Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kontrasepsi yang Kontroversi

7 Agustus 2024   06:20 Diperbarui: 7 Agustus 2024   17:12 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salinan Pasal 103 PP Nomor 28 2024 (Sumber Website Kementerian Kesehatan) 

Jika MEMANG tujuan penyediaan alat kontrasepsi yang digadang-gadang pemerintah melalui butir e pada ayat 4 pasal 103 tersebut bertujuan untuk mencegah kehamilan di usia rentan (sebelum 19 tahun) demi menekan angka kematian ibu dan mencegah stunting, pertanyaannya:

apakah pemerintah siap dengan alokasi anggarannya (baca: menyediakan alat kontrasepsi) selama rentang waktu usia mereka (yang terlanjur terikat pernikahan dini) sebelum mereka dikatakan layak (mencapai 19 tahun)?

Sebenarnya tidak ada juga yang bisa menjamin bahwa mereka yang terlanjur menikah di usia dini ini tidak melakukan aktivitas seksual tanpa menyebabkan kehamilan. 

***

Alih-alih menyediakan alat kontrasepsi, mengapa tidak dicari saja akar masalahnya: 

mengapa mereka (anak remaja) bisa berpikir menikah dini? 

Kurang edukasi mengenai reproduksi (berikut bahaya apa saja yang terkait padanya)? 

Jika demikian, mengapa tidak diagendakan secara rutin saja penyuluhan-penyuluhan kesehatan reproduksi—meskipun solusi yang bersifat persuasif ini tidak langsung menunjukkan hasil dalam jangka waktu pendek. 

Karena mereka tidak lagi sekolah? 

Jika demikian, mengapa mereka tidak difasilitasi saja kursus-kursus singkat keahlian yang pada akhirnya membuat mereka sibuk berkegiatan dan menjadi cikal mereka bekerja? 

Baca juga: Batas Usia Kerja dan 2 Hal Mengapa Selayaknya Dihapuskan Saja 

Karena dipaksa tradisi?

Jika demikian, mengapa kerabat atau keluarga mereka tidak "diancam" saja menggunakan undang-undang yang sudah ada? 

Bukankah negara bisa bersifat "memaksa" jika memang ada urgensinya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun