Mohon tunggu...
Saiful Bahri. M.AP
Saiful Bahri. M.AP Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan Publik

CPIS - Center for Public Interest Studies

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menimbang Wacana Pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD: Antara Efisiensi dan Kualitas Demokrasi

13 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 13 Desember 2024   08:51 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://nasional.kompas.com/)

Namun, kita tidak dapat mengabaikan bahwa biaya yang tinggi sering kali menjadi beban tidak hanya bagi negara, tetapi juga bagi masyarakat. Terutama bagi kalangan masyarakat kurang mampu, biaya kampanye yang tinggi dapat mengarah pada ketidaksetaraan dalam akses terhadap calon pemimpin dan mendorong munculnya praktik politik uang yang merugikan kualitas demokrasi. Oleh karena itu, penting untuk mencari jalan tengah yang dapat mengurangi biaya tanpa mengorbankan kualitas demokrasi yang sudah ada.

Politik Transaksional dalam Sistem DPRD

Salah satu tantangan utama yang muncul dalam sistem pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah risiko meningkatnya politisasi dan transaksi politik. Dalam sistem ini, kepala daerah kemungkinan besar akan terpilih melalui kesepakatan politik antar partai atau elite lokal, bukan melalui suara langsung rakyat. Hal ini membuka peluang bagi munculnya praktik politik uang dan transaksi politik lainnya, yang dapat mencederai kehendak masyarakat dan mengurangi kualitas demokrasi.

Joseph Schumpeter (1942) berpendapat bahwa kompetisi antar elite politik dalam demokrasi sangat penting, karena memberikan masyarakat kesempatan untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan pilihan mereka. Pilkada langsung, dengan memungkinkan lebih banyak calon dari berbagai latar belakang untuk bersaing, memberikan masyarakat banyak pilihan. Sebaliknya, apabila pemilihan dilakukan melalui DPRD, politisasi dan transaksi antar partai politik bisa menjadi lebih dominan. Di sini, partai politik dan elite lokal dapat lebih fokus pada kesepakatan politik, bukan pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Contoh kasus yang dapat menggambarkan hal ini adalah pada Pilkada 2020 di beberapa daerah, di mana proses pemilihan kepala daerah yang melalui DPRD lebih dipengaruhi oleh koalisi antar partai, tanpa memperhatikan preferensi langsung dari masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika pilkada tidak melibatkan masyarakat secara langsung, maka proses pemilihan lebih rentan terhadap kepentingan politik elite dan transaksi yang tidak mencerminkan suara rakyat. Dalam banyak kasus, pengambilan keputusan yang lebih berorientasi pada koalisi politik dapat menurunkan akuntabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakat yang seharusnya diwakili.

Akuntabilitas dan Transparansi

Pemilihan kepala daerah langsung memiliki peran penting tidak hanya dalam memilih pemimpin, tetapi juga dalam memperkuat akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Ketika kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, mereka merasa lebih terdorong untuk mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Tanggung jawab langsung kepada pemilih ini mendorong kepala daerah untuk lebih memperhatikan kepentingan jangka panjang, menghindari kebijakan yang bersifat populis atau hanya menguntungkan dalam jangka pendek. Hal ini penting agar pemerintahan dapat lebih fokus pada pembangunan yang berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi rakyat.

Penelitian oleh Indonesian Institute for Public Governance (IIPG, 2023) menunjukkan bahwa daerah yang mengadakan pilkada langsung cenderung memiliki tingkat transparansi yang lebih tinggi dalam pengelolaan pemerintahan. Kepala daerah yang dipilih langsung dari rakyat cenderung lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat karena mereka menyadari bahwa kinerja mereka akan langsung dinilai oleh pemilih pada periode berikutnya. Pemilih memiliki kendali lebih besar dalam memilih dan mengevaluasi kinerja pemimpin daerah, yang memperkuat transparansi pengelolaan anggaran, program pembangunan, serta kebijakan lainnya.

Sebaliknya, dalam sistem pemilihan melalui DPRD, kepala daerah seringkali lebih terikat oleh kepentingan politik partai dan koalisi. Dalam banyak kasus, kebijakan yang diambil lebih dipengaruhi oleh kekuatan politik internal yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), daripada kebutuhan atau aspirasi masyarakat. Minimnya pengawasan langsung dari masyarakat juga dapat mengurangi tingkat transparansi dalam pengelolaan anggaran dan program pembangunan. Dalam konteks ini, kepala daerah mungkin lebih fokus pada menjaga hubungan dengan partai atau koalisi politik, ketimbang memberikan respons yang optimal terhadap tuntutan masyarakat. Akibatnya, hal ini dapat memperburuk citra pemerintah daerah dan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya daerah secara efektif.

Meningkatkan Efisiensi Tanpa Mengorbankan Demokrasi

Daripada mengganti sistem pemilihan kepala daerah secara langsung, lebih konstruktif jika kita fokus pada reformasi dalam sistem yang ada. Dengan melakukan pembenahan ini, kita dapat mencapai efisiensi yang lebih tinggi tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi yang fundamental. Salah satu langkah penting untuk mencapainya adalah memperketat pengawasan terhadap pembiayaan kampanye. Penggunaan teknologi digital, seperti platform transparansi untuk memantau sumbangan dana dan pengeluaran kampanye, dapat membantu mengurangi potensi politik uang. Hal ini akan memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam proses pemilu, serta secara langsung mengurangi biaya administrasi yang biasa dikeluarkan selama masa kampanye. Dengan cara ini, pengelolaan dana kampanye akan lebih efisien, tanpa mempengaruhi kualitas pemilihan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun