Dalam drama berjudul The Seagull karya Anton Chekhov, ada adegan cukup menarik. Di dalam naskahnya, penulis sengaja meletakkan sebuah benda di benak penonton (pembaca, jika naskah drama) sejak pembukaan adegan. Sebuah senjata.
Di adegan drama Chekov tersebut, seseorang mengisi dan mengokang senjata lalu meletakkan begitu saja. Senjata sengaja terlihat oleh penonton dan menjadi setting pertunjukan. Di sanalah dia, si senjata, menanti untuk ditembakkan.
Memori penonton tentu terkunci pada senjata. Akan diapakan senjata tersebut? Adakah hubungannya dengan seluruh plot atau alur cerita adegan drama The Seagull?
Betul saja, di akhir pertunjukan, Konstantin yang memakainya. Ia mati bunuh diri. Cerita berakhir. The end.
Sejak itulah muncul istilah “hiding the gun“. Di Amerika Serikat, teknik ini jamak kita temui di beberapa novel. Bahkan, film-film Hollywood. Ya, film James Bond salah satunya.
Dalam setiap filmnya, kisah James Bond pasti ada adegan memperkenalkan gadget-gadget, terutama yang berfungsi sebagai senjata. Inilah benda-benda yang ternyata sangat berfungsi menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di plot film.
Karya Stephen King “The Shining” juga menggunakan teknik “hiding the gun“. Penjaga hotel menyebut menyebut soal risiko tekanan yang sering ada di pemanas. Para pembaca kemudian ngeh, ledakan dari pemanas merupakan solusi atas alur cerita (plot).
Tanamkan di dalam memori pembaca sebagai sebuah “janji” yang suatu saat, Anda sebagai penulis bakal “memenuhi janji itu” kelak. Teorinya sederhana: tanamkan sebuah memori di benak pembaca yang menjadi pondasi cerita Anda.
Pondasi ini akan memancing rasa ingin tahu, penasaran, berikut keinginan pembaca mengetahui ending cerita Anda. Kenyataannya, teknik “hiding the gun” memang terjadi di dunia nyata. Sesuatu yang kita sebut “hiding the gun” ini sungguh menjadi peristiwa di kehidupan.
Karena itulah, teknik ini pun muncul di sebuah cerita dan jadi salah satu teknik. Satu peristiwa, benda, atau karakter yang Anda lewatkan. Kelupaan. Tapi, lantas membuat Anda ngeh di akhir cerita. Bahwa, yang “kelupaan” tadi ternyata membuat hidup Anda hancur berkeping-keping.
Sebuah pesan? Janji? Makam seseorang yang lupa Anda taburi bunga? Sebuah nama? Nomor telepon? Atau, barangkali buku? Catatan? Selingkuhan? Eeeaaa.