Indonesia BUKAN Jepang tentu saja—(anak-anak di Jepang bahkan sudah diajarkan bagaimana "membaca" label kemasan pada makanan dan minuman yang dijual di pasaran); Indonesia memiliki ragam tantangannya sendiri. Meskipun demikian bukan berarti tidak bisa "menyerupai".Â
Satu masalah menyoal gizi yang menjadi sasaran pemerintah Indonesia (baca: untuk diselesaikan) bisa dilakukan dari sini yakni membiasakan anak-anak ke sekolah membawa bekalnya sendiri.
Gerakan membawa bekal
Di awal penerapannya, gerakan bawa bekal ini mungkin terasa merepotkan, apalagi jika itu dilakukan oleh para orang tua pekerja.Â
Namun, jika menempatkan anak sebagai bagian dari skala prioritas, itu akan dapat diatasi—tinggal bagaimana menyiasatinya.Â
Baca juga:
Dari Daycare, Orang Tua Pekerja dan Masalah Sistemik di Dalamnya
Gerakan bawa bekal ke sekolah khususnya untuk anak dengan pendidikan usia dini dan sekolah dasar bisa menjadi sesuatu yang baik jika dilakukan dengan serius karena kebiasaan ini akan meminimalisir anak-anak jajan di luar atau mengonsumsi makanan atau minuman yang kurang sehat;
ia (baca: membawa bekal) bermanfaat untuk menerapkan pola makan sehat demi mencegah segala jenis malnutrisi dan penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, stroke, bahkan kanker.
Bukan berarti dilarang sama sekali, tapi anak-anak jadi tahu bahwa tidak semua jajajan yang dijual baik untuk dicerna oleh tubuh.Â
Pemahaman ini penting dibangun mengingat jajanan-jajajan tersebut bisa jadi mengandung bahan-bahan yang tidak diketahui nilai gizinya—belum lagi tinggi gula, garam, lemak tidak sehat dan lain sebagainya.Â
Baca juga:‌
Cegah Stunting: Praktikkan Diet Gula pada Anak Balita
Menyasar orang tua dan pihak sekolah
Pendidikan makanan melalui gerakan bawa bekal ini juga membuat para orang tua dan pihak sekolah aktif bersinergi.Â
Bagi orang tua sendiri selain bisa menekan kebiasaan anak jajan yang kurang sehat di sekolah, ada beberapa manfaat baik lain dari gerakan bawa bekal ini: