Yap, kami diturunkan disana. Lumayan jauh dari kampus kami. Pak Kumis pesimis tidak bisa menerobos kemacetan disana. Kami dilanda bingung sejenak, sengaja tidak turun dahulu. Siapa tau Pak Kumis berubah pikiran dan mengantar kami yang membawa tas-tas berat ini kembali ke tempat tujuan.
Pak Kumis ngomel,
"Ate mbalek ke stasiun to!? Ayo wes nggak usah mbayar, melu nek stasiun maneh! (Mau kembali lagi ke stasiun to!? Ayo nggak perlu mbayar, ikut ke stasiun lagi!)"
Cuma satu kata, eh dua kata maksudnya. SEMENA-MENA.
Padahal, kalau Pak Kumis mau sabar sebentar saja, pasti kemacetan akan segera hilang mengingat macetnya tidak terlalu parah.
Padahal lagi, kami berdua sudah membayar dengan tarif yang ditentukan.
Padahal lagi, kampus masih jauh sekali dan mau tidak mau kami harus berjalan kaki kesana.
Sehat terus ya, Pak Kumis..
NB : Hanya ingin berbagi kisah, maaf jika ada pihak yang tersinggung :)