Mohon tunggu...
Kemarau Basah
Kemarau Basah Mohon Tunggu... -

http://kemaraubasah.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gelombang Sunyi Laut Andaman

4 April 2014   18:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:05 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah seorang barista mengganti saluran televisi. Berita mengenai isu politik menjelang pemilihan umum baru saja selesai dan beralih pada berita tentang pencarian pesawat. Pak Umar dan teman minum kopinya menyimak sebentar tayangan tersebut sebelum melanjutkan percakapan.

"Bukankah tidak ada hal baru dari datamu? Aku tak mengatakan kau keliru. Tapi semua spekulasi ini tidak akan berujung. Kecuali ada bukti yang bisa..."

"Maaf Kolonel, bukankah lebih sukar mencari pesawat itu di sana?" Pak Umar menunjuk ke layar televisi dengan membuka telapak tangan kanannya. "Bahkan lebih mudah mencari sebuah kaleng minuman yang jatuh di tengah lautan jika mereka keliru."

"Baiklah."

"Di luar spekulasi, pesawat berbalik lurus ke Pulau Langkawi, beberapa saksi di laut, termasuk ada pula nelayan Malaysia, melihat sebuah pesawat terbang rendah seperti sedang mengalami masalah, di dekat wilayah itu, kemudian tidak ada radar kita yang menangkap jejaknya, tidak juga radar negara lain di sekitarnya.

Pesawat itu terbang rendah ke tempat yang tak terpantau, di antara Semenanjung Malaysia, ujung Pulau Sumatera, Kepulauan Andaman, daratan Myanmar dan Thailand. Di semua tempat itu terdapat penjagaan radar militer, bukan?" Pak Umar membuat tanda silang pada tempat-tempat tersebut di selembar kertas cetakan bergambar peta seputar laut Andaman.

"Sebuah tempat sepi yang dapat menyembunyikan misteri, Kolonel," tambah Pak Umar.

"Tapi Laut Andaman sudah ditelusuri, Pak. Malaysia, India, Thailand dan kita juga ikut. Tidak ditemukan apa-apa."

"Ya. Benarkah dua hari setelah kejadian? Cukup terlambat."

Sahabatnya, sang pemilik kedai, muncul di pintu masuk bersama seorang laki-laki gagah berkulit gelap dengan kumis dan janggut memutih, seorang Panglima Laot. Keduanya memberi salam dan bergabung di meja itu.

"Alhamdulillah sudah datang," Pak Umar menjabat erat tangan sang Panglima Laot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun