Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021 | Peduli menyoal isu sosial-budaya dan gender | Kontak: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tren Dumb Phone Menggugat Realitas

11 Agustus 2024   06:30 Diperbarui: 11 Agustus 2024   06:33 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan terlihat memegang smartphone. (Foto oleh Olena Kamanetska | Sumber Unsplash.com)

Dulu untuk sekadar tahu informasi terbaru di beberapa wilayah atau belahan dunia, seseorang akan membeli komputer beserta modemnya (untuk berselancar di internet) atau mengeluarkan uang lebih ke warnet (dekat rumah?) 

Saya pelaku keduanya tentu saja. 

Sekarang, tengoklah, semua ada dalam satu genggaman: smartphone. Semua kalangan hampir memiliki benda ini. 

Harganya pun dari yang mahal hingga yang cuma sejuta lebih sedikit—bahkan ada yang tidak sampai kisaran satu juta. 

Smartphone adiktif atau Internet adiktif? 

Selaras dengan perkembangan jumlah pengguna internet tersebutlah, tak heran pabrikan ponsel dewasa ini berbondong-bondong mengeluarkan produk-produk smartphone terbaru mereka di pasaran. 

Baca juga: 

5 Menit: Seandainya Kita Tak Sibuk Debat di Media Sosial 

Semakin canggih suatu ponsel maka semakin banyak pula kemampuan yang ia kerjakan; banyak aplikasi bisa masuk ke dalamnya—dari yang bisa mempermudah pekerjaan hingga yang digunakan untuk memperkuat "eksistensi" di mata orang-orang—

dan ini mudah saja dilakukan hanya dengan bermodalkan kuota internet—dan uang berlangganan;

menyoal internet, kita tahu bersama, semuanya ada: dari informasi yang berguna hingga yang mirip sampah! 

Keingintahuan seseorang yang lebih banyak (atau hanya sekadar "mengintip") terhadap kabar atau isu terkini merangsang sistem penghargaan dopamin, yang di otak manusia sendiri diartikan seperti pemberian sebuah hadiah. Ini bukan opini melainkan fakta penelitian. 

Jadi, tak heran pada akhirnya banyak orang yang terjebak pada label FOMO (Fear Of Missing Out) karena terlalu takut melewatkan "sesuatu" di internet—alih-alih dianggap "kudet".

Internet menyediakan "panggung" bagi orang-orang, segala tipu-tipuan dunia ditawarkan, hate speech dan hoak bertebaran. Belum lagi kasus-kasus yang tampaknya tak berkesudahan dan lain sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun