya adalah
"Iya Dri, Shinta lagi ke Jogja. Kalo nggak salah tadi gue lihat Shinta di Jogja sama cowok yang fotonya lu kirim, yang namanya Septian"
Saya pun langsung membalas, "Oh oke  Mat, thank you infonya yah. Nggak kok gue cuma nanya doang, nitip oleh oleh Jogja Mat jangan lupa"
"Eh Dri ngomong-ngomong lu masih komunikasi sama mantan lu, Shinta? Seminggu yang lalu lu cerita ke gue dia ngomong ke lu sambil nangis minta balikan ya? Pacaran lu udah lama sih mana udah ada rencana nikah juga, tapi lu yakin lu mau balikan sama dia Dri?"
Sebelum saya menjawab pertanyaan Endro, Saya pun menghela nafas panjang. Tanda lega kalau memang selama ini, saya cukup bodoh dan polos untuk dibodohi. Foto yang saya kirim ke Rahmat adalah foto Shinta sedang jalan dengan Septian di pusat perbelanjaan, satu minggu setelah Shinta memohon saya untuk 'balikan' dengan dia. Atau lebih tepatnya satu bulan setelah saya membatalkan rencana pernikahan dengan Shinta. Alasan pembatalan pernikahan? Karena Shitna yang memang awalnya mengulur-ulur pernikahan dan juga sudah beberapa kali saya pergoki Shinta dengan Septian selingkuh. Lalu kini, dua bulan setelah pembatalan pernikahan dan satu minggu setelah Shinta merengek lagi minta 'balikan' dengan gayanya yang terkesan religius, mereka, Shinta dan Septian sedang bersama di Yogyakarta, ratusan kilometer jauhnya dari rumah mereka sendiri.
"Ngga Dro, it's beyond saving"
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H