Akhir-akhir ini tren dumb phone jadi buah bibir.Â
Seperti kita tahu, tren ini adalah tren dari sekumpulan orang yang "berkampanye" untuk mengembalikan kejayaan fungsi asli ponsel yakni sebatas menelpon dan berkirim pesan singkat serta fitur-fitur dasar lain yang terkait di ponsel tersebut.Â
Tetapi, mengapa tren dumb phone menjadi sesuatu yang wah diperbincangkan orang-orang?
***
Haruskah saya menaruh curiga pada para pelakunya yang mungkin telanjur sudah kelelahan secara psikologis karena tidak bisa menangani kecanduannya sendiri terhadap penggunaan smartphone?Â
Kalau jawabannya hidup tanpa smartphone dapat mengurangi stres digital dan meningkatkan kualitas hidup—kemudian menggantinya dengan menjadi pelaku dumb phone—saya juga tidak ingin mendebat.Â
Namun, saya pribadi lebih suka menyebutnya sebagai preferensi lain.Â
Baca juga:
Normalisasi Jangan Sembarang Membagi Nomor Kontak Orang
Hanya saja, jika menyebut smartphone sebagai dalang kelelahan mental, saya rasa tidak bijak juga;Â
seseorang tidak bisa begitu saja menggeneralisasi masalah yang dialaminya kemudian melemparnya pada khalayak dan memengaruhi orang-orang untuk menyetujuinya.Â
Perlu diingat, para insinyur atau para ahli yang terlibat pembuatan dan pengembangan teknologi telepon pintar, mereka bukan orang bodoh;
dengan tegas dan lugas yang ingin saya katakan, telepon pintar itu tidak akan bisa menunjukkan "kuasa"-nya tanpa internet yang terkoneksi.Â