Sebaliknya, apabila pemilihan dilakukan melalui DPRD, politisasi dan transaksi antar partai politik bisa menjadi lebih dominan. Di sini, partai politik dan elite lokal dapat lebih fokus pada kesepakatan politik, bukan pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Contoh kasus yang dapat menggambarkan hal ini adalah pada Pilkada 2020 di beberapa daerah, di mana proses pemilihan kepala daerah yang melalui DPRD lebih dipengaruhi oleh koalisi antar partai, tanpa memperhatikan preferensi langsung dari masyarakat.Â
Hal ini menunjukkan bahwa ketika pilkada tidak melibatkan masyarakat secara langsung, maka proses pemilihan lebih rentan terhadap kepentingan politik elite dan transaksi yang tidak mencerminkan suara rakyat.Â
Dalam banyak kasus, pengambilan keputusan yang lebih berorientasi pada koalisi politik dapat menurunkan akuntabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakat yang seharusnya diwakili.
Akuntabilitas dan Transparansi
Pemilihan kepala daerah langsung memiliki peran penting tidak hanya dalam memilih pemimpin, tetapi juga dalam memperkuat akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Ketika kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, mereka merasa lebih terdorong untuk mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.Â
Tanggung jawab langsung kepada pemilih ini mendorong kepala daerah untuk lebih memperhatikan kepentingan jangka panjang, menghindari kebijakan yang bersifat populis atau hanya menguntungkan dalam jangka pendek.Â
Hal ini penting agar pemerintahan dapat lebih fokus pada pembangunan yang berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat.
Penelitian oleh Indonesian Institute for Public Governance (IIPG, 2023) menunjukkan bahwa daerah yang mengadakan pilkada langsung cenderung memiliki tingkat transparansi yang lebih tinggi dalam pengelolaan pemerintahan.Â
Kepala daerah yang dipilih langsung dari rakyat cenderung lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat karena mereka menyadari bahwa kinerja mereka akan langsung dinilai oleh pemilih pada periode berikutnya. Pemilih memiliki kendali lebih besar dalam memilih dan mengevaluasi kinerja pemimpin daerah, yang memperkuat transparansi pengelolaan anggaran, program pembangunan, serta kebijakan lainnya.
Sebaliknya, dalam sistem pemilihan melalui DPRD, kepala daerah seringkali lebih terikat oleh kepentingan politik partai dan koalisi. Dalam banyak kasus, kebijakan yang diambil lebih dipengaruhi oleh kekuatan politik internal yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), daripada kebutuhan atau aspirasi masyarakat.Â