Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Habis Pedih, Wajah Berseri

11 November 2021   21:15 Diperbarui: 11 November 2021   21:22 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah ada yang lebih pantas dilakukan selain bersyukur setelah melalui banyak rasa takut dan kesedihan?

Apakah di antara kita ada yang merasakan hal ini?

Karena sampai saat ini kita masih bisa bertahan, apalagi masih dalam kondisi baik dan sehat ketika pandemi masih belum benar-benar berlalu. 

Hari ini ketika duduk termenung atas masalah hidup yang terasa berat, tiba-tiba saya merasakan rasa syukur yang luar biasa saat mengingat beberapa peristiwa yang telah terjadi. 

Bersyukur karena semuanya berakhir dengan wajah berseri, walaupun harus melalui dengan ketakutan dan air mata. Semua ini justru melahirkan kekuatan dan bahagia. 

Di awal tahun  banjir kembali berkunjung ke rumah sampai mencapai plafon. Setelah tahun sebelumnya hampir mencapai. Rasa lelah belum hilang membersihkan, kini harus mengalami lagi. Pedih. 

Harapan indah untuk menempati rumah dari KPR buyar sudah. Dengan kondisi banjir yang luar biasa dua tahun berturut-turut keluarga jadi trauma untuk tinggal di rumah itu. 

Namun, saya tetap berharap agar banjir tidak kembali terjadi tahun ini. Harapan memang selalu ada. Bila tak berwujud nyata, tetap berharap kembali. 

Tidak boleh kalah oleh keadaan, tetapi setia menerima kenyataan.

Setelah itu, ketika sedang maraknya Covid-19, adik saya terpapar. Saat dibawa ke rumah sakit penuh, akhirnya di bawah pulang. Padahal sudah mengalami sesak cukup parah. 

Beruntung pada  waktu yang tepat saya datang  ke rumahnya untuk suatu keperluan. Saya kemudian yang mengantar ke rumah sakit lagi dengan kondisi yang penuh pula. Bagaimana? 

Waktu itu hanya bisa menunggu di ruang IGD sambil menunggu kepastian. Sementara saya tetap harus berada di rumah sakit tanpa ada yang boleh menggantikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun