Pernahkah merasakan kehilangan orang yang dicintai?
Pada waktunya semua orang akan mengalami peristiwa ini. Hari ini atau nanti. Pasti.Â
Seorang teman ketika mengalami kehilangan orang yang dicintai harus berlinang air mata sampai berhari-hari seakan tak rela Papanya telah  pergi dari dunia ini.Â
Bahkan berbulan-bulan sampai tahunan masih merasakan sulit melupakan dan masih terus memendam sedih yang seakan sulit diakhiri.Â
Segala rasa bercampur jadi satu. Ada penyesalan dan ketakrelaan. Semua rasa yang ada jadi menyiksa.Â
Selama ini saya mencoba menghibur dan memberikan masukan, agar pikirannya terbuka. Kesedihan boleh ada, hanya jangan berlebihan. Tidak boleh  terpaku pada kesedihan terlalu lama.Â
Sekian lama berlalu dan kini saya sendiri merasakan kehilangan yang sama. Kepergian Papa untuk selamanya.Â
Saat sakit-sakitan mulai timbul rasa khawatir dan ketakutan akan kehilangan. Apalagi usia juga sudah mencapai 80 tahun. Tetap saja berusaha dan berdoa, agar dipanjangkan usia. Walaupun beliau sudah pernah berpesan anak-anak untuk siap menerima kenyataan.Â
Bagaimanapun masih ada rasa tak rela harus kehilangan. Apalagi masih merasa belum berbuat yang terbaik untuk beliau selama ini.Â
Akhirnya memang takbisa melawan takdir dan harus menerima kenyataan. Ada rasa sedih mendalam, tetapi berusaha merelakan.Â
Melihat wajah beliau yang tenang tanpa beban saat berpulang paling tidak membuat hati  tenang juga. Hal ini tidak membuat sedih berkepanjangan yang menyiksa. Walaupun tetap tak kuasa menahan air mata.Â
Dari pengalaman kehilangan orang yang dicintai ada pembelajaran berharga.Â
Belajar Melepaskan
Rasa memiliki  berlebihan acap kali justru menjadi sumber yang membuat kita menderita. Timbul kesedihan yang berlebihan pula.Â
Oleh sebab itu bisa melepaskan adalah pilihan terbaik untuk rela menerima. Kesedihan boleh ada, tetapi jangan sampai berlama-lama.Â
Tentu saja boleh bersedih berlinang air mata. Bagaimanapun kita masih manusia yang memiliki perasaan, apalagi yang meninggal adalah orang yang paling dekat dengan kita.Â
Yang perlu kita sadari adalah bahwa apapun yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi. Pada waktunya semua harus pergi.Â
Ini kebenaran yang tidak mungkin kita ingkari. Jadi, mulai saat ini kita mulai belajar memahami akan kebenaran ini.Â
Jangan menyiksa diri dengan kehilangan karena ini adalah kenyataan hidup ini, lebih baik melepaskan, sehingga ada kelegaan.Â
Ibarat balon yang terikat pada sebongkah batu, takbisa lepas terbang tinggi. Ketika melepaskan ikatan, maka bisa mengangkasa sebab  takada yang membebani lagi.Â
Ikhlas Menerima Takdir KehidupanÂ
Tidak ada manusia yang dapat menghindari takdir kehidupan yang bernama kematian. Hari ini atau nanti pasti akan terjadi.Â
Kita mesti belajar memahami dalam-dalam bahwa kematian adalah hal yang alami. Ibarat daun-daun yang berguguran akan terjadi setiap hari. Setiap manusia yang hidup, tidak tua saja yang muda pun bisa mengalami.Â
Semakin kita menolak kebenaran  yang ada akan semakin menderita. Takdir kematian adalah kenyataan hidup. Begitu pula dengan kesedihan dan kebahagiaan. Dalam hal ini kita juga mesti belajar ikhlas menerima apa adanya.Â
Apabila bisa ikhlas menerima akan menjadi lega, sehingga tidak menjadi beban derita yang menyiksa. Tidak ada seorang pun menghindari takdir ini, meskipun memiliki kekayaan berlimpah dan kekuasaan tertinggi di dunia. Tidak ada.Â
Apapun yang telah terjadi adalah seharusnya terjadi. Menyesali pun tiada guna lagi. Mengapa kita tidak memilih  dengan ikhlas menerima semua ini?Â
Jangan Ada Penyesalan yang Berlebihan
Salah satu yang menjadi beban penderitaan adalah adanya rasa penyesalan karena perasaan bersalah atau belum memberikan yang terbaik semasa orang yang kita cintai masih hidup.Â
Ini pula yang saya rasakan. Apabila terpaku dalam penyesalan berkepanjangan hanya akan menyiksa diri. Ini sebenarnya adalah takberarti. Bukankah tak seharusnya terjadi?Â
Penyesalan dengan air mata sepanjang waktu adalah kebodohan. Karena tidak ada gunanya lagi. Waktu tidak mungkin akan berputar kembali.Â
Lebih baik kita mulai menata diri, agar penyesalan yang ada tidak terulang kembali. Semua yang terjadi benar-benar untuk menjadi cermin diri, sehingga hidup selalu dalam introspeksi.Â
Apa yang terjadi adalah urusan masa lalu. Bila ada penyesalan itu hanya akan menjadi beban. Apa guna hari ini memikul masa lalu?Â
Yang pasti banyak akan menyiksa dan menjadikan diri menderita.Â
Mendoakan dan Melimpahkan KebaikanÂ
Saat kehilangan orang yang dicintai, secara normal dan akal sehat pasti tidak ada yang bersedia ikut menemani. Paling hanya merasa kehilangan dan meratapi dalam kesepian.Â
Cara  yang paling sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan berdoa atau membacakan ayat-ayat suci. Hal ini  bukannya hanya membawa ketenangan bagi diri sendiri, tetapi orang yang telah pergi. Karena setiap doa pasti memiliki energi yang tak terbatasi oleh ruang dan waktu.Â
Selain itu, kita juga bisa melakukan kebaikan untuk melimpahkan jasa pahala. Orang yang telah meninggal dunia tidak ada yang bisa dibawa. Bahkan raga yang setia menemani sepanjang hidup. Karena akan hancur dan kembali asal unsurnya. Air, tanah, kayu, udara, dan logam.Â
Yang bisa menyertai hanyalah kebaikan dan keburukan. Oleh sebab itu kita yang masih hidup lebih baik melimpahkan kebaikan. Tanpa sadar hal ini juga akan memberikan kebaikan kepada diri kita sendiri untuk melupakan kesedihan akan kehilangan.
Saya kira berdoa melimpahkan kebaikan untuk orang telah meninggalkan dunia ini bukan hanya dalam tradisi, tetapi dalam agama pun masih banyak yang melakukan.Â
Saya sendiri meyakini kebenaran ini, bahwa bahwa melalui setiap doa ada kekuatan energi yang dapat memberikan manfaat. Paling tidak rasa kehilangan akan berkurang.Â
Percaya Ini yang Terbaik Â
Berat memang untuk bisa menerima kehilangan. Tidak semua orang bisa melewati dengan mudah. Seperti di awal tulisan ini, apa yang terjadi dengan seorang teman yang sekian lama masih sering melewati hari dengan linangan air mata di malam sunyi.Â
Bisa menerima kehilangan, tidak semudah sekadar menerima nasihat dari mereka yang simpati. Sejatinya kita mesti menghadirkan kesadaran itu di dalam diri sendiri.
Menurut saya, sebagai orang  yang beragama ada satu penghiburan yang terbaik yang bisa kita hadirkan ketika kehilangan.Â
Bahwa apapun yang terjadi dengan orang yang kita cintai adalah jalan terbaik. Karena memang ini sudah takdir yang tak mungkin lagi dihindari.Â
Kita juga percaya bahwa orang yang kita cintai akan memperoleh tempat yang layak dan terbaik di alam sana.Â
Seperti yang saya alami sendiri ketika kehilangan Papa. Sebelum beliau berpulang, rasanya tak rela bila ini harus terjadi. Akan tetapi, ketika beliau telah pergi muncul kesadaran bahwa ini memang sudah pilihan terbaik.Â
Selama ini beliau juga sering sakit dan sudah tiga kali mengalami operasi. Sungguh tak tega melihat kondisi beliau yang harus operasi berkali-kali. Walaupun demikian dapat merawat beliau pun merupakan suatu berkat bagi saya.Â
Pada akhirnya ketika beliau harus pergi timbul percaya bahwa ini memang jalan terbaik buat beliau. Tidak lagi harus menderita sakit dengan tubuh yang semakin lemah.Â
Apalagi setelah kepergian beliau, adik dan ponakan ada bermimpi melihat kondisi beliau dengan tubuh yang sudah utuh dan sehat kembali. Hal ini tentu menambah keyakinan tentunya.Â
Ini soal keyakinan, masalah benar atau tidak tentu masih menjadi sebuah perdebatan bagi yang ingin bermain logika.Â
Ada waktunya datang, ada waktunya harus pergi. Sesungguhnya semua ini adalah hal yang alami di dunia ini. Yang memberatkan adalah apabila kita hidup dalam kemelekatan, sehingga ketika ada kehilangan orang yang kita cintai akan menjadi penderitaan.
Mana kala kita bisa ikhlas melepaskan apapun yang kita miliki bila waktunya tiba, maka semua akan berjalan sebagaimana adanya.
_____
@cermindiri, 23 Desember 2022Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H