Solusinya?
Punya kendaraan saja, biarpun harus mengangsur; tidak apa-apa mengangsur asal jadi hak milik.Â
Toh, cara ambilnya tidak susah bahkan surveyor "mempermudah"nya di lapangan, pokoknya yang penting kendaraan harus di tangan.
Kalau pendapatan jadi ngepas untuk membayar angsurannya, bisa kerja sambilan. Bagi  yang punya sepeda motor, jadi driver online atau ojek pangkalan, misalnya.Â
Baca juga:
Gerakan Bawa Bekal: Kurangi Jajan dengan Pendidikan Makanan
Karena mekanisme mengangsur mudah, banyak orang Indonesia berbondong-bondong punya kendaraan, parkir bisa di sembarang tempat (baca: di bahu jalan umum?), menaati atau sadar berlalu lintas urusan belakang, SIM bisa didapat walau kebanyakan ditebus dengan "selipan".Â
Ini semua akan (masuk) menjadi masalah sistemik.Â
Harus kita akui, kita masih belum bisa sedikit melampaui mindset dua negara yang pernah menjajah kita.Â
Jepang, biarpun negara maju, mereka menjadikan berjalan kaki sebagai perilaku sehari-hari; Belanda biarpun negara maju, mereka bersepeda ke sana ke mari.Â
Percayalah, sebenarnya Indonesia masih "dijajah", setidaknya sejak masih dalam pikiran.
Kamuflase efisiensi waktu
Atau dengan dalih efisiensi waktu, aktivitas jalan kaki pada akhirnya memang akan ditinggalkan oleh kebanyakan orang di Indonesia.