Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer, Media Freelancer

Best in Opinion Nominee of Kompasiana Awards 2021 dan 2024 | Peduli menyoal isu-isu terkini terutama sosial-budaya dan gender | Verba Volant Scripta Manent | Kerja sama: kazena.krista@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Geliat Etnosentrisme Masyarakat Batak pada Kasus Brigadir J

15 Februari 2023   22:15 Diperbarui: 16 Februari 2023   06:27 1806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atau tengoklah ayah mendiang Brigadir J, Samuel Hutabarat, yang selama hampir tujuh bulan setelah meninggalnya anaknya tersebut kita ketahui selalu terlihat tenang justeru setelah vonis terdakwa Eliezer purna dibacakan justeru tampak emosional. 

Menyoal kasus ini (baca: sepanjang drama pengungkapan kasus), ada semacam pertanyaan iseng yang mengusik pikiran saya. Ini tentu saja berangkat dari kehebohan yang terjadi di publik menyangkut kasus pembunuhan berencana ini. 

Pertanyaannya lumayan menggelitik—jika tidak ingin dibilang aneh:

‌bagaimana jika Brigadir J yang meninggal di depan moncong senjata oleh Bharada E selaku eksekutor dalam kasus pembunuhan berencana itu bukan orang Batak?

Tidak bermaksud untuk melebih-lebihkan suku yang satu ini (sebisa mungkin saya obyektif ketika membuat tulisan ini), tapi boleh saya katakan, viralnya pengungkapan kasus meninggalnya Brigadir J telah memantik—alih-alih boleh saya katakan justeru malah mempertegas—etnosentrisme di kalangan masyarakat Batak. 

Bagaimana tidak, saya merasa yakin sejak awal kasus ini mencuat ke permukaan, hampir di tiap kumpulan orang Batak berita ini hangat dibicarakan, yang kalau boleh saya katakan malah memperkuat etnosentrisme pada orang Batak yang sudah mengakar dengan kuat. 

Saya bisa mengatakan demikian karena saya juga orang Batak. Saya lahir dari ayah dan ibu asli orang Batak—dan bukan kebetulan marga saya pun sama seperti ibu almarhum Brigadir J, Simanjuntak. 

Seperti semua orang tahu, masyarakat Batak menganut sistem Patrilineal dari sang ayah berdasarkan marga (baca: suku Batak yang termasuk di jajaran atas yang paling sangat menonjol dalam menerapkan sistem ini di antara suku lain di Indonesia). 

Baca juga: Menggelar Hari H Pernikahan Tidak Semudah Rahang Bilang Sayang

Hampir sebagian besar orang akan langsung bertanya apa setelahnya begitu seseorang menyebut kalau ia dari suku Batak (baca: marganya apa?). 

Tidak perlu disangkal, identifikasi berdasarkan marga ini adalah sesuatu yang utama dan sangat mendasar dalam sistem kekerabatan suku Batak; sesuatu yang sangat vital. 

‌Dengan marga, orang Batak akan tahu bagaimana "memposisikan dirinya" dalam keluarga besar atau dalam—memasuki—suatu kumpulan (baca: orang Batak menyebutnya punguan)—atau lingkungan pertemanan skala kecil sekalipun.

Biasanya, jika berkenalan dengan orang baru, orang Batak akan mencari pertalian yang paling dekat dari sisi keluarga dan mencocokkannya dengan tiap orang yang ia temui. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun