Saat mengiringi proses belajar seorang anak agar mahir berbicara, kita sebisa mungkin jangan membenarkan apa yang salah terhadap apa yang diucapkan anak (baca: mengoreksi kembali apa yang dikatakannya. Jika kata yang ia ucapkan tidak pas dan seharusnya, segera koreksi).
Misalnya saya, contoh ketika saya mengulang lagi kata "daun" demi mengoreksi kata "dun" yang diucapkan keponakan saya saat saya mengajaknya bermain sore di halaman rumah, atau "bin" ketika ia menunjuk "mobil" yang ia lihat saat lewat, atau "ndon" ketika ia meminta untuk "digendong".
Apapun itu (baca: tiap kata yang keluar dari mulut kecilnya) harus kita koreksi ulang sesuai kata yang sebenarnya. Itu kita lakukan untuk membantu si anak— alih-alih malah membenarkan apa yang ia ucapkan itu.Â
***
Di akhir tulisan ini, yang ingin saya katakan, bila anak kita masih belum mahir bicara (baca: termasuk mengutarakan apa yang ia inginkan)—apalagi jika kita merasa sudah sepantasnya anak kita jauh lebih mahir sesuai usia tumbuh kembangnya—alangkah baiknya kita mulai mengambil rencana untuk menemui seseorang yang pakar di bidangnya seperti psikolog anak atau terapis wicara.Â
Semoga pengalaman saya ini dapat membantu.Â
Tabik.Â
Catatan:
Mungkin apa yang menjadi pengalaman saya dalam tulisan ini tak dapat menjadi pembenaran perihal cara-cara yang telah saya praktikkan. Semoga untuk dimaklumi.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI