Yang agak melegakan adalah selama Bapak sakit, kami lima bersaudara bergantian menjaga, walaupun masing-masing punya kesibukan sendiri. Semua bisa berjalan dengan saling pengertian dan pengaturan yang baik. Bukan hitung-hitungan.Â
Ternyata urusan sakit tahun  ini memang menjadi bagian hidup orang di sekitar saya.Â
Anak yang bungsu terpapar Covid-19, lalu menyusul kakaknya. Kemudian keponakan yang papanya yang sudah meninggalkan dunia ini  juga terpapar.Â
Menyusul kemudian mertua lelaki juga mengalami kritis karena penyakit kronis malah divonis kena Covid-19. Terbukti setelah melakukan PCR hasilnya negatif.Â
Istri yang sedang berada di Lampung yang tadinya dilarang pulang agar tidak sampai terpapar, karena anak-anak terpapar Covid-19, akhirnya malah ikut terpapar dari kakaknya yang tidak ketahuan sudah positif.Â
Lengkap  sudah, anak dan istri terpapar. Beruntung saya masih bisa kuat atau menguatkan diri agar jangan sampai terkena pula.Â
Kondisi waktu itu boleh dibilang sangat dilema. Rumah sakit  penuh. Dirawat di rumah takut ada apa-apa. Sebaliknya mau dirawat di rumah sakit takut penanganan tidak maksimal.Â
Terutama istri, kondisi yang agak mengkhawatirkan karena ada penyakit lain. Misalnya ginjal dan juga asam lambung. Tidak boleh sembarangan minum obat. Sembarang minum obat langsung muntah.Â
Saat itu benar-benar sangat dilema untuk memilih tetap isolasi mandiri atau harus rawat inap di rumah sakit.Â
Pilihannya tetap isolasi mandiri dengan membeli obat-obatan sendiri.Â
Sekali lagi, semua beban berat dan rasa khawatir dapat dilalui. Sekarang semuanya sudah vaksinasi dua kali. Semua dalam kondisi sehat.