A.H NASUTION
Abdul Haris Nasution nama besar yang selalu kita ingat dalam sejarah Indonesia. Beliau lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada hari Selasa, 03 Desember 1918. Abdul Haris Nasution atau biasa dipanggil Nasution merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Abdul Halim Nasution dan Hj. Zahara Lubis. Karena beliau mempunyai 5 adik, maka beliau akan selalu menjadi panutan bagi adik -- adiknya.
 Sejak kecil beliau dikenal sebagai sosok yang gigih dan tekun dalam segala hal. rajin dan disiplin sudah ditanamkan oleh orang tuanya sejak dulu. Karena beliau mempunyai 5 adik, maka beliau akan selalu menjadi panutan bagi adik -- adiknya. Beliau sedari kecil gemar membaca buku tentang strategi perang Nabi Muhammad SAW. Selain itu beliau pun gemar membaca buku kepahlawanan di jaman Nabi Muhammad SAW,
Keluarga A.H Nasution merupakan keluarga yang taat sekali agama. Sehingga Orang tua Pak Nas menginginnkanya bersekolah di sekolah agama setelah menyelesaikan sekolah dasar. Pada tahun 1932 Pak Nas diterima menjadi siswa sekolah Belanda atau sekolah guru di Bukit Tinggi. Kelurganya sangat bangga pada saat itu karena hanya satu siswa saja dari tiap sekolah rendah (SD pada saat ini) yang terpilih untuk bersekolah di sekolah guru tersebut.
Saat bersekolah di Bukit tinggi beliau sudah berbeda dari yang sebelumnya. Beliau sudah tidak lagi mandi di sungai bersama teman -- temannya melainkan di kamar mandi yang layak. Di sekolah tersebut beliau diajarkan kedisiplinan yang tinggi dalam aturan -- aturan yang telah ditetapkan di asramanya. Guru -- guru di sekolah tersebut mayoritas orang Belanda kecuali guru seni rupa dan Bahasa melayu. Dengan demikian beliau jadi mengenal dan tau bagaimana watak -- watak orang belanda yang kelak akan di hadapinya dalam perang kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1935 A.H Nasution berangkat ke Bandung untuk menyelesaikan sekolah guru. Karena teman sekemarnya pada saat di asrama berasal dari keluarga militer beliau sering bertanya -- tanya tentang kemiliteran kepada temannya itu. Hingga beliau tertarik kepada dunia militer dan cita -- citanya menjadi gurupun mulai memudar.Â
Setelah menyelesaikan sekolah gurunya itu, A.H Nasution menetap di Bengkulu beberapa bulan. Pada tahun 1938 A.H Nasution pindah ke Tanjung raja dekat Palembang. Disitu beliau kembali mengajar dan minatnya terhadap politik dan bidang kemiliteran semakin berapi -- api. Atas bantuan teman -- temannya sesama guru akhirnya beliau mengikuti ujian kemiliteran di Palembang dan hasilnya di nyatakan lulus.Â
Pertengahan tahun 1940 Belanda mendirikan Coro (Sekolah Perwira Cadangan) yang terbuka bagi pemuda Indonesia asalkan berijazah HSB atau HSM. Pak Nas saat itu beruntung karena telah mengantongi ijazah HSM di Palembang. A. H nasution mengikuti pendidikannya dan lulus. A.H Nasution berangkat ke Bandung untuk menjalani kehidupan di asrama taruna (Coro). Di asrama taruna beliau banyak berinteraksi dengan pemuda -- pemuda Belanda. Karena pada saat itu hanya beberapa penduduk local yang masuk Coro itu termasuk A.H Nasution dan T.B Simatupang.
Selama menjalani Pendidikan dibidang kemiliteran A.H Nasution kerap dipanggil nasution oleh teman -- temannya. Pada tahun 1940 A.H Nasution naik pangkat ar kadet taruna menjadi Kopral. Karena beliau disiplin tekun dan cerdas pada tahun 1943 beliau kembali naik pangkat menjadi Sersan. Meskipun dia masuk di dinas militer colonial belanda beliau tetap memiliki jiwa nasionalis dan semangat juang yang tinggi bagi kemerdekaan Indonesia.Â
Pada saat kemerdekaan Indonesia di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 A.H Nasution berada di bandung. Sebagai mantan tentara Belanda, saat menjelang kemerdekaan beliau aktif di pergerakan kepemudaan. Nasution mengusulkan agar dibentuk badan ketentaraan resmi untuk menjadi tulang punggung pertahanan dan keamanan. Setelah pemerintah membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) Nasution diangkat sebagai penasehat di BKR Bandung. Kemudian tidak lama beliau diangkat menjadi Kepala Staf Komandemen TKR Jawa Barat bermarkas di Tasikmalaya.Â
Pada tahun 1946 A.H Nasution diangkat menjadi Panglima divisi III dengan tugas pertama untuk mengkonsolidasi front Bandung untuk menghadapi Divisi 23 Inggris -- Belanda yang menduduki Bandung Barat. Kurang lebih 2 minggu setelah A.H nasution di lantik dengan pangkat mayor jendral oleh presiden di Yogyakarta, keluar Pempres no 9 tertanggal 17 Februari 1948 A.H Nasution diangkat menjadi wakil Panglima Besar.Â