Bukankah mengamati sesuatu itu akan sangat menyenangkan jika kita menyukai apa yang sedang kita amati itu?
Seorang anak dan dunianya adalah keindahan—dan saya menyukai keindahan.
Sedikit catatan, saya melakukan ini dengan tulus ketika berhadapan dengan anak karena saya menyadari sebenarnya anak akan dapat menangkap dengan baik tiap jenis emosi yang saya berikan pada mereka.Â
Respon seorang anak tentu saja berdasarkan "umpan" orang yang menjadi partner komunikasinya.
#2 Jangan pernah lelah berkomunikasi dengan anak
Stok sabar kita dalam melatih anak bicara (baca: khususnya mengucapkan satu kata pada anak di bawah usia tiga tahun)Â akan sama banyaknya dengan stok sabar kita ketika mencegah seorang anak yang saling berkejaran dengan temannya ketika bermain.
Seberapa banyak sabar yang diperlukan itu?
Tentu saja tak mengenal batas!
Untuk itu jangan lelah apalagi malas dalam berkomunikasi dengan anak, sekalipun anak kita sedang sibuk sendiri dengan mainannya atau apapun yang menyita perhatiannya (mengacu pada diri saya, jika seorang anak dengan penuh dalam kontrol penjagaan saya tanpa melibatkan siapapun: hanya saya dan anak tersebut, saya tak pernah memberikan gadget padanya.
Beberapa pendapat para ahli mengatakan sangat tidak disarankan anak di bawah usia dua tahun melihat apapun dari gadget sekalipun untuk hiburan.Â
Untuk anak rentang tiga hingga lima tahun, boleh diberi gadget—hanya saja sangat terbatas dan dalam pengawasan ketat orangtua), meski rasanya agak mustahil anak yang dalam keadaan diam, tidak menarik perhatian kita (baca: tanpa pendampingan oleh orang lain di luar kita, misalnya baby sitter). Karena sudah menjadi naluri kita sebagai orangtua untuk memastikan anak kita dalam baik-baik saja.
komunikasi akan melibatkan interaksi kita terhadap anak. Saya misalnya, saya bisa memancing lawan bicara saya yang seorang bayi lima belas bulan ketika yang ia sedang serius memainkan mainan aneka hewan yang ia punya—saya merangsang jumlah kosakatanya dalam berbicara pada saat yang bersamaan. Kembali ke uraian,
"Ini kuda. Ini Harimau", sembari menunjuk mainan itu satu per satu padanya. Setelahnya saya memintanya mengulang apa yang saya ucapkan "Ini apa, nak? Ku..? Ku..da.." Tentunya saat mengucapkannya nyaris sama waktunya dengan si anak.