Karena kadang-kadang, sebelum menulis, Anda tahu “the gun” itu. Anda tahu senjatamu di dalam seluruh rangkaian cerita. Kamu merencanakannya, merancangnya. Kamu si arsiteknya. Pencipta. Dan kamu orang yang punya otirisasi untuk membawa kemana pun, kapan pun, di mana pun hati si pembaca akan tertambat.
Meski begitu, kita lebih sering menemui jenis penulis yang bingung. Tidak tahu apa senjatanya. Setelah menulis 200 halaman, kita panik. Kok, enggak ada klimaks? Omg! Kita bingung bagaimana mengakhiri cerita.
Solusinya? Tak ada cara lain. Kita harus mengulangi membacanya. Detil demi detil. Cari karakter atau peristiwa yang terlewat di sana. Rancang dan desain ulang bangunan cerita Anda. Dengan sedikit menulis ulang, sematkan “senjata” di sana. Done.
Bagi siapapun yang merasa “senjata”-nya jelek, teruslah berusaha. Terus mencoba. Latihan! Apa yang menentukan sebuah cerita, barangkali adalah kemampuan kita “menyembunyikan senjata” di dalam memori pembaca. Cheers! Selamat menulis!
***
Tulisan ini merupakan tulisan kelima dari teknik-teknik menulis prosa (fiksi). Akun Kelas Penulis di Kompasiana merupakan kumpulan penulis pemula yang sama-sama belajar. Para penulis amatir. Klub ini, menerima siapapun yang ingin bergabung. Hubungi kami di email: writeforbetterlife@gmail.com.
Kami bersosialisasi di media sosial:
Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H