Mohon tunggu...
Kens Hady
Kens Hady Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang yang biasa, yang kadang suka menulis

Black Dew

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cellis Er, Pemanggil Hujan

11 Juli 2016   16:59 Diperbarui: 11 Juli 2016   18:29 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang orang segera membawa Er ke tengah lapangan. Sedang sebagian yang menyayangi Er hanya bisa mengikuti dari belakang dengan berurai airmata.

“Tuhan tolonglah, Er..”

Tanpa menunggu lama , Er dibaringkan di tumpukan kayu yang siap di bakar bersama cellonya.”

“Er, kami beri kesempatan padamu, minta maaflah pada kami, dan bersumpahlah akan melakukan apa yang menjadi undang undang kebenaran di desa ini! Kalau tidak, kami akan segera membakarmu.”Kepala memberikan pilihan pada Er.

Dengan senyum sinis dan lemas, Er berkata,” Untuk apa aku minta maaf pada kalian. Kalian hanyalah hamba dari kebodohan kebodohan kalian. Kalian yang telah kehilangan suara hati kalian. Kalian yang telah lancang menulis ulang kitab kitab kalian dengan otak kalian yang kosong, lalu membakar kitab kitab tua yang jelas ditulis oleh tangan Tuhan. Silahkan lakukan apapun yang kalian mau. Tapi ingatlah, semua akan ada masanya berganti.” Sang Komandan dan pak Sekdes saling pandang. tangan mereka terkepal.

"Sudah, bakar saja dia! Kata katanya bisa jadi racun." kata Pak Sekdes.

Dengan tidak sabar sekdes segera mengambil kayu yang sudah menyala. Api menggumpal membakar. Mencipta kabut hitam di tengah lapangan. Senyum dan tawa puas terdengar dari sebagian orang. Sedang sebagian lagi, yang hatinya sebenarnya mencintai Er hanya bisa menangis dalam hati. Mereka mau tidak mau harus ikut kata pemimpin desa, atau keluarga mereka yang akan binasa. Hampir tiga jam. Asap yang membakar Er dan cellonya masih saja melahirkan gumpalan hitam yang menggantung di atas langit desa. Perlahan Langit tertutup awan hitam. Sesekali petir datang menyambar pepohonan.

“Dasar Er, sudah mati saja membikin repot!” Kata sang komandan.

Sekarang kalian pulang saja. Sebentar lagi hujan. Jangan sampai kalian kehujanan.” Pak Kepala Desa memberi perintah.

Orang orang berlarian pulang. Lapangan sepi.Tinggal orang orang yang di hatinya mencintai Er. Er bagi mereka adalah penyelamat juga pemberi kedamaian..

“Tuhan tolonglah Er dan kami….” Gumam lirih itu meluncur dari bibir penuh airmata lalu terbang menembus langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun