Lagi-lagi kita tidak perlu menutup mata bahwa karut-marut ini muncul akibat betapa jeleknya pengoperasian transportasi publik di Indonesia terutama di kota-kota besar yang membuat mobilitas masyarakat Indonesia mau tidak mau bergantung pada kendaraan pribadi.
Karena suatu negara maju bukan semata-mata diukur dengan banyaknya gedung-gedung pencakar langit melainkan pula majunya sistem transportasi publiknya;
belum lagi faktor rasa aman yang  yang pada akhirnya berdampak pada menjamurnya kantong-kantong parkir ini (termasuk parkir liar);
dan tentu saja kemiskinan struktural!
Menyoal yang satu ini tentu saja sangat kompleks dan sangat luas cakupannya jika dijabarkan satu persatu. Namun, main point-nya tetap berpusat pada kebijakan yang diambil pemerintah untuk seluas-luasnya kebermanfaatan masyarakat—serta implementasinya di lapangan.
Pesan untuk kita, jika tidak ingin merusak cashflow bulanan karena overbudget dikarenakan membayar parkir berlebihan, disarankan tidak perlu parkir sering-sering jika takut mengira itu parkir liar; mulailah rajin jalan kaki jika memang jarak yang ingin didatangi tidak jauh alias dekat;
jika tidak mau melakukannya maka sebaiknya jangan menggerutu.Â
—
Pada akhirnya, membenci satu tindakan jelek dari satu profesi sah-sah saja tapi jangan sampai membuat kita mengaburkan kenyataan bahwa terkadang ada saja mereka yang tak pantas masuk di dalamnya.Â
Juru parkir konvensional resmi yang saya kenal adalah mereka yang tidak memberi banyak untuk mengambil lebih banyak apalagi hanya sekadar ingin dianggap "hebat"Â oleh sanak.
Tabik.