Kompetisi untuk mempublikasikan dan memperkenalkan diri, kesempatan yang paling terbuka adalah pada pemasangan APK-BK.
Sayangnya, pemasangan itu kerap melanggar aturan, tidak sedap dipandang mata, dan ngawur.
Saya pernah mendengar seloroh, "Ya masalah APK-BK yang melanggar biar jadi pekerjaan Bawaslu karena mereka juga sudah digaji."
Bagi saya, seloroh ini adalah hal yang paling bahlul dan paling bebal meski kadang dianggap masuk akal.
Misalnya kalau peserta pemilu taat aturan, tentu negara akan bisa menghemat banyak anggaran. Menertibkan APK dan BK yang jumlahnya ribuan, puluhan ribu bahkan mencapai ratusan ribu di satu kabupaten, meski terlihat sepele, juga akan membutuhkan anggaran.
Apalagi jajaran Bawaslu terbawah yang personelnya terbatas. Biasanya kalau penertiban APK-BK, akan minta tolong petugas trantib seperti Satpol PP, yang juga butuh biaya.
Terlebih dan paling penting, kita bisa menyimak di Perbawaslu 3 Tahun 2022 tentang Tata Kerja dan Pola Hubungan Pengawas Pemilihan Umum. Di aturan ini, semua jajaran pengawas pemilu bekerja secara hierarki (Pasal 2).
Saya yakin, jajaran pengawas pemilu terbawah, misalnya Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwaslucam) dan Pengawas Desa/Kelurahan (PKD) yang jumlahnya tak seberapa itu, tidak bisa bertindak secara mandiri dengan menertibkan APK-BK jika tidak ada instruksi.
Karena apa? Karena secara aturan, mereka bekerja secara hierarkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H