Dalam sebutir nasiÂ
Ada ribuan rezekiÂ
Ada kasih dan rasa peduliÂ
Ada ribuan benih yang akan tumbuh lagiÂ
Apakah masih rela membuang nasi walaupun satu biji?
Pemanasan global menjadi isu yang sangat seksi saat ini. Karena hal ini berhubungan dengan kelangsungan kehidupan di bumi hari ini dan demi anak cucu kita nanti.Â
Akibat pemanasan global sudah kita rasakan dengan perubahan iklim. Curah hujan yang tidak menentu sehingga banjir menjadi sulit dikendalikan. Kekeringan. Belum lagi munculnya penyakit yang sulit terdeteksi.Â
Seperti yang dimuat di Alodokter.com bahwa pemanasan global bisa memunculkan penyakit pernapasan, menular, dan mental.[1] Ini yang mesti kita waspadai.Â
Ibarat kata seakan alam menunjukkan kemarahan atas perilaku manusia yang tidak peduli menjaga rumahnya sendiri dengan pencemaran yang merusak bumi. Banyak bencana terjadi karena perilaku hidup manusia sendiri.Â
Karena dalam kehidupan sehari-hari selalu membuang gas karbon yang menjadi efek rumah kaca sebagai penyebab pemanasan global. Manusia hidup dalam ketakteraturan sehingga mengubah alam pun menjadi takteratur.Â
Budaya Membuang Makanan
Salah satu hal yang tidak teratur dalam keseharian hidup kita adalah dalam hal mengolah makanan. Dengan mata telanjang kita bisa melihat secara nyata di depan mata apa yang terjadi.Â
Apakah itu?Â
Membuang makanan. Tanpa perlu  merasa risih dan malu membuang begitu saja makanan yang tersisa di piring. Tidak sadar bahwa dalam sepiring makanan itu begitu banyak pengorbanan dan jerih payah para petani dan mereka yang berkontribusi.Â
Artinya, ketika kita membuang makanan yang masih tersisa di piring bukan hanya telah menyia-nyiakan rezeki yang ada dan tidak bersyukur, tetapi telah mencemari bumi tercinta ini. Menjadi penyumbang terciptanya efek rumah kaca.yang kelak akan menjadi sumber malapetaka.Â
Urusan atau kebiasaan membuang makanan sisa ini memang menjadi hal yang sangat memprihatinkan. Semestinya menjadi kesadaran kita bersama bahwa untuk menyelamatkan bumi kita dari pemanasan global bisa dimulai dari sepiring makanan.Â
Menyayangi makanan bukan sekadar urusan penghematan, tatapi rasa terima kasih akan karunia Tuhan dan rasa peduli pada kehidupan.
Coba sejenak kita simak laporan FAO, Badan Pangan dan Pertanian PBB dalam  "The Food Wastage Footprint", atau jejak makanan yang terbuang,  memperkirakan jejak karbon dari makanan terbuang setara dengan 3,3 miliar ton karbon dioksida per tahun. Ini data tahun 2013.[2]Â
FAO juga mencatat, bahwa Indonesia adalah pembuang makanan terbesar setelah Arab Saudi. Bayangkan, 300 kg setiap orang per tahun.Â
Sementara menurut data BPS 2017 makanan yang terbuang mencapai sekitar 27 triliun rupiah.[3]Â
Mencengangkan, bukan?Â
Apa upaya yang bisa kita lakukan?
Seperti kita tahu dalam setiap makanan yang tersaji di  piring bukan hanya bernilai uang. Namun, ada jejak karbon dan kemudian akan menghasilkan gas metana sebagai penyumbang emisi yang menjadi penyebab pemanasan global.Â
Apakah kita ada menyadari hal ini?Â
Kebiasaan membuang makanan menjadi sampah sejatinya harus kita hindari. Karena bukan hanya merugikan diri sendiri dan orang lain, tetapi juga alam semesta ini. Rumah kita sendiri.Â
Budayakan Tidak Membuang Makanan
Tidak membuang makanan dan makan sesuai kebutuhan adalah cara sederhana kita turut bersumbangsih menyelamatkan bumi dari kerusakan yang mengerikan.Â
Sejatinya kita bisa mulai ikut bersumbangsih dalam menyelamatkan bumi ini dengan kesadaran menyayangi sepiring makanan yang tersedia.Â
Setiap hari kita selalu berhubungan dengan  makanan karena memang merupakan kebutuhan pokok  hidup manusia sepanjang masa. Â
Oleh sebab itu kita wajib menjaga dengan baik, tidak membuang menjadi sampah. Habiskan atau kelola kembali sehingga bermanfaat.Â
Kesadaran ini telah singgah  di hati saya  sekitar  20 tahun yang lalu. Dalam arti saya akan selalu menghabiskan  makanan yang tersedia di piring. Sebiji nasi pun takboleh terbuang. Termasuk dalam hal minum. Saya akan menghabiskan minuman sampai tetes terakhir.Â
Jadi, ketika makan atau minum akan mengambil secukupnya sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Bila merasa kurang baru menambah lagi. Jangan sampai nafsu berlebih, tetapi perut takmampu menampung. Jangan sampai pula karena tak berselera lalu membuang seenaknya.Â
Kebiasaan selalu menghabiskan makanan atau tidak membuang makanan mengandung makna:
Pertama sebagai wujud terima kasih dengan menyayangi makanan yang tersedia sebagai karunia. Dengan membuang makanan  secara tidak langsung kita telah melukai mereka yang sedang mengalami kelaparan.Â
Alam semesta telah menumbuhkan makanan yang terhidang di meja semestinya layak berterima kasih menikmati penuh dengan rasa syukur.Â
Kedua, sebagai wujud bersyukur masih tersedia makanan untuk disantap. Adalah tidak berperasaan bila masih menyisakan makanan untuk terbuang dengan sia-sia.Â
Bersyukur dan terima kasih ada petani yang masih mau berjerih payah, walaupun mereka sendiri banyak yang masih hidup dalam kemiskinan.Â
Bersyukur dan terima kasih kepada orang-orang yang dengan hati ikhlas memasak sehingga makanan tersedia di meja.Â
Ketiga, sebagai wujud ikut menjaga kelestarian alam semesta, tidak hendak mencemari bumi dengan menjadikan makanan sebagai sampah sehingga menjadi penyebab pemanasan global. Artinya dengan menyia-nyiakan kita telah menjadi pencipta malapetaka atas bumi ini.Â
Tidak Membuang Makanan adalah Penghematan  dan Menjadi Penyelamat
Apakah kita menyadari bahwa dengan budaya membuang makanan adalah pemborosan? Sementara masih banyak orang yang kekurangan makanan. Dengan kita tidak membuang makanan bukan hanya menghemat, tetapi ikut menjadi penyelamat.Â
Apabila nafsu makan dan membuang makanan bisa kita kendalikan, bukan hanya penghematan dalam nilai uang, tetapi juga gas emisi yang kita buang.Â
Dalam setahun triliunan rupiah terbuang percuma. Padahal bila kesadaran ada pada setiap orang uang itu bisa  untuk menyelamatkan mereka yang mengalami kelaparan. Tidak terbayang apa yang kita buang sesungguhnya sangat berharga bagi mereka yang tidak ada makanan.Â
Dalam skala kecil pun bisa membantu menghemat dalam pengeluaran sehingga bisa kita gunakan agar lebih bermanfaat. Apalagi hidup dalam zaman yang memerlukan banyak kebutuhan, perlu bijak dalam hal mengelola makanan.Â
Ketika muncul kesadaran  akan betapa  penting dan berharganya untuk menjaga sepiring makanan, maka memerlukan pembiasaan. Pada akhirnya kita sendiri yang akan merasakan manfaat yang luar biasa.Â
Saya sudah. Kapan giliran Anda yang saat ini masih suka membuang makanan?
Sekaranglah, waktu yang tepat!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI