Mohon tunggu...
Kenanga PutriAyu8
Kenanga PutriAyu8 Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya berprofesi sebagai mahasiswa

Nama Dosen : Apollo. Prof. Dr, M.Si. Ak Nama : Kenanga Putri Ayu NIM : 43221010011 Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 - Mencegah Adanya Kejahatan Struktural dan Korupsi dalam Perspektif Model Anthony Giddens

12 November 2022   17:11 Diperbarui: 12 November 2022   17:11 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi dalam ilmu-ilmu sosial biasa disebut sebagai kejahatan struktural namun struktur di sini dimaknai sebagai sesuatu yang me-ngekang di luar kuasa sang agen. Sebagai kejahatan struktural, pelaku tidak merasa melakukan tindak kejahatan karena struktur yang membiarkan atau mengamini (Siswanto, 2008: 120). 

Pandangan Giddens (1984: 13) tentang penyebab tindakan kejahatan, menurutnya dapat dianalisis melalui akumulasi-akumulasi pe-ristiwa yang berasal dari keadaan pemicu yang tanpa keadaan ini tidak akan bisa ditemukan akumulasi tersebut. Keadaan tersebut dapat di-pahami  dalam  logika  strukturasi,  yakni  penataan  relasi-relasi  sosial lintas ruang dan waktu berdasarkan dualitas struktur.

Masyarakat sosial biasa mengkaitkan adanya kejahatan dengan tindakan seseorang. Pada level ini, ada pengandaian antropologis ma-nusia dari kejahatan struktural yang layak ditelusuri, yakni manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak, konteks atau situasi, dan tujuan atau hasil di dalam hidupnya. Teori strukturasi bermula dari kritik Giddens terhadap cara kerja Giddens mengkritik perspektif struk-turalis merupakan penolakan yang penuh skandal terhadap subjek.

Sebagai contoh dalam memahami gejala dalam masyarakat kapitalis, perhatian strukturalis tidak terpusat pada perilaku para pemodal atau konsumen, tetapi  justru  pada  logika-internal  kinerja  modal;  dengan kata lain, strukturalisme adalah bentuk dualisme (Giddens, 2008: 335)

Dualisme  ini  juga  ada  pada  perspektif  post-strukturalis  (Gid-dens, 1987: 348). Pemikir penting post-strukturalis, Jasques Derrida misalnya, melihat perbedaan bukan hanya menunjuk sesuatu, melainkan sebagai pembentuk identitas yang bahkan merupakan hakikat sesuatu tersebut; atau dualisme yang ada pada fungsionalisme Talcott Parsons. Fungsionalisme merupakan cara berpikir yang mengklaim bahwa sis-tem sosial punya kebutuhan yang harus dipenuhi. 

Bagi Giddens, sistem  sosial  tidak  punya  kebutuhan  apapun,  yang  punya  kebutuhan adalah para pelaku. Fungsionalisme memberangus fakta bahwa ma-nusia  sebagai  pelaku,  bukan  orang-orang  dungu,  dan  bukan  robot yang  bertindak  berdasar naskah  (peran  yang  sudah  ditentukan).

Sebagai sebuah aturan dan sumberdaya, struktur memiliki tiga gugus dimensi yaitu: Pertama, struktur penandaan (signification) yang menyangkut skemata simbolik, pemaknaan, penyebutan, dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang menca-kup skemata penguasaan atas orang (politik) dan barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur  pembenaran  atau  legitimasi  (legitimation)  yang menyangkut skemata peraturan normatif, yang terungkap dalam tata hukum (Giddens, 1984: 29).

Pertama, Bahwa untuk melakukan komunikasi, seseorang mem-butuhkan sistem tanda dan bingkai interpretasi (tata simbol, wacana/ lembaga  bahasa),  sehingga  struktur  signifikasi  itu  ada.  Aktor-aktor sosial, dalam perilaku kehidupan sehari-harinya, secara aktif mengha-silkan makna dalam tataran yang telah mereka beri makna; secara ber-samaan mereka dipengaruhi oleh cara dimana makna-makna tersebut telah menjadi dirutinkan dan direproduksi.

Hal yang dilakukan dan dikatakan masyarakat memiliki konsekuensi bagi struktur sosial. Individu- Praktik-praktik struktur sosial, sebagian selalu berakar pada pertemuan tatap muka, tetapi perjumpaan ini tidak pernah terjadi dalam ruang hampa yang tidak berstruktur, dunia sosial ditengahi dan dipe-ngaruhi oleh sumber daya yang telah memiliki signifikasi sosial dan budaya. Struktur adalah 'proses dialektika' dimana hal yang dilakukan oleh individu adalah juga hal yang mereka bangun. Inilah essensi dariindividu menggerakkan sumber daya, ketrampilan dan pengetahuan yang telah didapatkan dari interaksi sebelumnya

Kedua, Untuk mendapatkan atau mempraktikkan kekuasaan, seseorang membutuhkan mobilisasi dua struktur dominasi sebagai fasi-litas.  Pada  dimensi  penguasaan,  fasilitas  ini  terdiri  dari  sumberdaya alokatif (ekonomi) dan otoritatif (politik). Sumberdaya alokatif mengacu  pada  kemampuan-kemampuan  atau  bentuk-bentuk  kapasitas transformatif yang memberikan komando atas barang-barang, objek-objek atau fenomena material.

 Adapun sumberdaya otoritatif mengacu pada  jenis-jenis  kapasitas  transformatif  yang  menghasilkan  perintah atas orang-orang atau aktor-aktor. Istilah 'kekuasaan' harus dibedakan dengan istilah dominasi. Do-minasi  mengacu  pada  asimetri  hubungan  pada  dataran  struktur,  sedang kekuasaan menyangkut kapasitas yang terlibat dalam hubungan sosial pada dataran pelaku (interaksi sosial).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun